Selasa, 12 Juli 2011

Sejarah Para Khalifah: Abdul Azis, Korban Konspirasi Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, Abdul Azis adalah Sultan Turki Utsmani yang memerintah antara 1861-1876. Ia lahir 1830, menduduki tahta 1861, dan dicopot dari kedudukan 1876. Empat hari setelah pencopotannya, ia meninggal dunia. Banyak sejarawan yakin bahwa ia mati syahid setelah anggota Turki Muda mengatur persekongkolan untuk membunuhnya dan mengumumkan kematiannya.

Abdul Azis naik tahta menggantikan saudaranya, Abdul Majid I, pada akhir 1277 H. Pada masa pemerintahannya, meledak revolusi di kepulauan Kreta. Pemberontakan ini berhasil dipadamkan 1283 H/1863 M. Setelah itu, Terusan Suez berhasil ditaklukkan pada 1285 H/1869 M.

Pada awal masa pemerintahannya, muncul sebuah majalah hukum dan keadilan serta undang-undang perdagangan dan bisnis lautan. Dia melakukan kunjungan ke Eropa dan berpikir untuk mengambil manfaat dari adanya konflik yang terjadi di antara negara-negara Eropa. Namun ternyata yang didapatkannya, negara-negara Eropa itu sepakat menyatakan permusuhan terhadap pemerintahan Utsmani karena ia adalah negara Islam.

Sultan Abdul Azis menyatakan keinginan kuatnya untuk melanjutkan jalan yang telah ditempuh oleh ayahnya, Mahmud II, dan saudaranya, Abdul Majid I. Dia tetap memakai orang-orang yang mendapat tugas untuk melanjutkan program reformasi di masa sebelumnya. Di antara reformasi paling penting yang dia lakukan adalah perubahan di bidang administrasi, yang ditandai dengan dikeluarkannya undang-undang keprovinsian pada 1281 M/1864 M.

Disamping itu, ia juga membentuk Mahkamah Tinggi Kehakiman. Pada 1285 H/1868 M, ia membentuk majelis negara serupa dengan yang ada di Prancis, yang kemudian disebut dengan Syuwari Daulah atau Majelis Syura Negara. Di antara tugas pentingnya adalah membicarakan anggaran negara.

Sultan Abdul Azis menolak undang-undang Barat secara keseluruhan. Demikian pula dengan tradisi-tradisi Barat yang sangat jauh dari tradisi Islam. Ia juga berhasil melakukan perbaikan dalam pemerintahan Utsmani dalam skala besar, khususnya di bidang militer.

Dia berhasil membangun militer yang kuat, mengganti persenjataan yang lama dengan yang baru. Ia juga mengimpor senjata yang dibutuhkan dari pabrik yang paling baik di Eropa. Selain itu, Abdul Azis juga berhasil melakukan reorganisasi militer dengan sistem modern dan membentuk kelompok-kelompok militer di setiap wilayah.

Ia juga berhasil mempersenjatai benteng-benteng dengan senjata berat dan meriam-meriam terbaru sehingga menjadikan meriam-meriam Utsmani contoh dalam kemajuan. Pada saat yang sama, Sultan Abdul Azis melakukan perbaikan dalam bidang kelautan dan menempatkan para ahli dan pakar Utsmani menggantikan pakar asing, walaupun mendapat tentangan dari mereka.

Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Utsmani menjadi negara maritim paling utama di dunia. Angkatan Daratnya meningkat hingga 700.000 pasukan dengan sistem dan persenjataan terbaru pada saat itu. Ia juga membangun sejumlah sekolah penting, seperti sekolah pertambangan, sekolah pertanahan dan sekolah tinggi militer.

Sultan juga melakukan restrukturisasi ekonomi dan mengatur belanja negara dengan baik dan transparan. Dengan demikian, maka lunaslah hutang pemerintah Utsmani, dan menjadikan keuangan negara dalam keadaan stabil. Negara-negara Eropa tercengang melihat apa yang dilakukan oleh sultan dalam waktu yang sangat singkat ini. Mereka pun segera menebar kerikil-kerikil tajam untuk menghalangi langkah-langkah dan rencananya.

Akar-akar konspirasi pembunuhan terhadap Sultan Abdul Azis dilakukan cara yang seksama dan sangat terencana oleh konsulat dan diplomat-diplomat Eropa. Mereka berusaha merealisasikannya melalui antek-antek yang telah kenyang menyerap pemikiran Eropa.

Medhat Pasya, salah seorang pejabat Utsmani, secara terang-terangan mengaku saat diadili bahwa dirinya teribat dalam konspirasi pencopotan Sultan Abdul Azis dari kedudukannya. Peristiwa ini sangat terkenal dalam sejarah dan dicatat dalam sejumlah dokumen.

