Kamis, 28 Oktober 2010

Saatnya yang Muda Tampil

Setiap 28 oktober memang layak sebagai hari ulang tahun bagi pemuda dan pemudi di tanah air ini. Dikarenakan sebagai sarana evaluasi dari apa yang telah dikerjakan dalam kurun waktu tahun dan 82 tahun semenjak kongres pertama dilakukan pada tanggal 28 oktober 1928 lalu.
Masih banyak PR yang belum selesai dan harus segera dikerjakan. Mengingat, peran pemuda sangat urgen sekali, masa depan bangsa terletak pada tangan generasi sekarang.

Minggu, 03 Oktober 2010

Kedaulatan Rakyat dalam Perspektif Pancasila

Bermula dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Dr. KRT Radjiman Wedjodiningrat dalam sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), “atas weltanschauung yang manakah negara yang baru ini di dasarkan”, atau negara yang baru ini berdasarkan atas weltanschauung apa?”3, diskusi tentang dasar negara ini lantas mulai bergulir pada awal-awal terbentuknya negara ini. Rumusan tentang dasar negara merupakan rumusan tentang pengakuan bersama mengenai prinsip-prinsip bersama suatu negara dan bangsa, yang disandarkan pada nilai-nilai yang ada dan secara alamiah tumbuh dan berkembang pada masyarakatnya. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa dasar negara merupakan cerminan dari karakter suatu negara dan bangsa, karena bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam negara dan bangsa tersebut.
Bagi para pendiri negara (the founding fathers), pembahasan tentang dasar negara ini sangatlah signifikan. Ia menjadi sangat “sakral”. Hal ini tidak saja terkait pada fungsinya yang menjadi rujukan pertama dalam penentuan kehidupan bernegara dan bermasyarakat suatu negara, tetapi juga terkait pada nilai historisnya yang sungguh tidak terbandingkan dengan konsensus apapun yang ada di suatu negara. Para pendiri negara ini mengetahui benar bahwa kesepakatan yang akan mereka hasilkan pada masa itu bukan merupakan hal yang “sepele”, melainkan menyangkut kehidupan negara tersebut pada masa itu dan masa yang akan datang.
Di Indonesia, perumusan tentang dasar negara ini telah melalui proses panjang yang cukup melelahkan. Para pendiri negara dan bangsa ini, the founding fathers,berkumpul bersama untuk mengutarakan hal-hal apa saja yang mereka kehendaki


dan mereka cita-citakan tentang bangunan bersama yang akan mereka susun secara bersama sama kelak. Di dalamnya ada proses yang terjadi. Ada opini yang digulirkan, ada diskusi yang digelontorkan, ada perdebatan sengit, ada eksplorasi dan ada rasionalisasi tentang rumusan-rumusan yang diajukan, hingga akhirnya dilahirkan suatu kesepakatan bersama (konsensus) dari pihak-pihak yang merupakan representasi seluruh masyarakat di negara dan bangsa tersebut. Pembahasan-pembahasan dan perdebatan-perdebatan yang terjadi pada proses perumusan tersebut memang harus dilakukan jika ingin menghasilkan suatu kesepakatan (konsensus) yang membawa kebaikan di masa yang akan datang4.
Tetapi apa sesungguhnya makna istilah dasar negara?

A.Pancasila Sebagai Dasar Negara

Melalui karyanya yang berjudul Nomoi (The Law)5, Plato berpendapat bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”. Begitu pula Aristoteles. Senada dengan Plato, ia menuliskan pandangannya mengenai signifikansi basis hukum dalam suatu negara6. Ia berpandangan bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum”.
Sebagai suatu ketentuan yang mengikat, norma hukum itu memiliki sifat yang berjenjang atau bertingkat. Artinya, suatu norma hukum akan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan bersumber lagi pada norma hukum yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma dasar/norma yang tertinggi dalam suatu negara yang disebut grundnorm. Dengan demikian grundnorm merupakan puncak dalam kesatuan tata hukum/norma-norma hukum yang berlaku di suatu negara. Norma-norma dasar inilah yang selanjutnya menjadi kerangka dasar dalam merumuskan masa depan (cita-cita dan tujuan) suatu negara.
Secara terminologi, istilah dasar negara terbentuk dari dua kata yaitu dasar dan negara. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata dasar berarti; (i) bagian yang terbawah; (ii) alas, pondamen; (iii) asas, pokok atau pangkal (suatu pendapat atau aturan, dsb)7. Sedangkan kata negara berarti: (i) persekutuan bangsa dalam satu daerah yang tentu batas-batasnya yang diperintah dan diurus oleh badan pemerintahan yang teratur; (ii) daerah dalam lingkungan satu pemerintah yang teratur. Apabila dikaitkan dengan negara, dasar negara dapat di artikan sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan negara yang meliputi berbagai bidang kehidupan.
Dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara, yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (recht-idee), baik tertulis maupun tidak tertulis, dalam suatu negara8. Cita hukum ini akan mengarahkan hukum pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Dalam suatu negara, cita-cita bersama ini sangat menentukan tegaknya konsti­tusi dan konsti­tusionalisme di suatu negara. Cita-cita ini mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat. Rumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama ini diperlukan untuk menjamin ke­ber­samaan di suatu masyarakat, dalam kerangka kehidupan bernegara. Selanjutnya rumusan cita-cita bersama ini disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam kon­teks kehidupan bernegara.
Di Indonesia, dasar negara yang disepakati adalah Pancasila yang berarti lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewu­judkan tujuan bernegara. Lima prinsip dasar Panca­sila itu mencakup sila atau prinsip (i) Ketuhanan Yang Maha Esa; (ii) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (iii) Persatuan Indonesia; (iv) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelima sila tersebut dipakai sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal berne­gara, yaitu: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (ii) meningkatkan kesejah­teraan umum; (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerde­kaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial. Pancasila dan tujuan negara tersebut dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Lahirnya dasar negara Pancasila tidaklah taken for granted, melainkan merupakan sebuah kesepakatan yang dibuat dengan melalui perdebatan yang tajam. Para pendiri negara dengan sangat cemerlang mampu memilih menyepakati pilihan yang pas tentang dasar negara sesuai dengan karakter bangsa, menjadi sebuah negara modern yang berkarakter religius, tidak sebagai negara sekuler juga tidak sebagai negara agama. Rumusan konsepsinya benar-benar diorientasikan pada dan sesuai dengan karakter bangsa. Mereka bukan hanya mampu menyingkirkan pengaruh gagasan negara patrimonial yang mewarnai sepanjang sejarah nusantara prakolonial, namun juga mampu meramu berbagai pemikiran politik yang berkembang saat itu secara kreatif sesuai kebutuhan masa depan modern anak bangsa9.
Istilah Pancasila pertama kali disebut dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat membahas dasar negara, khususnya dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar negara sebagai filosofische grondslag, yaitu sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, yang di atasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia. Soekarno juga menyebutnya dengan istilah weltanschauung atau pandangan hidup.10
Pidato Soekarno pada saat itu adalah salah satu dari rangkaian pandangan yang disampaikan dalam persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara. Selain Soekarno, anggota-anggota yang lain juga mengemukakan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dalam persidangan tersebut, kemudian ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. M. Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata, Mr. A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H. Wachid Hasjim. Tim ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta dan diterima oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945.11 Dokumen inilah yang nantinya menjadi Pembukaan UUD 1945 setelah terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini, namun dokumen ini adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan sendirinya merepresentasikan berbagai pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini, disamping memuat lima dasar negara yang dikemukakan oleh Soekarno dengan penyempurnaan, juga memuat pokok-pokok pikiran yang lain.
Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai filosofische grondslag ataupun weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan tersebut, yaitu Pembukaan UUD 1945 itulah yang merupakan weltanschauung dan filosofische grondslag bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
Sebagai pandangan hidup (weltanschauung), Pancasila berfungsi sebagai cita-cita atau idea yang semestinya harus selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud. Sebagai dasar negara (filosofische grondslag), Pancasila sebagai landasan dan panduan dasar dalam penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan kehidupan masyarakat. Pancasila adalah pedoman sekaligus filter yang membingkai penyelenggaraan negara dan perkembangan masyarakat. Sila-sila Pancasila menjadi panduan dalam segala pelaksanaan aktivitas negara dan masyarakat, termasuk didalamnya adalah panduan dalam kegiatan politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan lain sebagainya. Selain itu, sebagai bingkai hukum tertinggi, Pancasila juga sepatutnya menjadi rujukan utama proses pembuatan Undang-Undang. Pancasila juga harus dijadikan ukuran untuk menguji konstitusionalitas suatu Undang-Undang12.
Pada dasarnya, karena kedudukan Pancasila sebagai filofische grondslag dan weltasshauuung, maka setiap warga negara berhak untuk menafsirkannya. Hal ini menunjukkan bahwa Pancasila sesungguhnya adalah sebuah ideologi terbuka, yang perlu untuk bersifat aktual, dinamis, antisifasif dan mampu adaptif terhadap perkembangan zaman. Keterbukaan ideologi pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya agar lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang selalu berkambang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan zaman. Sebagai ideologi terbuka, falsafah negara dapat terbuka karena hanya mengenai orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan norma-norma politik-sosial seharusnya selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan prinsip-prinsip moral dan cita-cita masyarakat lainnya. Ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan karenanya tidak dapat dipakai untuk melegitimasikan kekuasaan sekelompok orang13.
Terminologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa Orde Baru. Namun dalam pelaksanaannya pada masa itu lebih menunjukkan Pancasila sebagai ideologi tertutup. Pancasila, saat itu terposisikan sebagai alat hegemoni elit penguasa untuk mengekang kebebasan dan melegitimasi kekuasaannya. Armahedy Mahzar berpandangan bahwa salah satu penyebab utama timbulnya monointerpretasi terhadap Pancasila oleh penguasa adalah sebagai akibat dari diterapkannya Pancasila sebagai ideologi.14 Seharusnya Pancasila, demikian Mahzar, tidak boleh lagi menjadi sekadar ideologi politik negara, melainkan harus berkembang menjadi paradigma peradaban global.15 Di pihak lain, anggapan bahwa Pancasila merupakan ideologi, baik dalam pengertian ideologi negara, atau ideologi bangsa masih dipertahankan kelompok masyarakat yang lainnya. Ini terlihat pada pandangan Koentowijoyo16, Azyumardi Azra, Asvi Warman Adam dan Budiarto Danujaya17, James Dananjaya18, dan Asyari19. Patut dicatat bahwa pendapat yang bertolak belakang tentang Pancasila itu muncul sebagai bagian dari kekecewaan terhadap perkembangan Pancasila selama ini, yaitu terhadap interpretasi dan pelaksanaan Pancasila di bawah rezim pemerintah Indonesia sebelumnya. Dengan kata lain, kedua kubu yang memberikan penilaian berbeda tentang status Pancasila tersebut masing-masing meletakkan analisisnya dalam kerangka evaluasi terhadap perkembangan Pancasila seperti yang dipraktekkan pada jaman Orde Baru.
Persoalan ini tentu saja merupakan persoalan yang cukup serius. Untuk itulah, pada saat penafsiran Pancasila tersebut berada pada konteks kehidupan bernegara, maka diperlukan penafsiran yang mencerminkan konstitusi dan dibuat dengan mekanisme yang demokratis. Penafsiran Pancasila sebagai dasar negara, seharusnya tidak boleh diperumit oleh berbagai pemikiran teoritis oleh pendapat orang-perorang. Karena itu, satu satunya penafsiran yang benar adalah oleh dan dengan konstitusi. Dengan demikian dasar negara Pancasila ketika berfungsi sebagai pembentuk sistem, struktur, dan kultur bernegara terdapat dalam Undang Undang Dasar (UUD). Ini adalah kata kunci dalam melihat hal ini, sehingga tafsir di luar konstitusi hanyalah bagian dari diskursus yang dihormati tetapi tidak mengandung ikatan konstitusional.


B. Demokrasi dan Pancasila

"Demokrasi20" bermula dari istilah Yunani Klasik pada abad ke-5 SM. Istilah yang dikenalkan pertama kali di Athena ini berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan (rule) atau kekuasaan (strength).21 Dalam konklusi sederhana, demokrasi dapat diberi pengertian sebagai sebuah pemerintahan yang dilangsungkan dengan dilandasi kedaulatan rakyat sebagai puncak kekuasaan tertinggi, atau yang biasa kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat,


oleh rakyat, dan untuk rakyat22. Abraham Lincoln pada 1867 memberikan pengertian demokrasi sebagai “ government of the people, by the people, and for the people”.
Aristoteles, filsuf Yunani kelahiran 387 SM kemudian menjabarkan istilah demokrasi dalam hubungannya dengan konsep kedaulatan negara, apakah dipegang oleh satu orang, sekelompok orang atau banyak orang. Apabila satu orang yang memegang kedaulatan untuk kepentingan orang banyak maka disebut monarki. Jika yang memegang kedaulatan sekelompok orang untuk orang banyak maka disebut aristokrasi. Bentuk kemunduran dari monarki adalah tirani. Tirani merupakan kedaulatan yang dipegang oleh satu orang namun untuk kepentingannya sendiri. Selanjutnya ada oligarki, yang merupakan kemunduran dari aristokrasi, dan akhirnya adalah demokrasi sebagai bentuk penyimpangan dari politiea, yaitu jika kedaulatan negara dipegang oleh banyak orang yang tidak punya tujuan23.
Senada dengan Aristoteles, Plato menggunakan istilah demokrasi sebagai salah satu dari lima bentuk sistem politik negara lainnya, yaitu aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi, dan tirani. Berbeda dengan sistem politik tersebut, demokrasi ini memberi kesempatan kepada rakyat untuk turut menentukan arah kebijaksanaan pemerintah. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan yang menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Dalam bentuk negara demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat sehingga kepentingan umum lebih diutamakan24.

Dalam catatan David Held, demokrasi langsung (direct democracy) dimulai pada zaman Athena, Yunani kuno 800 tahun sebelum masehi (SM).25 Hal itu sebagaimana dinyatakan Pericles, seorang bangsawan Athena, dalam pidatonya yang sangat terkenal, berjudul ”Funeral Oration” bahwa; “our constitution is named a democracy, because it is in the hands not of the few, but of the many”.26 Pemaknaan orang banyak (many) dalam pidato Pericles tersebut bukanlah bermakna perwakilan orang banyak, tetapi memang dilakukan oleh setiap orang. Kemudian demokrasi Athena itu runtuh, diakibatkan amat sulit sekali melaksanakannya. Bayangkan sebuah lembaga tertinggi yang disebut Majelis sekurang-kurangnya melaksanakan rapat 40 kali setiap tahunnya dan memiliki kuorum sebesar 6.000 warga.27 Menurut E.E. Schattschneider yang kemudian dikutip oleh Larry Berman dan Bruce Allen Murphy bahwa pelaksanaan demokrasi di Amerika yang berpopulasi sekitar 260 juta orang (1969) akan menghabiskan banyak waktu sia-sia jika diterapkan sistem demokrasi langsung.
Merely to shake hands with that many people would take a century…A single round of five minute speeches would require five thousand years. If only I percent of those present spoke, the assembly would be forced to listen to two million speeches. People could be born, grow old, and die while they waited for the assembly to make one decision.28

Oleh karena itu Berman dan Allen Murphy berpendapat bahwa demokrasi langsung hanya bisa dilaksanakan dalam sebuah wilayah kecil yang masyarakatnya homogen. Jika itu coba dilaksanakan pada masyarakat sosial yang beragam, sebagaimana Indonesia, maka jelas-jelas konsep tersebut tidak praktis (cumbersome) dilaksanakan.29
Sejak demokrasi klasik di Athena-Yunani yang melaksanakan pemerintahan secara langsung oleh rakyat itu sendiri menemukan kegagalan,30 maka demokrasi tidak langsung (indirect democracy) menjadi pilihan.31

Konsep indirect democracy32 ini juga disebut dengan representative democracy33.
Pada abad ke-18, demokrasi akhirnya memiliki makna yang sifatnya lebih modern, yaitu ketika konsep trias politika muncul. Di negara-negara lainnya pun demokrasi terus berkembang dan bermuara pada tafsir masing-masing bangsa (negara). Kamus Hukum Black dan Kamus Webster memaknai demokrasi sebagai; ”a government by the people, either directly or through elected representatives34; rule by the ruled.”35 Demokrasi adalah sebuah pemerintahan oleh rakyat yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat itu sendiri ataupun melalui perwakilan yang dipilih oleh rakyat dan diatur melalui ketentuan-ketentuan hukum.
Arend Lijphart dalam Democracy in Plural Societies, A Comparative Exploration, menyebutkan bahwa “pekerjaan” memaknai demokrasi adalah suatu proses yang sangat menantang. Lijphart berkeyakinan bahwa demokrasi bukanlah sebuah sistem yang akan dapat berjalan sesuai dengan pemikiran ideal dalam imajinasi manusia. ”It is not a system of government that fully embodies all democratic ideals, but one that approximates them to a reasonable degree.”36 Demokrasi bukanlah sebuah sistem pemerintahan yang mampu mewujudkan seluruh konsep demokrasi ideal (utopis), melainkan melaksanakan sebagian (atau keseluruhan) dari cita-cita ideal tersebut dalam sebuah tingkatan yang masuk akal. Sehingga demokrasi adalah sebuah hal yang mestinya dilakukan berdasarkan keinginan rakyat tetapi juga mengedepankan kepada logika pelaksanaan (reasonable). Seluruh ciri-ciri demokrasi yang ideal mungkin dapat dilaksanakan, namun tentu saja tidak akan mampu mencapai puncak maksimalnya.
Ada sepuluh keuntungan demokrasi dibandingkan sistem politik lainnya, yaitu: 1) demokrasi mencegah tumbuhnya pemerintahan otokratis yang kejam; 2) demokrasi menjamin hak asasi warga negaranya yang tidak diberikan oleh sistem-sistem yang lain; 3) demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warganegaranya; 4) demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasar mereka; 5) demokrasi membantu perkembangan manusia lebih baik; 6) demokrasi memberikan kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri; 7) demokrasi memberikan kesempatan untuk menjalankan tanggungjawab moral; 8) demokrasi membantu perkembangan politik; 9) negara-negara demokrasi tidak berperang satu dengan lainnya; serta 10) negara-negara demokratis cenderung lebih makmur daripada negara-negara dengan pemerintahan yang nondemokratis.37
Tapi kemudian timbul pertanyaan, apakah dapat dinyatakan bahwa konsep demokrasi pancasila tersebut adalah sebuah demokrasi? Jika jawabannya adalah positif, maka timbul pertanyaan selanjutnya apa saja kriteria atau prinsip-prinsip sehingga konsep demokrasi keindonesiaan itu dapat dikatakan demokrasi?


Prinsip-Prinsip Negara Demokrasi

Leon P. Baradat menyatakan bahwa demokrasi mungkin adalah ideologi politik paling populer, tidak saja di Amerika tetapi juga di pelbagai tempat di dunia. Bahkan saking populernya ”makhluk” yang bernama demokrasi itu telah ditentukan prinsip-prinsipnya dalam bentuk dokumen-dokumen fundamental, seperti dari PBB dan lembaga-lembaga internasional lainnya. Walaupun dilandasi oleh dokumen-dokumen yang luar biasa (berlaku internasional), namun, sebagaimana disindir oleh Baradat, hal itu seringkali hanya menjadi lip service belaka.38 Oleh karena itu demokrasi hampir dapat disamakan sebagai sebuah konsep untuk menggapai cita-cita atau kehendak yang ingin dicapai oleh sebuah bangsa. Sebuah cita-cita tentu membutuhkan simbol-simbol hiperbola, sebuah harapan akan capaian yang ingin diperoleh. Walaupun demokrasi memiliki poin-poin hiperbola tersebut bukan berarti tidak dapat diwujudkan, hanya saja jika terlalu berharap kepada bentukan ideal demokrasi, sebagaimana dikatakan Lijphart di atas, tentu tidak mungkin. Bagaimanapun demokrasi adalah sebuah konsep hasil produksi manusia, sehingga dalam implementasinya tentu memiliki beragam kekurangan.
Untuk memagari agar capaian demokrasi mampu mendekati harapan dari cita-cita ideal manusia tentang demokrasi, maka oleh pelbagai ahli ditentukanlah prinsip-prinsip demokrasi tersebut. Robert A. Dahl mengemukan 6 prinsip yang harus ada dalam sistem negara demokrasi:
1.Para pejabat yang dipilih. Pemegang atau kendali terhadap segala keputusan pemerintahan mengenai kebijakan secara konstitusional berada di tangan para pejabat yang dipilih oleh warga negara. Jadi, pemerintahan demokrasi modern ini merupakan demokrasi perwakilan;
2.Pemilihan umum yang jujur, adil, bebas, dan periodik. Para pejabat ini dipilih melalui Pemilu;
3.Kebebasan berpendapat. Warga negara berhak menyatakan pendapat mereka sendiri tanpa halangan dan ancaman dari penguasa;
4.Akses informasi-informasi alternatif. Warga negara berhak mencari sumber-sumber informasi alternatif;
5.Otonomi asosiasional, yakni warga negara berhak membentuk perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi yang relatif bebas, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan;
6.Hak kewarganegaraan yang inklusif.39

Prinsip-prinsip demokrasi selain diatur dalam kerangka organisasi-organisasi internasional tersebut juga diatur dalam hukum tertinggi sebuah negara. Demokrasi di Amerika dilandasi kepada konstitusinya. Sehingga prinsip-prinsip demokrasi Amerika dapat ditelusuri melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang tertingginya tersebut. Prinsip-prinsip demokrasi di Amerika adalah sebagai berikut40:

1.Pembatasan kekuasaan Pemerintahan (limited government);
2.Pemisahan kekuasaan dan mekanisme saling mengawasi (separation of power and checks and balances);
3.Pengujian produk hukum oleh peradilan (judicial review);
4.Kebebasan individu (individual liberties);
5.Federalisme (federalism);
6.Perubahan konstitusi (amendments)41.