Sabtu, 02 April 2011

Petualangan Imperialisme Barat Masih Berlanjut

Oleh Ahmad Syafii Maarif

Sebenarnya, rakyat di dunia Islam ingin sekali agar penguasa-penguasa korup dan ganas di negaranya masing-masing pada tumbang. Rakyatnya diberi kebebasan sebagai manusia penuh, bukan setengah budak, sebagaimana masih terlihat di beberapa negara Arab. Dipicu oleh drama Tunisia, menjalar ke Mesir, Libya, Yaman, Bahrain, Suriah, Yordan, dan lain-lain, adalah pertanda peringatan keras kepada penguasa mereka: stop kekuasaan korupmu!

Perjuangan untuk merebut kebebasan ini harus dibayar mahal oleh rakyat di kawasan itu. Kita tidak tahu persis berapa ribu yang telah menjadi mayat, demi kebebasan dan keadilan. Sementara itu, sebagian besar penguasanya masih saja merasa benar di jalan yang sesat itu. Di Tunisia dan Mesir, perjuangan pro-demokrasi itu relatif berhasil, penguasa otoritariannya telah tersingkir.

Namun, di negara-negara selain yang dua itu, perlawanan rakyat masih membara, sedangkan penguasanya berdegil, tetap saja ingin bertahan, sekalipun dengan membunuh rakyatnya sendiri. Libya adalah yang paling dramatis. Negara yang kaya minyak itu sudah terbelah. Perang saudara telah meledak.

Tripoli tidak mau kompromi dengan kelompok perlawanan. Peluang ini dimanfaatkan Barat untuk melanjutkan petualangan imperialisme yang tidak pernah puas dan tidak pernah jera. Berlindung di balik Keputusan Dewan Keamanan PBB beberapa hari yang lalu yang menetapkan no fly zone (larangan terbang) bagi pesawat rezim Qadafi, Barat malah menggempur Libya.

Negara-negara Barat yang terlibat adalah Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Italia, Spanyol, Kanada, dibantu pula oleh beberapa negara Arab yang pro-Barat. Petanya menjadi semakin runyam. Rusia dan Cina yang memilih abstain dalam pemungutan suara dalam Dewan Keamanan, hanya bereaksi lunak atas bombardir Barat atas bumi Libya.

Tetapi Vladimir Putin, perdana menteri Rusia, menuduh Barat tengah mengulang Perang Salib yang dulu antara abad ke-11 sampai dengan abad ke-14 telah menempatkan Dunia Islam berhadapan dengan Eropa. Sekalipun di ujung peperangan yang sangat panjang itu, kekuatan Eropa akhirnya dapat diusir, dunia Islam juga telah babak belur, energi mereka terkuras habis. Semua infrastruktur masyarakat dan kebudayaan telah jadi puing. Perang Salib terjadi bersamaan dengan serangan Mongol dari arah Timur atas dunia Islam yang meluluhlantakkan Kota Baghdad pada 1258, pusat ilmu dan peradaban ketika itu.

Sekarang situasinya berbeda. Dunia Islam sama sekali tidak siap tempur. Peradaban mereka berada di titik nadir. Sekalipun Saddam Hussein (saat Perang Teluk) dan Qadafi misalnya berkoar-koar untuk mempertahankan inci demi inci bumi Tanah Airnya masing-masing, pasti pada akhirnya mereka tersungkur. Bukan semata-mata karena serangan Barat yang brutal dan imperialistik, tetapi juga rakyatnya sendiri telah lama muak menonton kelakuan penguasanya yang zalim.

Ajaibnya, Dunia Islam tak pernah belajar dari kelampauan yang sarat tragedi penderitaan itu. Langkah salah selalu saja diputar berulang-ulang. Itulah sebabnya Iqbal (baca Resonansi Selasa, 22 Maret) mempertanyakan dengan sangat serius, siapa kita sebenarnya, apakah Muslim betul atau manusia lain dalam jubah Islam.

Barat yang imperialistik adalah manusia paling rakus di muka bumi. Dukungan mereka, terlebih Amerika, terhadap Israel adalah dalam strategi untuk kepentingan syahwat penguasaan minyak. Presiden Obama tak berdaya. Lobi Yahudi jauh lebih perkasa. Negara-negara, seperti Saudi, Kuwait, Qatar, dan Bahrain, adalah sekutu Barat, bukan atas dasar persamaan pandangan politik, tetapi semata-mata karena nafsu imperialismenya yang tak pernah kendur.

Negara-negara Arab ini telah lama dijadikan sapi perahan Barat, sementara para penguasanya masih saja berleha-leha, tidak jarang didukung oleh dalil-dalil agama, rumusan ulama. Pertanyaan saya adalah: sampai kapan kebahluan yang memalukan ini dipertahankan, dan Dunia Islam kembali berdaulat di atas fondasi pemahaman Islam yang autentik, Islam Qurani, Islam kenabian? Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah kerja intelektual kolektif kita yang sangat mendesak dan tidak boleh ditunda lagi.

Menjaga Indonesia

Oleh Azyumardi Azra

Menyimak revolusi rakyat dan konflik yang melanda dunia Arab-khususnya kini di Libya, Yaman, Bahrain, dan Suriah-dalam beberapa pekan ini, rasa prihatin terus menyelinap ke dalam pikiran dan kalbu. Tidak jarang juga kaum Muslim Indonesia seolah terbelah; pada satu sisi menolak campur tangan militer asing atas nama sekutu di Libya, tapi pada saat yang sama juga tidak ingin terkesan membela Muamar Qadafi yang menghancurkan warga negara yang melawan karena tidak bisa lagi memikul kekuasaannya lebih empat dasawarsa.

Dalam kasus Libya dan banyak negara lain di dunia Arab, sering terjadi intervensi asing muncul karena masalah dan konflik dalam negeri yang tidak terselesaikan. Otoritarianisme yang merupakan realitas politik paling jelas di kawasan ini memberikan ruang sangat kecil bagi suara dan aspirasi rakyat.

Sebaliknya, rezim-rezim berkuasa dengan berbagai cara, termasuk kekerasan, berusaha membungkam setiap mereka yang berpandangan berbeda dengan rezim. Pemerintah tidak sungkan melakukan tindakan yang termasuk ke dalam //state terrorism, terorisme negara yang pada gilirannya mendorong peningkatan 'nonstate terrorism', yang dilakukan aktor dan pelaku dari kalangan masyarakat sipil.

Pada tahap ini, sangat boleh jadi kedua belah pihak yang terlibat dalam lingkaran kekerasan (circle of violence) dengan sengaja mungundang pihak asing untuk kepentingan masing-masing. Rezim-rezim seperti Husni Mubarak di Mesir, Ben Ali di Tunisia, atau Ali Abdullah Saleh di Yaman tidak segan meminta dukungan asing semacam Amerika Serikat untuk mempertahankan kekuasaan sehingga leluasa membungkam warga negara yang menentang mereka. AS karena kepentingan geopolitik dan geoekonominya dengan senang hati memenuhi keinginan tersebut, meski bertentangan dengan ideologi demokrasinya sendiri.

Karena itu, salah satu pekerjaan rumah pokok dunia Arab-atau dunia Muslim secara keseluruhan-jika tidak ingin terjadinya intervensi pihak asing mana pun adalah membereskan rumahnya masing-masing. Jika di rumah sendiri masih terjadi kekerasan demi kekerasan yang mengorbankan banyak nyawa, ini hanya memberikan alasan kuat bagi pihak asing untuk campur tangan, misalnya dengan alasan 'perlindungan kemanusiaan' (humanitarian protection).

Sebab itu pula, konflik di antara pemerintah dan kalangan masyarakat atau di antara pihak-pihak dalam masyarakat harus diselesaikan secara damai, berkeadaban, dan sesuai ketentuan hukum. Sekali pihak-pihak yang bertikai gagal memecahkan konflik di antara mereka, yang tak jarang diikuti dengan kekerasan, ketika itu pulalah terbuka ruang sangat besar bagi masuknya intervensi asing.

Bangsa Indonesia telah mendapat rahmat Allah SWT yang sangat besar yang sampai kini berada dalam damai sehingga tak ada intervensi asing. Tanah Air ini tidak hanya dikaruniai bumi subur dan kaya berbagai sumber alam, tetapi juga realitas demografis bahwa mayoritas absolut warganya adalah kaum Muslim. Tetapi, berkah ini sekaligus merupakan amanah berat, yaitu menjaga bumi Indonesia ini tetap damai dalam kehidupan anak negerinya dan terpelihara alam lingkungannya.

Mencintai Indonesia, menjaga Indonesia. Mencintai Indonesia tidaklah sama sekali mengurangi apalagi menyaingi cinta dan keimanan kepada Allah SWT. Cinta Indonesia adalah cinta pada negeri yang telah menjadi tempat kelahiran; tempat di mana udaranya dihirup sepanjang usia; negeri yang telah memberikan begitu banyak rezeki dan nikmat Allah yang tidak pernah putus.