Indonesia memiliki prinsip cita demokrasi sendiri sebagaimana telah digariskan oleh para pendiri bangsa dalam rapat-rapat BPUPKI. Tentu saja konsep demokrasi yang berdasarkan pada sila-sila Pancasila yang disusun oleh para pendiri bangsa kita itu tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi umum yang disepakati para ahli dan organisasi internasional yang ada. Begitu juga dengan model bangunan demokrasi pancasila itu sendiri, selain memiliki gambaran tersendiri, juga tidak bertentangan dengan model-model demokrasi yang berlaku umum. Bahkan, jika ingin dibandingkan, baik bersandarkan kepada konsep Dahl atau konstitusi Amerika, maka hampir seluruh elemen itu dapat terlihat dalam konstitusi negara Republik Indonesia, UUD 1945. Hanya konsep federalisme yang merupakan ciri khas demokrasi Amerika yang tidak beriringan dengan demokrasi Pancasila di Indonesia.

Model-model Demokrasi

Setidaknya menurut Peter J. Steinberger ada dua hal penting yang harus dipenuhi oleh setiap jenis model demokrasi, yaitu ; (a) pemerintahan memberikan ”ruang” (baca; sistem) yang sama bagi setiap warga negara untuk menentukan tujuan-tujuan praktis dalam bernegara; (b) memperoleh kesamaan tersebut didasari dari suatu kuantitas dan tingkatan keinginan dari individu-individu yang biasanya disebut dengan rakyat (commons).42 Dua poin Steinberger tersebut dapat disederhanakan, yaitu sebuah negara dapat disebut demokrasi apabila mengandung dua hal: (1) negara tersebut menjamin hak-hak warga negaranya, baik dalam berpendapat, maupun hak-hak lainya; dan (2) suara mayoritas adalah kehendak yang dijalani tanpa mengabaikan perlindungan hak-hak minoritas (karena dijamin dalam poin pertama)43.
Deddy Ismatullah dan Asep A. Sahid Gatara memisahkan model-model demokrasi dengan menggunakan pendekatan dari beberapa aspek sudut pandang. Pertama, dilihat dari sudut pandang titik tekan yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat dibagi:
1.demokrasi formal, yaitu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Jadi, kesempatan ekonomi dan politik bagi semua orang adalah sama.
2.demokrasi material, yakni demokrasi yang menekankan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan, atau bahkan dihilangkan.
3.demokrasi gabungan, yakni demokrasi sintesis dari demokrasi formal dan demokrasi material. Demokrasi ini berupaya mengambil hal-hal baik dan membuang hal-hal buruk dari demokrasi formal dan demokrasi material.44

Pembagian demokrasi yang kedua menggunakan pendekatan cara pandang kehendak rakyat. Demokrasi dengan pendekatan ini terbagi:
1.demokrasi langsung, yakni rakyat secara langsung mengemukakan kehendaknya di dalam rapat yang dihadiri oleh seluruh rakyat.
2.demokrasi perwakilan atau demokrasi representatif, yakni rakyat menyalurkan kehendaknya, dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat. Pada era modern ini, pada umumnya, negara-negara menjalankan demokrasi perwakilan mengingat jumlah penduduk cenderung bertambah banyak dan wilayah negara semakin luas sehingga demokrasi langsung sulit untuk dijalankan.
3.demokrasi perwakilan dengan sistem referendum, yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Ini artinya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam dewan perwakilan rakyat, tetapi dewan ini dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum dan initiatif rakyat.45

Tabel I. Bentuk-Bentuk Demokrasi
Demokrasi Langsung

KELEBIHAN
KEKURANGAN
Menjamin kendali warganegara terhadap kekuasaan politik
Sulit dioperasikan pada masyarakat yang berukuran besar
Mendorong warganegara meningkatkan kapasitas pribadinya; misalnya meningkatkan kesadaran politik, meningkatkan pengetahuan pribadi dll
Menyita terlalu banyak waktu yang diperlukan warganegara untuk melakukan hal-hal lain; dan karenanya bisa menimbulkan apatisme
Membuat warganegara tidak tergantung pada politisi yang memiliki kepentingan sempit
Sulit menghindari bias kelompok dominan
Masyarakat lebih mudah menerima keputusan yang sudah dibuat
Masyarakat lebih dekat dengan (konflik) politik dan karenanya berpotensi melahirkan kehidupan bersama yang tidak stabil




Demokrasi Perwakilan

KELEBIHAN
KEKURANGAN
Lebih mudah diterapkan dalam amsyarakat yang lebih kompleks
Jarak yang jauh dari proses pembuatan kebijakan yang sesungguhnya bisa membuat masyarakat bisa menolaknya ketika hendak diterapkan
Mengurangi beban masyarakat dari tugas-tugas membuat, merumuskan dan melaksankan kebijakan bersama
Mudah terjebak dalam kepentingan para wakil rakyat yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat
Memungkinkan fungsi-fungsi pemerintahan berada di tangan-tangan yang lebih terlatih untuk itu\
Demokrasi perwakilan menghadapi persoalan waktu dan jumlah seperti yang dihadapi demokrasi langsung
Sumber: Eric Heirij

Demokrasi berlandaskan pancasila dari sudut pandang ini adalah demokrasi perwakilan. Hal itu juga dapat dipahami melalui pandangan-pandangan para founding fathers kita. Mohammad Hatta dalam bukunya Demokrasi Kita menyitir hal tersebut.
Oleh sebab itu menurut dasar demokrasi sekarang keputusan yang paling tinggi dalam hal urusan dan pemerintahan ada pada rakyat dengan perantaraan Dewan Perwakilannya, maka pemerintahan yang semacam itu boleh dinamai Pemerintahan Rakyat. Demokrasi adalah Pemerintahan Rakyat.46

Bahkan Soekarno menjelaskan bahwa fungsi badan perwakilan adalah untuk menempatkan perwakilan masing-masing golongan yang akan memperjuangkan nasib golongannya. Badan perwakilan tersebut merupakan representasi golongan-golongan tersebut yang dipilih melalui suatu pemilihan umum yang juga harus sesuai dengan kriteria demokrasi. Soekarno dalam pidatonya pada rapat 1 Juni 1945 mengemukakan konsep demokrasi perwakilan tersebut.
Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.47


Demokrasi Permusyawaratan

Dalam konsep awal tentang demokrasi (pada abad ke-14), pemikiran-pemikiran Renaissance di Eropa sangat mendominasi bangunan konsep demokrasi, di antaranya adalah pola pikir yang sangat menekankan kebebasan manusia sebagai individu dalam kehidupan. Para filsuf abad tersebut memandang individu sebagai mahluk yang lahir dengan kebebasan penuh dan sama satu dengan yang lain (men are created free and equal). Kebebasan itulah yang akhirnya memberikan kepadanya hak untuk mencapai segala hal yang diinginkan. Inilah yang dinamakan individualisme (liberalisme). Selanjutnya pandangan ini kental sekali mempengaruhi demokrasi, terutama demokrasi liberal. Demokrasi liberal lebih menekankan pada pengakuan terhadap hak-hak warga negara, baik sebagai individu ataupun masyarakat, dan karenanya lebih bertujuan menjaga tingkat represetansi warganegara dan melindunginya dari tindakan kelompok atau negara lain48.
Bagi bangsa Indonesia, pilihan yang tepat dalam berdemokrasi adalah dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, yaitu suatu demokrasi yang melandaskan dirinya pada norma di balik butir-butir dasar negara kita. Demokrasi yang senantiasa dialiri roh ketuhanan dan kemanusiaan. Demokrasi yang senantiasa membuat setiap ragam aliran menjadi merasa tersatukan. Demokrasi yang membolehkan setiap orang untuk berbeda pendapat, dan demokrasi yang memandang dan menempatkan setiap orang pada kedudukan yang sama, adil dan setara dalam konteks kemasyarakatan, kenegaraan dan peradaban. Paham demokrasi sendiri sudah sangat sesuai dengan  kepribadian bangsa yang berasal dari tata nilai sosial dan akar budaya sendiri, yaitu keluhuran nilai kekeluargaan dan musyawarah mufakat. Demokrasi yang berlandaskan Pancasila menjamin bahwa rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri disertai bertanggung jawab, serta menciptakan keselarasan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya, serta manusia dengan lingkungannya dalam arti yang lebih luas.
Secara umum Demokrasi Permusyawaratan dimaknai sebagai demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintergrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Demokrasi Permusyawaratan adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan Pembukaan UUD 194549. Prof. Dr. Drs. Notonagoro, S.H, dalam bukunya menyebutkan bahwa Demokrasi Permusyawaratan adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, yang berkeprimanusiaan yang adil dan beradab, yang mempersatukan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang-sidang Badan Penyelisik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan50 (BPUPK) merupakan awal mula lahirnya demokrasi bercitarasa keindonesiaan, demokrasi berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Walaupun peristilahan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen dipopularkan dalam masa pemerintahan otoriter Orde Baru, namun pada hakikatnya demokrasi berlandaskan nilai-nilai Pancasila tersebut akarnya berasal dari pemikiran-pemikiran bapak dan ibu bangsa (founding fathers and mothers) dalam persidangan dari 28 Mei sampai 22 Agustus 1945 tersebut.
Pancasila yang disebut dalam pidato Soekarno sebagai sebuah filosofiche grondslag itu lahir dalam pemikiran para pendiri bangsa yang khas keindonesiaan. Sebuah patokan dasar mengenai bangunan demokrasi negara, sebuah filosofi nasional (weltanschauung). Demokrasi yang berpondasikan Pancasila tersebut, sebagaimana dikatakan Soekarno, tidak sama dengan demokrasi yang dianut oleh negara-negara lain.
Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu; itulah yang dahulu saya namakan socio-nationalisme. Dan demokrasi yang bukan demokrasi Barat, tapi politiek-economischedemocratie, yaitu politieke-democratie dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskanpula menjadi satu; Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie.51

Gagasan demokrasi yang dikembangkan oleh the founding fathers adalah demokrasi yang utuh dan menyeluruh, yang mencakup kedua bidang – politik dan ekonomi – sekaligus. Pandangan yang demikian itulah yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 dimana di dalamnya terdapat Pancasila. Mengenai hal ini, Soekarno dalam BPUPK menyatakan bahwa;
Saudara-saudara, saya usulkan; kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil? Yang dimaksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid, rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.52