Sebab itu, adalah ironi dan menyedihkan jika ada orang yang dilahirkan di bumi Indonesia ini, yang mendapat berkah kehidupan di negeri ini, tetapi menolak menghormati simbol-simbol negara ini, seperti bendera merah putih atau lagu "Indonesia Raya". Sikap seperti ini, sebagai aspirasi 'demokratis' mungkin boleh-boleh saja, tetapi rasanya tidak patut dan bahkan bisa jadi merupakan semacam 'kufur' nikmat-tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada Tanah Air Indonesia.

Ulama sekaliber Syekh Muhammad Rasyid Ridha dalam jawabannya di dalam jurnal al-Manar Kairo terhadap pertanyaan seorang ulama dari Kalimantan Selatan pada awal abad 20 tentang ihwal cinta Tanah Air, menegaskan tentang hubb al-wathan min al-iman- cinta Tanah Air adalah bagian daripada iman. Rasyid Rida, murid Syekh Muhammad Abduh, yang juga terkenal sebagai ulama reformis yang menekankan kemurnian iman dan akidah, sama sekali tidak memandang cinta tanah air sebagai sikap musyrik.

Menghormati bendera nasional dan menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" jelas bukan 'menyembah' dan apalagi 'mempertuhankan' keduanya. Karena itu, sepatutnya setiap Muslim Indonesia-apalagi ulama-berpikir proporsional saja; tidak menarik soal menghormati keduanya ke dalam persoalan akidah.

Terima Kasih NH!

Oleh Zaim Uchrowi

Sungguh ia memang layak menerima ucapan terima kasih. Ya, siapa lagi kalau bukan Nurdin Halid? Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) paling terkenal sepanjang sejarah. Bukan karena prestasinya yang membuat dia sukses membuat liga paling menarik di Asia Tenggara, tapi sepak terjangnya.

Sikap Nurdin memperjelas sampai mana kemajuan bangsa ini. Terkadang kita merasa Indonesia sudah sangat maju. Dalam banyak hal, bangsa ini sudah tak beda dengan bangsa maju. Pemakaian elektronik dan dunia digital, misalnya. Para musisi asing hilir mudik ke negeri ini. Justin Biebers, penyanyi biasa saja yang populer itu, pun menyempatkan ke Indonesia dalam tur dunianya.

Namun, di sisi lain, ternyata bangsa ini masih tradisional. Bahkan, masih agak primitif. Nurdin Halid mengingatkan itu. Tolok ukur penting kemajuan masyarakat atau bangsa adalah etika. Makin maju bangsa, makin ketat menjaga etika. Menlu Jepang mundur karena menerima uang Rp 27 juta. Bukan untuk pribadi. Tapi, buat kegiatan politiknya. Yang memberi adalah sahabat lamanya, yang masih berkewarganegaraan asing. Itu tak dibenarkan di Jepang.

Etika masyarakat tradisional tak sekental pada masyarakat maju. Namun, masyarakat tradisional memegang teguh norma. Secara umum tak ada yang mencoba melanggar norma. Jika melanggar, umumnya semua rela menerima sanksi atas pelanggaran itu. Nurdin menunjukkan, di negeri ini bukan etika dan bukan norma yang penting. Yang penting kuat. Untuk itu harus kaya, banyak koneksi, dan 'sanggup membiayai'. "Jer basuki mowo beyo."

Menginjak-injak etika di bangsa ini tak apa-apa. Itu ditunjukkannya lewat statuta PSSI. Dasar statuta FIFA pun dipelintir hingga dia, sebagai mantan narapidana, tetap bisa memimpin PSSI. Manipulasi penerjemahan dipakai dasar untuk berkuasa. Itu didukung oleh hampir seluruh pihak yang membawa label PSSI.

Presiden Soeharto dulu dianggap otoriter. Tapi, ia memilih mundur saat sebagian rakyat protes. Soeharto legowo dengan keputusannya. Nurdin tak begitu. Publik hanya mengharapkannya tahu diri. "Kalau Nurdin menyatakan tak akan maju lagi buat memimpin PSSI, persoalan selesai." Itu kata Tjipta Lesmana, dari Komisi Banding PSSI. Publik akan menerimanya. Tapi, Nurdin terus bersiasat adu kuat.

Bersiasat adu kuat tanpa etika adalah ciri masyarakat primitif. Hukum sering dipakai sebagai alasan. Tapi, hukum tanpa etika akan menjadi akal-akalan manipulatif. Itu terjadi di sini. Tak cuma dalam kasus PSSI. Namun, ada pada hampir pada sekujur tubuh bangsa. Sebagian besarnya dilakukan tanpa terang-terangan.

Maka, sungguh bersyukur Allah SWT menciptakan Nurdin Halid. Sosok yang terang-terangan menunjukkan bahwa kita, bangsa ini, memang masih agak primitif. Itu membuka kesadaran kita agar bekerja lebih keras. Bekerja membenahi kehidupan keluarga secara umum, dunia pendidikan, dakwah agama, budaya politik, dan keteladanan pemimpin yang belum mampu melahirkan manusia-manusia beretika.

Generasi mendatang haruslah generasi yang teguh beretika. Jangan ada pribadi seperti Nurdin Halid. Apalagi seperti dia namun seolah lebih baik. Bangsa ini memerlukan transformasi mendasar. Keluarga, pendidikan, seruan agama, praktek politik, hingga keteladanan nasional harus mampu melahirkan generasi beretika. Hal yang akan membuat bangsa ini dapat sungguh menjadi bangsa maju.

Nurdin Halid, lewat segala manuvernya, menjadi pengingat atas keadaan itu. Terima kasih NH. Semoga Allah SWT menjadikanmu manusia lebih baik di mata-Nya. Bukan di matamu sendiri.

Sebuah Tanda Tanya

Oleh Mohammad Akbar

Memotret kehidupan yang penuh konflik.

Seperti apakah memaknai kemajemukan etnis dan agama yang ada di negeri ini? Sepantasnyakah kita harus bertengkar hanya karena perbedaan? Dua pertanyaan sederhana ini mungkin saja mudah terucap, tetapi kenyataannya negeri ini kerap kali terkungkung oleh satu masalah besar bernama perbedaan.

Hanung Bramantyo, pembuat film yang pernah meraih trofi Citra sebagai Sutradara Terbaik Festival Film Indonsia (FFI) 2005 dan 2007, tergelitik hatinya. Ia berupaya masuk dan mencoba merekam ulang perbedaan-perbedaan itu dalam kapasitasnya sebagai pembuat film.

Sejatinya, Hanung tak sedang mencela, apalagi memancing sengkarut di negeri kita. Tetapi, sineas berusia 35 tahun asal Yogyakarta ini hanya ingin mengajak kita semua untuk kembali lagi merenung, masih pentingkah kita berbeda?

Hasilnya? Sebuah film berjudul "?" (baca: tanda tanya) dihadirkannya. Film ini merupakan produksi perdana dari Mahaka Pictures bekerja sama dengan Dapur Film. Sebuah tanda tanya sengaja diberikan kepada judul film ini karena Hanung memang masih menyimpan tanda tanya besar ketika melihat atas nama perbedaan agama, suku, dan ras, ternyata sebagian anak negeri ini bisa saling bertikai, bahkan juga membunuh.

Mengawali cerita film, Hanung langsung menghadirkan sebuah konflik. Seorang pastur yang tengah menyambut para jemaat di muka gereja ditikam seorang pemuda. Dugaan Anda tak keliru rupanya, karena pikiran kita akan digiring pada tudingan bahwa umat Islamlah yang telah dengan sengaja melakukannya. Tetapi, benarkah demikian?

Setelah memberikan konflik berbau agama, cerita film ini lebih banyak memotret pada lingkup kehidupan yang lebih kecil, tetapi cukup menyimpan persoalan pelik di dalamnya. Panggung cerita itu disajikan di salah satu sudut kota tua di Semarang bernama Pasar Baru.

Di sana ada masjid, gereja, dan klenteng. Lalu, untuk membuat cerita ini hidup, Hanung menghadirkan tiga keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi dan suku yang berbeda.

Ada keluarga Tan Kat Sun (diperankan oleh Hengky Sulaeman), yang memiliki restoran Canton Chinese Food. Ia adalah seorang kepala keluarga yang toleran terhadap perbedaan, tetapi ternyata menyimpan persoalan dengan putranya, Hendra (Rio Dewanto), dalam menjelaskan betapa pentingnya bertoleransi dengan tetangga yang berbeda agama dan budaya. Bentuk tolorensi Tan Kat Sun ini salah satunya ditunjukkan dengan membedakan perkakas memasak untuk makanan tidak halal dan halal, serta memberikan libur selama lima hari kepada karyawannya yang Muslim ketika masa Lebaran tiba.