Konsep demokrasi berlandaskan nilai-nilai Pancasila yang “berwawasan” demokrasi politik dan ekonomi (politiek ecomische democratie) tersebut juga diuraikan dalam sila ke-5 Pancasila, yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Filosofi tersebut kemudian dijabarkan ke dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat (3); “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Bahkan di dalam pasal-pasal hak asasi manusia juga dicantumkan semangat demokrasi politik dan ekonomi tersebut (misalnya Pasal 28C dan Pasal 28H).
Oleh karenanya studi perbandingan konsep bertatanegara dan berdemokrasi hanya dapat dijadikan sebagai bagian pembanding. Tapi menyatakan bahwa demokrasi Indonesia harus menyerupai mutlak apa yang dipraktikkan di Barat adalah kesalahan besar. Hal itu karena weltanschauung, filosofi bernegara kita sangat berbeda dengan mereka. Masing-masing negara memiliki landasan filosofi mereka sendiri dalam bernegara sebagaimana disampaikan Soekarno.
Hitler mendirikan Jermania di atas ”national-sozialistische weltanschauung”, -filsafat nasional- sosialisme telah menjadi dasar negara yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas satu ”Weltanschauung”, yaitu Marxistische Historich-Materialistiche Westanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas ”Tennoo Koodoo Seishin”. Di atas ”Tennoo Koodoo Seishin” inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibnu Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu ”Weltanschauung”, bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam.53

Oleh karena filosofi tiap-tiap negara dibangun atas masing-masing weltanschauung yang berbeda, maka dapat dipastikan pula bahwa beberapa konsep pelaksanaannya pastilah berbeda-beda pula. Begitu pula dengan pelaksanaan demokrasinya pasti juga tidak akan sama satu sama lainnya. Namun tentu terdapat pula sebuah garis merah yang dapat menjadi patokan agar sebuah negara dapat disebut demokratis atau tidak demokratis.
Garis merah itu adalah kedaulatan rakyat. Apabila dalam sebuah negara suara rakyat melalui lembaga perwakilannya menentukan arah kebijakan, aturan hukumnya, maka negara tersebut adalah negara demokrasi. Indonesia memperlihatkan cita-cita demokrasi tersebut. Soekarno dalam pidatonya yang ”berapi-api” pada sidang BPUPK 1 Juni 1945 menyebutkan kedaulatan rakyat melalui konsep perwakilan tersebut.

”...Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara ”semua buat semua”, ”satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.”54


C. Kedaulatan Rakyat dalam Demokrasi Permusyawaratan

Kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara demokratis yang merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Pada mulanya konsep kedaulatan (sovereignty) diperkenalkan oleh Jean Bodin (1576) yang bermakna kekuasaan tertinggi dalam komunitas politik.55 Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara: “Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”. 56
Konsep kedaulatan rakyat (popular sovereignty) baru dikenal sekitar pertengahan tahun 1.600 ke tahun 1.700 yang didasari ide kontrak sosial.57 Yaitu sebuah ide yang menyatakan bahwa secara alamiah kekuasaan itu padamulanya berada ditangan rakyat yang kemudian diserahkan kepada para pejabat negara untuk melaksanakannya. Ide tersebut sebagaimana diketahui umum dipopularkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan Jean Jacques Roeseau (1712-1778). Abraham Lincoln menggambarkan kedaulatan rakyat sebagai elemen penting dari demokrasi melalui kalimat; “democracy is government of the people, by the people and for people”.58 Artinya landasan penting demokrasi adalah kekuasaan rakyat.
Kedaulatan rakyat dapat diselenggarakan secara langsung atau melalui perwakilan. Prinsip ini menganut pembagian kekuasaan (distribution of power). Beberapa negara lain menganut prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power) antara Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sebagai wujud langsung dari kedaulatan rakyat melalui Pemilihan Umum langsung, kecuali lembaga Yudikatif melalui DPR.
Lalu, bagaimana kedaulatan rakyat di Indonesia diletakkan?
Perlu disadari bahwa meskipun Pancasila bersifat final dalam konstitusi negara, UUD 1945 sebagai penjabaran lebih lanjut tidak serta merta kebal terhadap perubahan59. Untuk itulah dilakukan perumusan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan negara yang lebih rinci dan bersifat tegas, yang merupakan interpretasi dan penterjemahan dari dasar negara Pancasila, dalam suatu dokumen konstitusi pada momentum Perubahan UUD 1945 sejak 1999-200260. Perubahan dilakukan dalam empat tahapan, dimana setiap tahapan merupakan bagian dari kesatuan perubahan yang bersifat komprehensif. Perubahan Pertama (1999), Perubahan Kedua (2000), Perubahan Ketiga (2001) dan Perubahan Keempat (2002). Kelima nilai bersama bangsa Indonesia dalam rumusan Pancasila dijabarkan dan dituangkan dalam pasal-pasal Perubahan UUD 1945. Dengan demikian, setelah mengalami perubahan, UUD 45 menjadi lebih memiliki kemampuan dan kapasitas. Dengan cara demikian itulah ideologi Pancasila menjadi bersifat operasional dalam kehidupan kemasyarakan dan kebangsaan Indonesia61.
Terdapat beberapa alasan mengapa UUD 1945 perlu diubah, di antaranya62: (i) bahwa praktek ketatanegaraan selama ini penuh dengan rekayasa dan usaha-usahalain serta belum mampu menciptakan pemerintahan yang stabil dan demokratis. Hal itu disebabkan karena banyaknya kelemahan pada UUD 1945; (ii) bahwa sesuai UUD 1945, MPR merupakan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat dengan kekuasaan tidak terbatas. Akibatnya rakyat sendiri kehilangan kedaulatannya; (iii) bahwa Pancasila merupakan norma dasar (fundamental norm) yang tidak langsung bersifat operasional. Karena itu harus dijabarkan dalam pasal-pasal sesuai dengan perkembangan jaman; (iv) bahwa UUD 1945 masih bersifat sementara. Hal ini didasarkan pada Pidato Presiden Soekarno pada Rapat Penutupan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. (v) bahwa UUD 1945 dipandang terlalu sumir, ringkas serta bersifat executive heavy. Selain itu, masih belum lengkapnya pengaturan tentang HAM, lemahnya pembatasan kekuasaan dan tidak memadainya sistem checks and balances.
Meskipun demikian, perubahan konstitusi ini sama sekali tidak mengubah cita-cita awal negara seperti yang dirumuskan para founding fathers negara ini. Untuk itu ditetapkan kanal atau koridor agenda reformasi konstitusi. Di antaranya: (i) tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; (ii) tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (iii) mempertegas sistem pemerintahan presidensial; (iv) Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan dimasukkan ke dalam pasal-pasal; (v) perubahan dilakukan dengan cara adendum63. Berdasarkan koridor tersebut, diharapkan UUD 1945 setelah perubahan dapat menjawab tuntutan reformasi itu sendiri yaitu menciptakan tatanan bernegara yang demokratis secara politik, sosial dan ekonomi sebagaimana yang diamanatkan oleh Pancasila.
Terkait dengan bagaimana mekanisme kedaulatan rakyat dijalankan, founding fathers menjatuhkan pilihan bahwa:

Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 sebelum perubahan.
“Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”

Dengan bunyi seperti itu maka Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah menjadi lembaga pemegang kedaulatan rakyat. MPR menjadi lembaga tertinggi negara. Ini menjadi masalah serius pada sistem yang demokratis. Prinsip-prinsip kedaulatan rakyat yang terdapat dalam Pancasila menjadi tereduksi. Pemisahan kekuasaan yang menjadi semangat dan roh dalam sistem demokrasi tidak tercermin dalam sistem politik Indonesia. Antara kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif di Indonesia tidak terdapat batasan yang tegas. Padahal tidak ada suatu negara demokratispun di dunia yang tidak memisahkan kekuasaan negaranya. Jika hal ini sudah diingkari, maka akan terjadi seperti yang dikatakan oleh Montesquieu64, yaitu
“Ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada kebebasan, karena kesanggupan akan muncul dengan membuat perundang-undangan yang tiran dan dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat, dan lembaga tersebut akan berbuat tirani.....Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan sebagai penindas”

Sebagai implikasinya terjadi hubungan yang tidak seimbang antara lembaga-lembaga negara. Prinsip-prinsip check and balances yang seharusnya ada dalam suatu negara yang mengadopsi sistem demokrasi menjadi teringkari. Seluruh lembaga-lembaga negara di Indonesia pada masa itu diharuskan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada MPR. Apalagi ketika kemudian Penjelasan UUD 1945 menyebutkan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi di bawah Majelis, maka sistem kenegaraan Indonesia menjadi sangat sentralistik secara konstitusional. Padahal kekuasaan yang terpusat hanya pada satu lembaga bahayanya sama dengan kekuasaan yang terpusat pada satu orang (personification of power). Apalagi apabila dalam praktek, pemusatan itu adalah muara dari pemusatan dua-duanya. Jika itu yang terjadi, pendapatnya Lord Acton menjadi berlaku, power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.
Setelah perubahan UUD 1945, pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut berubah menjadi:
Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan
”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan me­nurut Undang-Undang Dasar.”
Berdasarkan perubahan tersebut, kedaulatan rakyat, menurut UUD 1945 setelah perubahan, dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang juga diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 setelah perubahan. Presiden menjalankan kedaulatan rakyat untuk menjalankan pemerintahan negara. DPR menjalankan kedaulatan rakyat untuk membentuk undang-undang dan mengawasi Presiden. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjalankan kedaulatan rakyat dalam bidang yudikatif dan peradilan.
Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama kedudukannya dengan lembaga negara lain. Kewenangan MPR yang begitu besar seperti hak untuk mengangkat Presiden dan Wakil Presiden secara rutin, menetapkan GBHN, dan memberhentikan Presiden menjadi tereduksi65. Kedaulatan rakyat, menurut UUD 1945 setelah perubahan, dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara yang juga diatur secara jelas kewenangannya dalam UUD 1945 setelah perubahan. Presiden menjalankan kedaulatan rakyat untuk menjalankan pemerintahan negara. DPR menjalankan kedaulatan rakyat untuk membentuk undang-undang dan mengawasi Presiden. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi menjalankan kedaulatan rakyat dalam bidang yudikatif dan peradilan.
Dengan demikian, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dilahirkan dalam UUD 1945 setelah perubahan, pemisahan kekuasaan di Indonesia menjadi lebih tegas. Selain itu kerangka hubungan antarlembaga negara yang dibangun dalam UUD setelah perubahan ini menjadi lebih sesuai dengan prinsip checks and balances, sebagaimana yang diamanatkan Pancasila, yaitu hubungan yang seimbang antara lembaga negara satu sama lainnya dan saling kontrol berdasarkan ketentuan UUD66. Dari sini bisa dipahami bahwa kedaulatan rakyat di dalam pelaksanaan sebuah sistem kenegaraan harus ada batasan yang jelas agar kedaulatan rakyat tidak disalahgunakan.

Mekanisme Kedaulatan Rakyat: Pemilihan Umum
Sebagai konstitusi politik, UUD 1945 setelah perubahan juga mengatur mengenai mekanisme demokrasi politik, yaitu ketentuan-ketentuan tentang sistem pemilihan anggota legislatif DPR, DPD atau DPRD, Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota, dalam berbagai pasal, yang sebelumnya tidak dituangkan secara tegas dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Dimasukkannya ketentuan-ketentuan tentang pemilihan umum ini mencerminkan telah terjadi interprestasi terhadap sila ke-empat Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan) secara komprehensif. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif DPR, DPD atau DPRD, atau pejabat publik tertentu seperti Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk mentransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif/parlemen atau kursi pejabat publik tertentu. Namun, ketika pemilihan itu terjadi pada seorang calon anggota legislatif atau pejabat publik tertentu, sistem pemilihan itu bisa berwujud seperangkat metode untuk menentukan seorang pemenang berdasarkan jumlah suara yang diperolehnya. Dalam bahasa yang sederhana, sistem pemilihan ini pada dasarnya berkaitan dengan cara pemberian suara, penghitungan suara, dan pembagian kursi67.
Joko J. Prihatmoko mengutip Aurel Croissant mengemukakan tiga fungsi pokok pemilu. Pertama, fungsi keterwakilan (representativeness). Kedua, fungsi integrasi, yaitu fungsi terciptanya penerimaan partai politik satu terhadap partai politik lain dan masyarakat terhadap partai politik. Ketiga, fungsi mayoritas yang cukup besar untuk menjamin stabilitas pemerintah dan kemampuannya untuk memerintah (governability)68.
Perubahan UUD 1945, dalam konteks ini, menjadi langkah yang sangat maju bagi Indonesia untuk menjadi suatu negara yang demokratis. Sebelum perubahan, UUD 1945 tidak menyebutkan secara eksplisit pengaturan tentang pemilihan umum. Dengan perubahan yang dilakukan, ketentuan mengenai pemilihan umum ini tertuang dalam konstitusi secara jelas. Mekanisme demokrasi yang menjamin terlaksananya kedaulatan rakyat dalam pengisian jabatan-jabatan lembaga negara diatur dalam satu pasal khusus, yaitu Pasal 22E UUD 1945. Pada pasal tersebut tidak saja diatur mengenai prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu di Indonesia, pasal tersebut juga mengatur tatacara pemilu, termasuk ketentuan pendirian lembaga independen Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasal ini selanjutnya menjadi payung hukum bagi terbentuknya berbagai perundang-undangan baru di bidang politik, yaitu UU Partai Politik, UU Pemilu Legislatif dan UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta UU Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ( DPRD).
UUD 1945 setelah perubahan juga telah mengatur bagaimana mekanisme pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagaimana yang dirumuskan dalam sila ke-empat Pancasila, yaitu melalui pemilihan umum yang secara khusus diatur di dalam Bab VIIB dengan meletakkan prinsip pemilihan umum yang bersifat universal.

Pasal 22E ayat (1)
”Pemilihan Umum dilaksanakan secara umum, bebas, rahasia, jujur, adil setiap lima tahun sekali”

Pasal 22E Ayat (2)
”Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Pre­siden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sengaja dimasukkan di dalam Pasal 22E Ayat (2) bukan kebetulan semata, melainkan sebuah kesengajaan yang dilakukan oleh para pelaku perumus perubahan UUD 1945 saat itu yang berpendapat bahwa sebaiknya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden bersamaan dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD. Sehingga pemiihan umum dilakukan serentak sekali dalam lima tahun, bukan dua kali dengan memisahkan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tersendiri yang dilakukan sesudah pemilihan anggota legislatif. Kalau itu dilaksanakan, akan ada lima kotak suara yang harus diisi, yaitu kotak suara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Ada banyak keuntungan seandainya pemilihan umum diadakan serentak sebagaimana yang difikirkan oleh pelaku perubahan UUD 1945. Di antaranya, akan terjadi efisiensi biaya, memperpendek tensi suhu politik, dan ketegangan sosial akibat Pemilu. Selain itu, dengan diberlakukannya pemilihan umum serentak maka koalisi antarpartai bisa dilakukan sebelum pemilihan umum, bukan setelah Pemilu Legislatif.
Dalam kaitannya dengan Pemilihan Umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, UUD 1945 menentukan syarat-syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh para calon Presiden dan Wakil Presiden, sekaligus bagaimana mekanisme yang harus dijalankan dalam pemilihan tersebut. Secara khusus UUD 1945 setelah perubahan mengatur pemilihan Presiden, yaitu dengan keharusan melakukan penggabungan dalam satu paket. Alasan yang berkembang saat itu diantaranya adalah untuk menyederhanakan partai politik. Dengan diharuskan calon Presiden dan Wakil Presiden satu paket maka bisa dilakukan koalisi antarpartai untuk memenangkan calonnya.

Pasal 6A Ayat (1)
”Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan se­cara langsung oleh rakyat.”

Selanjutnya Pasal 6 (A) ayat 2 muncul didasari pemikiran bahwa Presiden terpilih agar bisa mudah dalam menjalankan tugas-tugasnya maka harus memiliki dukungan yang kuat dari parlemen (DPR). Oleh karenanya, UUD 1945 mengharuskan bahwa seorang Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. UUD 1945 tidak memberi peluang bagi calon independen untuk mencalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden dengan alasan akan lemah di depan Parlemen sehingga sulit menjalankan roda pemerintahan. Pasal ini juga menegaskan tentang pentingnya partai politik dalam bangunan system kenegaraan yang demoktaris. Tak ada demokrasi tanpa partai politik

Pasal 6A Ayat (2)
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”

Pasal 6A Ayat (3) selanjutnya merupakan buah pemikiran yang sangat mendalam dari pelaku perubahan UUD 1945 untuk memecahkan persoalan yang muncul akibat beraneka ragamnya penduduk Indonesia. Dengan ayat tersebut diharapkan bahwa Presiden dan wakil Presiden yang terpilih mewakili seluruh elemen masyarakat. Artinya, bagaimana sistem yang dibangun tidak dimonopoli oleh suku, agama, golongan, atau daerah tertentu saja, melainkan mencakup seluruh bangsa Indonesia.

Pasal 6A Ayat (3)
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapat­kan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.“

Demikian pula pada Pasal 6A Ayat (4). Para pelaku perubahan UUD 1945 saat itu berpendapat bahwa keharusan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden memperoleh suara lebih dari lima puluh persen adalah untuk memperkuat legitimasi seorang Presiden dalam menjalankan roda pemerintahannya.

Pasal 6A Ayat (4)
“Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Pre­siden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara ter­banyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”


Musyawarah Vs. Voting?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.69 Sedangkan makna pemufakatan, salah satunya adalah sesuatu yang disepakati.70 Voting dalam hal ini adalah sebuah mekanisme menuju kesepakatan tersebut. Hal itu juga dilakukan oleh para pendiri bangsa dalam sidang-sidang BPUPK dimana mekanisme voting dilakukan dengan meminta seseorang yang setuju untuk berdiri sedangkan yang tidak untuk tetap duduk. Hal itu dapat dibaca dalam buku A.B Kusuma mengenai pelaksanaan voting dalam menyetujui draft UUD 1945. Ketika Ketua BPUPK, Radjiman Wediodiningrat meminta peserta sidang yang setuju dengan draft UUD untuk berdiri, ketika itu hanya Moh. Yamin yang duduk.71 Mekanisme Voting juga terdapat dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Hal itu tergambar dalam Pasal 37 yang mengatur tata cara perubahan konstitusi tersebut.

Pasal 1 berbunyi;
”Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.”

Pasal 2 berbunyi;

”Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.”

Sehingga mekanisme voting adalah sebuah cara tersendiri untuk mencapai kata sepakat (mufakat) yang diakui oleh para pendiri bangsa keberadaannya. Mufakat bulat adalah bentuk ideal yang diharapkan, namun akan sangat sulit terjadi dan akan memakan waktu. Apabila musyawarah mufakat dimaknai tanpa terdapat voting, maka penyelenggaraan proses bernegara akan sangat memakan waktu. Demokrasi bagaimanapun menyangkut pilihan. Jika wakil-wakil rakyat telah memilih melalui mekanisme voting, hal itu telah dianggap sebagai sebuah representasi suara rakyat banyak, namun tentu saja benar-benar memperhatikan aspirasi dari rakyat. Sehingga kesimpulan penulis voting merupakan mekanisme menuju mufakat tersebut, voting bukanlah sesuatu hal yang bertentangan dengan Musyawarah menuju mufakat.

Syarat Presiden

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden selain harus memenuhi ketentuan di atas, dia juga diharuskan memenuhi syarat sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 6 UUD 1945.
Pasal 6 Ayat (1) mengatakan,
“Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”

Syarat “harus seorang warga negara sejak kelahirannya” adalah bagian dari upaya untuk memperjelas syarat seorang Presiden. Sebelum perubahan UUD 1945, ketentuan tersebut berbunyi, “Presiden ialah orang Indonesia asli.” Untuk menentukan yang “asli Indonesia” dan yang “tidak asli” sekarang ini bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab, bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang sudah saling berbaur sehingga sulit menerjemahkan definisi “asli” dan “tidak asli.” Dengan rumusan baru tersebut, maka situasi yang diskriminatif bisa dhilangkan.
Sementara syarat “tidak pernah me­nerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri” adalah syarat yang baru muncul dalam UUD 1945 setelah perubahan sebagai bagian dari upaya preventif agar tidak terjadi seorang Presiden pernah menjadi warga negara lain.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 6A UUD 1945 adalah murni pemilu rakyat. Tidak semua negara yang mengklaim dirinya demokrasi menerapkan sistem pemilu rakyat. Amerika Serikat yang menjadi rujukan utama demokrasi dunia, tidak menganut sistem se-demokratis di Indonesia. Di negara tersebut, dianut mekanisme electoral collage. Seorang calon Presiden meskipun dia memperoleh suara terbanyak dalam pemilu, tetapi dia kalah suara di electoral collage, dia tidak bisa jadi Presiden. Hal inilah yang menimpa Calon Presiden Al Gore dari Partai Demokrat pada 2000. Saat itu, popular votes Al Gore lebih unggul daripada Bush. Dia memperoleh 48.595.533 suara dan Bush hanya 48.363.922 suara. Al Gore unggul 231.611 suara. Artinya, suara rakyat secara langsung mendukung Al Gore sebagai Presiden. Namun, peraturan AS menyebutkan, kepastian siapa yang menang ditentukan oleh electoral collage. Rakyat ke kotak suara untuk memilih elector, bukan memilih Presidennya secara langsung.
Selain melakukan pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden untuk mengemban tugas pemerintahan (eksekutif), rakyat juga mempunyai hak untuk memilih para wakil-wakilnya di lembaga perwakilan, yaitu DPR dan DPD untuk mengemban tugas legislatif. Pasal 19 Ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan mengatakan, “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” Sementara pengisian anggota DPD diatur di dalam Pasal 22C Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.”
Mengapa harus ada DPD, padahal sudah ada DPR? Inilah pertanyaan yang sering muncul di kalangan masyarakat. Pemikiran yang muncul saat itu adalah kenyataan di mana penyebaran penduduk Indonesia tidak merata. Walhasil perwakilan di lembaga perwakilan lebih didominasi oleh daerah yang penduduknya padat seperti di pulau Jawa. Untuk itu perlu diadakan sebuah lembaga yang mewakili wilayah, bukan penduduk, dengan jumlah perwakilan yang sama untuk menyuarakan kepentingan wilayah tersebut di tingkat nasional. Dari situ muncul ide pembentukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang sekaligus untuk menghilangkan Utusan Daerah di MPR yang dalam hal pengisian keanggotannya selama ini tidak melalui mekanisme pemilihan umum, melainkan dilakukan melalui penunjukan dan pengangkatan. Mekanisme pengisian keanggotan seperti itu oleh banyak kalangan dinilai tidak demokratis dan keluar dari konteks perwakilan yang diembannya.
Panitia Ad Hoc BP MPR yang merumuskan rancangan perubahan UUD 1945 tidak pernah berpikir untuk membubarkan MPR, tetapi sepakat bahwa keanggotaan MPR semuanya harus diisi melalui pemilihan umum, bukan melalui penunjukan maupun pengangkatan. Oleh karenanya, dipikirkan mekanisme untuk mengisi keanggotaan MPR selain dari anggota DPR. Keanggotan MPR saat itu, periode 1999-2004 dan periode-periode sebelumnya adalah anggota DPR ditambah Utusan Golongan dan Utusan Daerah. Setelah perubahan, Utusan Daerah inilah yang kemudian menjelma menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan Utusan Golongan dihapus. Persoalan tidak hanya sampai di situ. Pada Perubahan Ketiga UUD 1945 juga disepakati bahwa kekuasaan MPR dikurangi.