Lalu, ada lagi kehidupan sepasang suami-istri, Soleh (Reza Rahadian) dan Menuk (Revalina S Temat). Keduanya adalah warga lokal yang taat pada agamanya. Menuk, perempuan yang digambarkan berjilbab, bekerja sebagai pelayan restoran di keluarga Tan Kat Sun. Sedangkan Soleh, hanyalah seorang kepala keluarga yang labil. Sepanjang hidupnya, ia selalu berupaya untuk mendapatkan pengakuan eksistensi sebagai suami sekaligus kakak bagi adiknya.

Kemudian, kehidupan lainnya disajikan pada tokoh bernama Rika (Endhita) dan Surya (Agus Kuncoro). Rika ini berstatus janda satu orang anak. Bagi lingkungan sekitar, Rika dicibir karena keputusannya bercerai dan berganti agama menjadi penganut Katolik.

Sementara itu, Agus digambarkan sebagai seorang pemuda Muslim yang semasa kariernya sebagai sineas hanya mendapatkan peran figuran. Hingga pada satu titik ia berhasil mendapatkan peran utama. Tetapi, kata hatinya beradu, apakah ia harus bersedia menerima peran sebagai Yesus pada perayaan malam Paskah dan Natal?

Secara cerita, skenario yang ditulis oleh Titien Wattimena ini cukup kuat. Cerita tersebut juga menjadi apik ketika diperkuat lagi dengan seting lokasi yang ditata rapi sebagai lingkungan urban masa lampau dan pengambilan sudut gambar yang tak mengganggu pandangan.

Untuk sebagian besar konflik yang dibangun di dalam cerita ini, seperti diakui Hanung, banyak diinspirasi dari kisah nyata yang pernah terjadi di negeri ini. Salah satunya, ketika Soleh mencoba mengamankan perayaan malam Natal.

Soleh yang kala itu sudah mendapat pekerjaan sebagai anggota Banser NU, dengan keberaniannya menjadi tameng terhadap bom yang meledak. Hanung sempat mengatakan, sosok Soleh ini terinspirasi dari kisah anggota Banser NU bernama Riyanto, yang wafat ketika bertugas mengamankan malam Natal di Gereja Eben Haezer, Mojokerto, sepuluh tahun silam.

Tetapi, sebagai sebuah karya populer, Hanung tetap tidak mau melupakan bumbu cinta di dalam filmnya. Namun, bukan cinta sepasang ABG yang hendak disajikannya. Tetapi, cinta di sini bisa juga menjadi universal, bagaimana seorang anak mencintai ibunya atau juga hubungan cinta Rika-Surya.

Lalu, ada pula api cemburu yang terletup hingga menghadirkan konflik, seperti amarah Hendra kepada Soleh. Hendra dan Menuk sebelumnya sempat menjalin kasih. Namun, cinta keduanya tak berlanjut ke pelaminan karena perbedaan agama.

Sebelum Soleh dan Hendra menemukan kesadaran bahwa perbedaan itu adalah anugerah, keduanya sering kali beradu mulut dan fisik. Hendra menyebut Soleh sebagai teroris, karena streotip bahwa Islam itu kerap berperilaku anarkis. Sedangkan, Soleh secara rasial menghardik Hendra sebagai 'Cina'-sebuah ucapan bentuk kesal yang merujuk pada satu etnis tertentu.

Segala konflik dan roman cinta yang ada di film ini cukup apik pula dituntaskan menjadi sebuah karya yang happy ending. Tak lupa pula, sebagai jawaban atas kegelisahan Hanung sebagai Muslim yang kerap dituding teroris, ia mencoba memberikan jawaban atas kegelisihan tersebut. Lewat dialog antara ustaz (David Chalik) dan Hendra ketika bertanya tentang Islam, sang ustaz menjelaskan bahwa Islam sejatinya adalah agama pembawa rahmat.

Keliru Bila Premium Dijatah

Ichsan Emrald Alamsyah

Masyarakat kecil akan semakin kesulitan meningkatkan kesejahteraan.


JAKARTA-Langkah pemerintah dalam upaya mengendalikan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan cara pemberian kuota (penjatahan), dinilai sebagai sebuah kebijakan yang keliru. "Penjatahan BBM akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi secara nasional," ungkap pengamat perminyakan, Kurtubi, ketika dihubungi Republika, Sabtu (2/4), di Jakarta.

Menurut Kurtubi, penjatahan BBM bersubsidi dengan maksud mengontrol volume pengeluaran agar tak melebihi kuota 38,5 juta kiloliter (kl), sangat tidak tepat. Sebab, kebijakan itu akan memberatkan masyarakat, khususnya kalangan menengah bawah.

Ia menyebutkan, selama ini mayoritas pengguna Premium berasal dari pemilik kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil. Dan itu, kata dia, bukanlah masyarakat kalangan menengah atas. Kendaraan dengan pelat hitam itu, jelas Kurtubi, lebih banyak dipergunakan sebagai sarana mencari nafkah sehari-hari, baik menuju ke kantor, pasar, maupun lainnya.

Karena itu, jelas Kurtubi, penjatahan Premium bagi kendaraan pribadi justru akan menyulitkan para pelaku ekonomi.

Kurtubi mencontohkan, jika seorang pengendara sepeda motor dijatah 20 liter Premium perbulan, sementara ia biasanya menghabiskan 35 liter per bulan, dia terpaksa harus mem beli Pertamax sebanyak 15 liter. Itu artinya, tegas Kurtubi, masyarakat akan mengeluarkan biaya lebih dari dua kali lipat dengan harga Premium. “Ini jelas akan mem berat kan,” ujarnya.

Kurtubi menyebutkan, 2010 lalu penggunaan BBM mencapai 38,5 juta kl. Dan ia memperkirakan, kebutuhan BBM di 2011 ini akan meningkat menjadi 42 juta kl.

Anggota BPH Migas Ibrahim Hasyim menyampaikan, jika BPH Migas tidak melakukan apa-apa untuk mengendalikan penggunaan BBM, pada 2011 ini akan menjadi 42 juta kiloliter. “Upaya pengurangan subsidi sangat elementer,” ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR RI yang membawahi bidang energi, Satya W Yudha, menilai sikap pemerintah dengan mengarahkan pengguna mobil pelat hitam mengonsumsi Pertamax bila Premium subsidi habis, merupakan tindakan sepihak. “UU APBN 2011 mengatur agar kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tetap 38,5 juta kiloliter.”

Ketua Bidang Ko mersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Bambang Asmarabudi menyatakan, sebaiknya kebijakan penjatahan BBM bersubsidi ditunda. Sebab, kebijakan itu akan memberatkan masyarakat. “Tidak mungkin masyarakat harus mengurangi jatah untuk membeli susu, beras, minyak goreng, dan lainnya. Motor merupakan alat transportasi utama.”

Bambang menegaskan, secara industri kebijakan itu tidak berpengaruh. Namun, itu akan berdampak besar bagi masyarakat pengguna sepeda motor. Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), Eddy Sumedi, menyatakan, industri otomotif tidak terpengaruh dengan kebijakan pengendalian (penjatahan) BBM itu. Sebab, selama ini produksi mobil sudah mengarahkan konsumen untuk menggunakan bahan bakar beroktan tinggi.

Sejumlah pengendara sepeda motor juga mengeluhkan kebijakan itu. Reza dan Andre meng aku kebe ratan dengan pembatasan BBM bagi seluruh kendaraan bermotor. Kita akan semakin sulit mengatur keuangan rumah tangga, ujar mereka. c05/mg18/c42/antara ed: syahruddin el-fikri
(-)

Jumat, 01 April 2011

13 makanan yang berbahaya

AKHIR-akhir ini marak investigasi yang meneliti bahwa banyak makanan di sekitar kita yang berbahaya. Entah karena bahan pewarna atau pengawet, namun makanan ini juga perlu Anda waspadai!

Food & Drug Administration (FDA) menemukan ancaman bahaya pada beberapa makanan yang ternyata tak pernah kita duga sebelumnya. Makanan ini mungkin kelihatannya sehat (dan mungkin sebenarnya memang sehat), sayangnya beberapa kondisi menyebabkan makanan ini justru mengancam kesehatan Anda.

Sayuran Mentah

Tak akan lengkap jika Anda tak menambahkan menu lalapan (sayuran mentah) saat menyantap ayam goreng atau ikan, lengkap dengan sambalnya. Warna sayuran yang hijau, tentu memberikan kesan bahwa ia baik dan sehat untuk dimakan. Sebenarnya memang demikian, sayuran hijau sehat untuk tubuh karena kandungan antioksidannya yang cukup tinggi.

Namun, Anda juga perlu mempertimbangkan kandungan pestisida dan bahan kimia serta kuman yang menempel. Dilaporkan sejak 1990, puluhan ribu kasus keracunan/ sakit dialami oleh masyarakat karena mengonsumsi sayuran mentah. Setelah dicek kembali, ternyata sayuran ini tidak dicuci bersih sehingga banyak bakteri serta sisa pestisida yang masih menempel.