Pasal 2 Ayat (2) berbunyi,
“Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.”

Pasal 3 Ayat (1) berbunyi,
”Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

Ayat (2) berbunyi,
“Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Ayat (3) berbunyi,
“Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.”

Dengan mempertimbangkan bahwa kewenangan yang dimiliki oleh MPR tersebut tidak dijalankan setiap hari, perlu dipikirkan kewenangan tambahan bagi DPD agar lembaga ini bisa eksis. Maka diberilah beberapa kewenangan, yaitu pada Pasal 22D.

Pasal 22D Ayat (1) berbunyi,
“Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pem­bentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.”

Ayat (2) berbunyi,
“Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi dae­rah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pe­mekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pen­dapatan dan belanja negara dan rancangan un­dang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidik­an, dan agama.”

Dan Ayat (3) berbunyi,
“Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pem­bentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubung­­an pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk di­tindaklanjuti.”

Di samping bisa secara langsung memilih Presiden dan wakil Presiden, serta DPR, DPD, dan DPRD, rakyat juga mempunyai hak untuk memilih Kepala Daerah secara langsung. Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 setelah perubahan mengatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepa­la pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota di­pi­lih se­ca­ra demokratis.” Pendapat yang berkembang pada saat itu “dipilih secara demokratis” adalah tidak harus dilakukan pemilihan secara langsung, mengingat karakteristik, budaya, struktur sosial, dan tingkat pendidikan daerah di Indonesia berbeda-beda72. Untuk itu, pasal tersebut mengakomodir bentuk pemilihan kepala daerah dengan dipilih langsung atau tidak langsung, yang penting harus dilakukan secara demokratis. Ketentuan dipilih secara demokratis juga secara otomatis menegaskan bahwa pemilihan Kepala Daerah tidak diharuskan diusulkan oleh oleh partai politik atau gabungan partai politik, sebagaimana ditetapkan di dalam pemilihan Presiden/Wakil Presiden.
Dalam perkembangannya, beberapa waktu yang lalu Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah Pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu atau tidak terserah pembuat UU. Memasukkan hal tersebut dalam rezim pemilihan umum oleh MK ditetapkan tidak melanggar Konstitusi. MK juga memutuskan bahwa perseorangan bisa mencalonkan sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Keputusan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh DPR dan Presiden dengan membuat UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang memasukkan pilkada ke dalam rezim pemilu. Artinya, dari sudut pandang konsepsinya, pilkada dan pemilu sudah dianggap sebagai satu kesatuan rezim. Selain itu, UU tersebut juga sudah mengatur mengenai calon perseorangan dengan syarat-syarat yang diatur di dalam UU tersebut.
Partai Politik

Sebagai sebuah negara demokrasi peran penting partai politik dalam kehidupan bernegara adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada sistem politik yang dapat berlangsung tanpa partai politik, karena partai politik adalah pilar utama demokrasi. Dalam demokrasi, partai politik mencerminkan suatu preskripsi tentang negara dan masyarakat yang dicita-citakan dan hendak diperjuangkan. Sebab partai politik menjadi media atau sarana partisipasi warga negara dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara baik di pusat maupun di daerah. Selain itu, partai politik juga mengemban fungsi yang sangat strategis, yaitu fungsi artikulasi kepentingan, fungsi agregasi kepentingan, fungsi sosialisasi politik, fungsi rekrutmen politik, dan fungsi komunikasi politik73.
Peran dan kewenangan partai politik dalam UUD 1945 yang sejalan dengan prinsip-prinsip dasar negara Pancasila disebutkan secara jelas.
Pasal 6A Ayat (2) mengatakan,
”Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.”

Pasal 22E Ayat (3) mengatakan,
”...peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.”

Karena peranannya yang begitu penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, partai politik tidak bisa dibubarkan kecuali dengan putusan Pengadilan, yaitu melalui Putusan Mahkamah Konstitusi. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 mengatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang ke­wenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memu­tus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan ten­tang hasil pemilihan umum.
Selanjutnya, setelah perubahan, UUD 1945 juga mengatur secara rinci tentang Hak Asasi Manusia. Pengadopsian ketentuan negara untuk mengakui, melindungi dan menjamin tegaknya Hak Asasi warga negaranya, dalam Perubahan UUD 1945, adalah bagian dari upaya menterjemahkan salah satu nilai dasar negara ini, yaitu nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Hak Asasi Manusia merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia sejak manusia lahir dan karenanya ia tidak diberikan dan tidak boleh dibatasi pelaksanannya oleh pihak manapun. Berdasarkan hal ini, negara memang perlu untuk menyatakan hal-hal mengenai perlindungan serta jaminannya terhadap Hak Asasi Manusia dalam suatu hukum dasar tertulis (konstitusi).
UUD 1945 sebelum perubahan hanya berisikan beberapa pasal saja mengenai Hak Asasi Manusia, diantaranya adalah hak untuk berorganisasi dan berkumpul (Pasal 28) dan hak untuk memeluk agama dan kepercayaannya (Pasal 29 ayat (2) ). Dalam Universal Declaration of Human Rights yang telah disahkan oleh Indonesia, ada banyak sekali hak warga negara yang tergolong sebagai Hak Asasi Manusia, yang belum tertuang dalam konstitusi Indonesia. Dalam perubahan UUD 1945, semua pasal mengenai Hak Asasi Manusia dalam Piagam PBB tersebut diadopsi menjadi bab mengenai Hak Asasi Manusia dalam konstitusi Indonesia. Pasal-pasal yang telah memuat HAM tersebut diatur dengan klausul yang bersifat pernyataan. Berikut adalah contoh pasal-pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 setelah perubahan: Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, dan Pasal 28J,
Hal berikutnya yang juga dirumuskan kembali dalam UUD 1945 setelah perubahan adalah pengaturan mengenai kekuasaan kehakiman. UUD 1945 sebelum perubahan dalam Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman. Sementara ayat (2) pasal 24 dan Pasal 25 mengamanatkan untuk mengatur susunan dan kekuasaan badan kehakiman serta syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim dalam undang-undang, bukan konstitusi. Padahal, pendelegasian aturan-aturan selanjutnya kepada UU tersebut akan membuka peluang bagi lembaga eksekutif sebagai salah satu komponen pembentuk UU, untuk membuat UU yang dapat menguntungkan bagi kekuasaannya. Dengan kata lain, UUD 1945 sebelum perubahan telah memenjarakan kemandirian kekuasaan kehakiman untuk tunduk pada pemerintah. Tentu saja hal ini bertentangan dengan semangat keadilan sosial.
UUD 1945 setelah perubahan sebagai bentuk penafsiran Pancasila memandang bahwa dalam negara demokratis, kemandirian kekuasaan kehakiman adalah satu hal yang mutlak untuk dapat dapat menjamin tegaknya supremasi hukum. Karenanya ia tidak seharusnya "diberikan" oleh pemerintah maupun parlemen (melalui undang-undang), melainkan dinyatakan dalam konstitusi secara tegas. Dalam UUD 1945 setelah perubahan disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah bebas dan tidak memihak (Pasal 24). Selain itu, perubahan UUD 1945 juga mengatur mengenai fungsi dan kewenangan untuk melakukan judicial review (Pasal 24A), suatu langkah maju mengingat UUD 1945 tidak mengatur mengenai judicial review ini.


D. Penutup

Demokrasi berlandaskan Pancasila adalah demokrasi yang sangat berciri khas Indonesia, namun konsepnya sangat sesuai dengan kriteria-kriteria demokrasi yang berlaku umum. Tentu kekhususan demokrasi Pancasila menimbulkan beberapa perbedaan dengan demokrasi yang berlaku pula di negara lain. Sebagaimana diungkapkan Soekarno bahwa negara ini juga dilaksanakan dengan prinsip ”gotong royong” yang merupakan cita khas cara kerja Indonesia, maka demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang tidak akan pernah bisa mutlak diidentikan dengan demokrasi negara-negara lain di dunia.
Demikian, semoga bermanfaat.






















Daftar Pustaka

Buku

Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Arend Lijphart, Democracy in Plural Societies, A Comparative Exploration, New Haven and London, USA: Yale University Press, 1977

As'ad Said Ali, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LP3ES Indonesia, 2009

Bryan A. Garner (Edt), Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, St Paul, Minnesota, USA: Thomson and West

David Held, Models of Democracy, Edisi Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2006

Deddy Ismatullah dan Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Negara dalam Multi Perspektif, Kekuasaan, Masyarakat, Hukum, dan Agama, Bandung: Penerbit CV. Pustaka Setia, 2007

Denny Indrayana, Ph.D, Indonesian Constitusional Reform, 1999-2002, An Evaluation of Constitution-Making in Transition, Jakarta: Kompas, 2008

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Konstitusi Press, 2005

Franz Magnis – Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis

Harold J Laski, A Grammar Of Politics, London: George Allen & Unwin LTd, 1938

Inu Kencana Syafiie, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Larry Berman dan Bruce Allen Murphy, Approaching Democracy, second edition , New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River, 1999

Larry Diamond, Revolusi Demokrasi, Perjuangan untuk Kebebasan dan Pluralisme di Negara sedang Berkembang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994

Leon P. Baradat, Understanding American Democracy, New York: HarperCollins Publishers, 1992

Michael Mandelbaum, The Ideas That Conquered the World, Peace, Demokracy and Free Market in the Twenty-First Century, New York: Publlic Affair of The United States of America

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2002

Milton C. Cummings, Jr dan David Wise, Democracy Under Pressure, An Introduction to the American Political System, Sixth Edition, Orlando, Florida, USA: Harcourt Brace Jovanovich Publishers, 1989

Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Pikiran-pikiran Tentang Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat, Bandung: Penerbit Sega Arsy, 2008

P. Sharma, Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta: Yayasan Menara Ilmu, 2004

Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Jakarta: Ind Hill Co, 1996 h. 153

Peter J. Steinberger, The Idea of The State, UK: Cambridge University Press, 2006

RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004

Robert Dahl, On Democracy. New Haven: Yale University Press, 1999

Robert W Hefner, Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007

Saafroedin Bahar, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.), Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945,(Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995

Slamet Effendy Yusuf dan Umar Basalim, Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan Pertama UUD 1945, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu (PIS), 2000

Sunil Bastian dan Robin Luckham (Edt), Can Democracy be Designed?, The Politics of Institutional Choice in Conflict-torn Societies, Zed Books, London&Newyork, 2003

Sutjipno, Perubahan UUD 1945 Tahun 1999-2002 (dalam bahasa akademik, bukan politik), Jakarta: Penerbit Konstitusi Press, 2007

Umar Basalim, Pro-Kontra Piagam Jakarta di Era Reformasi, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu

Situs Internet

Hamid S. Attamimi, makalah dalam Lokakarya BPHN, 1979, http://pustaka.ut.ac.id/puslata /online.php?menu=bmpshort_detail3&ID=450

http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_21/ppkn203_07.htm

http://www.basiclaw.net/Principles/Popular%20sovereignty.htm diunduh pada tgl. 20 Mei 2009.

http://www.basiclaw.net/Principles/Popular%20sovereignty.htm diakses pada tgl. 20 Mei 2009.

www.thinkexist.com/quotation, diakses pada tgl.17 Mei 2009.

http://www.habibiecenter.or.id/download/SUMBANG_SARAN__finaly_.pdf

http://www.suaramerdeka.com/harian/0704/24/opi04.htm

http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/solusi-atas-kontroversi-uud-1945.pdf


Artikel Koran/Majalah

Kompas, 20 Juni 2003

Kompas 28 April 2000

Kompas, 13 Juli 1999

Kompas 20 Februari 2001

Kompas 23 Juni 2004

Kompas 9 Juni 2004

Kompas 1 Juni 2004

Kompas, 28 Juni 2002

Kompas, 12 Juni 2004

Jimly Asshiddiqie, Membangun Budaya Sadar Berkonstitusi, Makalah disampaikan dalam Seminar “Membangun Masyarakat Sadar Konstitusi”, yang diselenggarakan oleh DPP Partai Golkar, Jakarta, 8 Juli 2008.

“Electoral Law Reform as A Prerequisite to Create Democratization in Indonesia”. Makalah yang disampaikan pada International Conference tentang Towards Structural Reforms for Democratization in Indonesia: Problems and Prospects. Jakarta: 1998

Analisis Facebook dan Jejaring Sosial Lainnya

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasi saat ini sudah sangat mencengangkan, yaitu melalui dunia internet. Betapa tidak, berbagai macam kecanggihan media yang disedia oleh internet sekarang ini telah memberikan kemudahan oleh para pengunanya. Yaitu dengan adanya Blog, Facebook serta E-mail. Contoh saja melalui website Bolg tersebut mengenalkan produk yang sama sekali masih asing atau bahkan baru, atau penjualan barang yang sangat sulit terjual dengan bisnis offline. Pemilik produk punya peluang melebarkan sistem marketing yang selama ini dikerjakan.
Dunia internet berkembang sangat cepat, begitu juga adanya sebuah layanan pengiriman surat melalui media elektronik, yaitu melalui E-mail. Tanpa menunggu waktu yang lama dan dengan segala kemudahannya. Email sangat berperan penting dalam media internet. Dengan mengetahui segala macam seluk beluk isi dari email, kita bisa lebih memahaminya. Maka dari itu, pada kesemapatan ini kami akan menguraikan tentang sejarah, definisi, perkembangan, dan dampak dari facebook .



PEMBAHASAN

A.Sejarah, Definisi dan Perkembangan Facebook
Sejarah Berdirinya Facebook
Facebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seoarang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaanya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, TUFS), Roschester, Stanford, NYU, Northwestern, dam semua sekolah yang termasuk dalam IVY League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncuranya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-e suatu universitas (seperti: EDU, AC, UK, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial.
Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat surat-e apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.
Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.
Definisi Facebook
Facebook merupakan salah satu sarana jaringan sosial internet dan dapat membangun atau mengundang teman atau biasa di pakai oleh para pencari teman di dunia maya. Facebook merupakan situs pertemanan yang menjadi luar biasa populer saat ini. Bahkan popularitasnya mampu mengalahkan sejarah popularitas situs pertemanan Friendster, yang lebih dahulu ada. Bukan hanya anak muda saja, pengguna dewasa dan orang tua juga aktif terlibat di sana.
Fasilitas sangat menarik untuk di gunakan, banyak aplikasi yang terkandung di dalamnya, mulai dari aplikasi-aplikasi mini game, sampai game yang membutuhkan waktu lama saat di mainkan. Dan dari jaringan yang bentuk, dari facebook dapat memperhatikan aktifitas satu sama lain, mengikuti permainan atau join game yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan berdasarkan sekolah, daerah domisili, dan lain-lain.

Perkembangan Facebook
Facebook demikian marak dibeberapa negara. Perkembangannya cukup pesat. Bermula dari situs jaringan sosial di sebuah universitas dan berkembang pesat ke banyak negara. Mengomentari hal ini segala sesuatu memang semula bermula dari hal kecil dan berkembang menjadi besar. Tingkat kompleksitas sistem dan jaringanpun berkembang dari semula sederhana menjadi sangat kompleks. Ide yang dapat diambil adalah rencanakan dari hal yang sederhana dan realisasikan rencana tersebut. Semua tidak ada yang instan. Seiring dengan realisasi tersebut tentunya perubahan-perubahan bisa dilakukan sehingga rencana semula yang sederhana menjadi suatu karya yang bermanfaat.
Di Indonesia, tidak heran dalam waktu yang singkat, jumlah pemilik akun Facebook saat ini telah menembus angka 2 juta pengguna. Bahkan di dalam salah satu halamannya, terlihat bahwa jumlah tersebut hanyalah merupakan pengguna di atas 18 tahun saja. Jumlah total pengguna untuk semua pengguna yang tinggal di Indonesia bisa mencapai 3 juta orang.
Padahal pada awal tahun 2009, jumlah orang Indonesia yang memiliki akun Facebook baru mencapai 1 juta pengguna saja. Terjadi peningkatan pengguna yang luar biasa di Indonesia. Hal ini juga ditunjukkan oleh sebuah penelitian pada tahun 2008 menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan pemilik akun Facebook di Indonesia mencapai 645 persen atau total 831 ribu orang. Angka tersebut mengalahkan Malaysia, India, Thailand, Singapura, dan bahkan China.
B. Dampak Facebook
1.Dampak Baik Facebook
Tentunya dengan Facebook kita dapat kembali bertemu dengan teman-teman lama walaupun di dunia maya. Dengan facebook komunikasi antar teman menjadi lancar walaupun berjauhan. Featurenya cukup beragam membuat nyaman menggunakannya. Bagi yang sedang jauh dari komunitas aslinya karena tugas misalnya sedang studi di luar kota atau luar negeri manfaat facebook sangat terasa. Dan masih tetap bisa mengikuti perkembangan komunitasnya di Indonesia walaupun seseorang itu sedang studi lanjut di Jerman. Ini sangat diperlukan karena seseorang itu tidak akan terasing sekembalinya dari dar studinya dan menjalankan tugas di kampusnya semula. Banyak pengalaman orang-orang yang studi waktu dulu terasing selama bertahun-tahun sehingga seperti orang aneh ketika kembali ke komunitas semula.
Dengan Facebook bisa bertukar pikiran dengan sangat mudah. Pertukaran informasi difasilitasi dengan sangat bagus. Sebagai contohnya ketika butuh sesuatu atau ingin tahu tentang sesuatu tinggal di tuliskan dalam status maka akan banyak respon dari orang-orang terdekat.
Facebook dapat juga dimanfaatkan untuk mengkampanyekan suatu ide seperti Say No to Drug. Dengan pages, suatu perusahaan juga dapat mengiklankan produknya atau ide-ide lainnya. Membangun komunitas melalui Group atau Pages dengan tujuan yang baik akan sangat bermanfaat. Pertumbuhan Group atau Pages di Facebook terbilang cukup cepat. Sesuatu hal akan berkembang dengan cepat kalau dibangun secara bersama.

Facebook dalam Bidang Pemasaran (Ekonomi)
Jumlah massa di dalam dunia pemasaran tentunya mempuyai arti yang cukup besar. Hal ini bisa menjadi peluang dalam Viral Marketing atau pemasaran Word Of Mouth, di dalam facebook, anda bisa melakukan aktivitas tersebut tanpa harus melanggar etika komunikasi di dalam dunia internet.
Efek dahsyat yang sama seperti di atas tentunya dapat anda ciptakan jika terdapat kreatifitas yang unik. Melalui facebook, kesempatan untuk menciptakan pemasaran yang kreatif bisa muncul setiap saat dan seketika itu juga.
Facebook dalam Bidang Politik
Dalam perkembangan dunia perpolitikan yang terjadi sekarang, facebook merupakan sarana yang cocok dan sangat mendukung. Misalnya dalam hal kampanye saja, facebook dapat digunakan oleh para kandidat pemilu untuk mencari dukungan dan sekaligus bisa mempromasikan partai yang mereka miliki untuk memperoleh kekuasaan.
Facebook dalam Bidang Agama
Dalam bidang agama, facebook sangatlah tepat sekali. Karena dengan adanya facebook bisa menambah sarana berdakwah. Dengan fitur yang diberikan, pesan-pesan keagamaan dapat disampaikan kepada orang lain.
Facebook dalam Bidang Hukum
Dalam proses penegakan hukum, facebook dapat digunakan untuk mencari dukungan dari massa untuk menegakkan keadilan.
Facebook dalam Bidang Sosial Budaya
Dalam mempromosikan hasil kesenian dan karya-karya yang dimilki oleh suatu daerah, facebook sangat cocok untuk digunakan. Dengan menampilkannya di dalam facebook, orang dapat mengetahui hasil kesenian dan karya-karya daerah tersebut.
2.Dampak Buruk Facebook
1). Mengurangi Kinerja
Banyak karyawan perusahaan, dosen, mahasiswa yang bermain facebook pada saat sedang bekerja. Mau diakui atau tidak pasti mengurangi waktu kerja. Sebenarnya bisa dikurangi akibatnya jika kita bisa memanage waktu yaitu bermain facebook ketika istirahat.
2). Berkurangnya Perhatian terhadap Keluarga
Mau diakui atau tidak ini terjadi jika kita membuka facebook saat sedang bersama keluarga. Sebuah riset di inggris menunjukan bahwa orang tua semakin sedikit waktunya dengan anak-anak mereka karena berbagai alasan. Salah satunya karena facebook. Bisa terjadi sang suami sedang menulis wall, si istri sedang membuat koment di foto sementara anaknya diurusi pembantu.
3). Tergantikannya Kehidupan Sosial
Facebook sangat nyaman sekali. Saking nyamannya sebagian orang merasa cukup dengan berinteraksi lewat facebook sehingga mengurangi frekuensi ketemu muka. Ada sebuah hal yang hilang dari interaksi seperti ini. Bertemu muka sangat lain dan tidak seharusnya digantikan dengan bertemu di dunia maya. Obrolan, tatapan mata, ekspresi muka, canda lewat ketawa tidak bisa tergantikan oleh rentetan kata2 bahkan video sekalipun.
4). Batasan Ranah Pribadi dan Sosial yang Menjadi Kabur
Dalam Facebook kita bebas menuliskan apa saja, sering kali tanpa sadar kita menuliskan hal yang seharusnya tidak disampaikan ke lingkup sosial. Persoalan rumah tangga seseorang tanpa sadar bisa diketahui orang lain dengan hanya memperhatikan status dari orang tersebut.
5). Tersebarnya Data Penting yang tidak Semestinya
Seringkali pengguna facebook tidak menyadari beberapa data penting yang tidak semestinya ditampilkan secara terbuka.
6). Pornografi
Sebagaimana situs jejaring sosial lainnya tentu ada saja yang memanfaatkan situs semacam ini untuk kegiatan berbau pornografi.
7). Pemanfaatan untuk Kegiatan Negatif
Walaupun telah diatur dalam peraturan penggunaan facebook, tetap saja ada pihak yang memanfaatkan facebook untuk kegiatan negatif melalui group ataupun pages.
8). Kesalahpahaman
Facebook merupakan jaringan sosial yang sifatnya terbuka antara user dan teman-temannya. Seperti kehidupan nyata gosip atau informasi miring dengan cepat juga dapat berkembang di jaringan ini. Haruslah disadari menulis di status, di wall dan komentar dipelbagai aplikasi adalah sama saja seperti obrolan pada kehidupan nyata bahkan efeknya mungkin lebih parah karena bahasa tulisan terkadang menimbulkan salah tafsir. Sudah ada kasus pemecatan seorang karyawan gara-gara menulis yg tidak semestinya di facebook, juga terjadi penuntutan ke meja pengadilan gara-gara di facebook.
9). Mempengaruhi Kesehatan (Masih Perdebatan)
Sebuah artikel di media Inggris menyebutkan facebook dapat meningkatkan stroke dan penyakit lainnya. Akan tetapi, alasan yang dikemukakan ini masih perlu dikaji lagi. Karena kebiasaan yang sering duduk berlama-lama di depan komputer atau laptop.
10). Terjadinya Perselingkuhan