Telur Mentah

Telur kaya akan kandungan omega-3 yang baik untuk tubuh. Namun, siapa sangka jika dihidangkan mentah, ia membawa ancaman bakteri berbahaya Salmonella. Bahkan hingga saat ini, wanita hamil dilarang menyantap menu telur mentah atau setengah matang. "Makanan selalu sehat jika kita menyajikan dengan cara yang benar dan sehat. Sejauh ini, telur mentah tetap merupakan makanan yang harus dihindari. Kita tak pernah tahu apakah ada bakteri Salmonella yang terkandung di dalamnya," ungkap Craig Herberg, PhD, seorang peneliti dan pengajar di University of Minnesota.

Tuna Mentah

Beberapa ikan mentah ditengarai dapat menyebabkan kram pada tubuh, sakit kepala dan rasa mual tak terkendali. Ini disebabkan ikan mentah tersebut membawa bakteri atau racun. FDA tetap mengingatkan agar ikan disajikan dalam menu yang sudah dimasak agar racun dan bakteri mati. Namun, ini jelas tetap berbahaya bagi ikan yang mengandung merkuri. Mereka tetap berbahaya.

Kerang Mentah

Pada beberapa menu, kerang disajikan mentah dengan saus jeruk nipis/lemon yang segar agar bau amisnya hilang. Bukan hanya sekedar bau amis yang harus dicermati, kandungan bakterinya juga harus Anda pertimbangkan. Bakteri yang mungkin hidup di dalam kerang ini dikenal dengan nama Vivrio vulnificus, dapat menyebabkan mual, muntah, hingga diare.

Kentang Mentah/ setengah matang

Sama halnya dengan sayuran lain, kentang juga sebaiknya disajikan sepenuhnya dalam keadaan matang. Kentang mentah/ setengah matang cenderung membawa bakteri Listeria, Shigella E. Coli, dan Salmonella.

Keju

Keju sebenarnya adalah produk susu yang diproses sedemikian rupa sehingga menjadi keju yang lezat dan bergizi. Sayangnya, gizi ini tak serta merta bisa dirasakan semua orang. Mereka yang hamil dan memiliki alergi pada keju, sebaiknya menghindari keju jenis Feta, Brie, Camembert, Blue-veined, dan keju Meksiko. Keju-keju tersebut berpotensi membawa bakteri Salmonella dan Listeria yang bisa menyebabkan seseorang keguguran.

Ice Cream

Bukan ancaman demam atau flu yang ditakutkan dari sebuah ice cream, namun beberapa jenis ice cream dibuat dengan proses pasteurisasi yang kurang sempurna. Dan ada pula yang dibuat dengan bahan telur mentah. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, telur mentah merupakan media yang tepat untuk penyebaran bakteri Salmonella. Inilah yang harus dipertimbangkan sebelum mengonsumsi sebuah ice cream.

Tomat dan Cabe

Bahan merah ranum yang menggiurkan ini seringkali ditemukan di dalam salad atau sambal. Memang segar apabila kedua jenis bumbu sayuran ini dicampurkan, namun dalam keadaan mentah mereka bisa berbahaya. Bahaya datang karena keduanya berpotensi masih menyimpan pestisida atau membawa bakteri di kulit mereka. Sehingga sudah seharusnya kita mencuci hingga bersih semua sayuran, dan bumbu-bumbu yang akan disajikan.

Taoge dan Jamur

Kedua tanaman ini memang rasanya lezat, namun mereka adalah sumber bakteri yang tumbuh di daerah lembab dan punya potensi yang banyak mengusung penyakit ke dalam tubuh Anda. FDA, seperti dikutip dari health.com menyarankan untuk mencuci bersih dan mengolah hingga matang kedua jenis sayuran ini.

Seandainya Anda ingin menyajikan taoge dalam keadaan mentah, pastikan Anda mencucinya dengan bersih dan sempat merendam dengan air hangat, sejenak.

Buah Berries dan Anggur

Buah-buah jenis yang tak perlu dikupas ini seringkali membuat kita lalai untuk mencucinya terlebih dahulu. Bahkan, terkadang seusai memetik dari kebun atau baru saja membeli dari pasar, kita tak segan memakannya karena sudah tak sabar. Padahal, kita tak pernah tahu berapa banyak pestisida dan bakteri yang menempel di kulit buah. Untuk itu, sebelum mengonsumsinya, pastikan kita mencuci bersih.

Semua makanan sebenarnya baik, jika kita tahu dan mempraktekkan pengolahannya dengan baik dan benar. Pastikan selalu mencuci bersih semua sayuran dan buah-buahan dengan air yang mengalir. Simpan di wadah yang aman dan jauh dari lalat. Lebih baik hidangkan menu-menu yang seharusnya dimasak terlebih dahulu. Makanan mentah mungkin terdengar menantang, namun bahaya di baliknya juga harus dipertimbangkan. Be wise!(kpl/ICH)