11).Menghambur-hamburkan uang, kadang kalau sudah keenakan orang tidak peduli berapapun uang yang harus dibayar untuk kesenangan facebookan.

12).Bisa Masuk Penjara, kalau mengomentari kata-kata kotor atau yang lainya, terus dituntut lewat jalur hukum, dan pada akhirnya masuk bui.

B.Kiat-Kiat yang bisa Dipakai dalam Penggunaan Facebook

Ber-Facebooklah di waktu senggang, jangan di waktu kerja, belajar ataupun sedang melakukan sesuatu yang perlu konsentrasi. Jangan buka situs facebook di laptop ketika sedang bekerja, sebab ini akan membuat Anda tergoda untuk melihat situs facebook yang akhirnya akan menghambat pekerjaan dan mengurangi produktivitas kerja.
Saat Anda berada dalam situasi sosial yang memerlukan interaksi, seperti diundang makan malam oleh keluarga pacar atau calon mertua, atau sedang pergi bersama teman-teman, tinggalkan sejenak BlackBerry dan handphone yang bisa mengakses internet. Konsentrasilah dengan kondisi sosial itu. Jangan mempermalukan diri Anda sendiri dengan sibuk dalam BlackBerry dan facebook. Sadarilah bahwa facebook hanyalah alat untuk berinteraksi, bukan dunia yang Anda geluti siang dan malam. Ingat, Anda punya kehidupan nyata yang butuh komunikasi verbal dan bahasa tubuh, bukan lewat keypad dan kata-kata berupa teks.





























PENUTUP
KESIMPULAN

Kemajuan media informasi dan komunikasi sekarang sudah mengalami perkembangan sangat pesat, yaitu dengan muncul beberapa penyedia layanan e-mail blog serta facebook. Perkembangan tersebut tak lepas dari usaha para pakar Inforamation Technologi yang terus berlomba untuk menemukan suatu program baru. Seperti kalanya facebook, layanan tersebut baru muncul beberapa tahun terakhir.
Banyak sekali orang memanfaatkan layanan tersebut untuk berkomunikasi. Jaman sudah canggih, kita tak perlu langsung face to face untuk menjalankan aktifitas berkomunikasi dengan yang lain. Seperti halnya kirim-mengirim surat, elektronic mail mempunyai sistem yang sangat canggih, bahkan melampaui surat pos. Hal tersebut hanya semata untuk berkomunikasi atau saling berinteraksi satu sama lain.
Adanya timbal balik atau fadeback dalamberkounikasi merupakan salah satu indikator bahwa aktifitas tersebut berhasil, sehingganya timbullah hal yan diinginkan. Semakin berkembang dunia ini maka berkembang pula gaya manusia berkounikasi. Kalau sekarang ita bisa berchatting (liat gambar langsung dan becakap-cakap), mungkin kedepannya nanti kita bisa mencium bau atau merasakan perasaan hati.



DAFTAR PUSTAKA

http://apps.facebook.com/giftcreator
http://dhidik.wordpress.com/2009/03/20/dampak-facebook/
http://fikrirasyid.com/beberapa-hal-mengenai-facebook/ 04 Jul 2008
http://ridwan .sanjaya.org
http://unik .web.di/Indonesia-masuk-5-besar-pengunjung-facebook/
http://www.surya.co.id/2009/06/07/menangkal-phising-di-facebook.html

PENGANTAR SEJARAH TADWIN (PENGUMPULAN) HADITS

Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
rangka menyebarkan dakwah ahlul hadîts salafîyah, yaitu
saudara Abū Hibbâ n dan Abū Khuza imah hafizhahumallôhu.
Versi Inggris tersebut berjudul “The Compilation of Hadeeth”.
Dari versi Inggris inilah kami menterjemahkan buku ini sehingga
hadir di hadapan para pembaca budiman dengan judul
“Penganta r Sejara h Ta dwîn (Pe ngumpula n) Hadîts”.
Tidak samar atas kita, bahwa India merupakan
gudangnya Ahlul Hadîts kenamaan. Di negeri ini, muncul orang-
orang seperti Muhammad Hayat as-Sindî (salah satu gurunya
al-Imâm Muhammad bin ‘Abdil Wa hhâb), Shiddiq Hasa n
Khân, Wa lîyullôh ad- Dihlâ wî, ‘Abdurrohman al-
Mubâ rokfūrî, Badî’uddîn Syah ar- Rasyîdî, dan lain lain
rohimahumullôhu jamî’an. Hingga hari ini, kita masih mendengar
pakar hadîts dari India, semisal Syaikh Ihsân Ilâ hî Zhâhir
(penulis ternama), Washîyullôh a l-‘Abbâs (guru besar hadits
Universitas Ibnu Su’ud), Zuba ir ‘Alî az-Zâ’î (Syaikhul hadîts
India), Muhammad Râ `is a n- Nadwî (Syaikhul hadîts India),
Sha fîyurrahmân a l-Mubârokfūrî (penulis ar-Rahîqul
Makhtūm), Muhammad Musthofâ al-A’zhamî (guru besar
Universitas Ibnu Su’ud), Hâfizh Ahmadullâh (Dosen hadîts
Jâmi’ah Salaf îyah Faysalabad) dan lain-lain.
Tidak sedikit pula kita dengar, banyak ‘ulâma` ahlus
sunnah di luar India, mengambil ilmu dari muhaddits India,
semisal Syaikh Rabî’ bin Hâdî yang belajar hadits kepada
Syaikh ‘Abdul Ghoffâar ar- Rahmâ nî (penulis buku ini).
3
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Demikian pula dengan Syaikh Salîm bin ‘ d al-Hilâlî,
Muhammad Mūsâ Nashr, ‘Alî Ridhâ dan selainnya, yang juga
menimba ilmu dari ‘ulamâ` hadîts India.
Di India inilah, ahli-ahli hadîts bermunculan dan akan
senantiasa muncul –insyâ Allôh- muhaddits-muhaddits baru di
setiap zaman. Di sini pulalah Jum’îyah Ahlil Hadîts didirikan, dan
studi-studi ilmu hadîts tumbuh subur dan berkembang. Semoga
Allôh senantiasa melestarikan keberadaan ahlul hadîts ahlus
sunnah, salaf îyah, al-Firqoh an-Nâjiyah, ath-Thô`ifah al-
Manshūroh hingga hari kiamat kelak...
Malang, 29 Syawwâl 1428
Abū Salmâ bin Burhân Yūsuf
At-Tirnâtî tsumma al-Malanjî al-Atsarî
4
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Biografi Singkat
ar-Rah
Syaikh ‘Abdul Ghoffâr ar-Rahmânî
Ke lahira n beliau :
Nama beliau adalah ‘Abdul Ghoffâr Hasan, putera dari Syaikh
al-Hâfizh ‘Abdus Sattâ r Hasan. Beliau lahir pada tahun 1331
H. yang bertepatan dengan tahun 1913 M. di Amripur, sebuah
distrik di wilayah Muzhaffarnagar.
Ke lua rga beliau :
Beliau berasal dari keluarga yang berpegang teguh dengan al-
Qur`ân dan as-Sunnah. Ayah dan kakek beliau, termasuk
anggota keluarga beliau lainnya, termasuk ‘ulamâ` besar
ternama pada zamannya. Diantara mereka adalah murid- murid
dari guru besar hadîts, Syaikhul Kulli fil-Kulli Mi`an Nazhîr
Husayn Muhaddits ad-Dihlâ wî.
Pendidikan be lia u :
Syaikh menyelesaikan Dars Nizhâm î dari Dârul Hadîts ar-
Rahmânîyah di Delhi pada tahun 1933 M. Kemudian beliau
melanjutkan studinya di Universitas Lucknow dan Punjab dan
selesai pada tahun 1935 dan 1940.
5
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Beliau pernah mengajar di berbagai institusi selama hidupnya.
Beliau mengajar hadîts, bahasa ‘Arab dan ilmu-ilmu yang
berkaitan dengannya di Madrôsah ar- Rahmânîyah selama 7
tahun. Beliau kemudian mengajar di Madrôsah Kautsarul ‘Ulūm
dan institusi lainnya di sekitar Pakistan, seperti di Lahore,
Sialkot, Rawalpindi, Faisalabad, Sahiwal dan Karachi sampai
tahun 1964.
Pada tahun 1964, beliau diminta untuk mengajar di Jâmi’ah
Islâmîyah Madînah Munawwaroh (Islamic University of Madînah).
Beliau mengajar di sana selama hampir 16 tahun. Beliau
mengajarkan hadîts, ‘ulūmul hadîts dan ‘aqîdah al-Islamîyah.
Selama waktu ini pula, beliau mengajar di Kullîyatu Syarî’ah
(Fakultas Syarî’ah), ‘Ushūlud Dîn dan Kullîyatul Hadîts (Fakultas
Hadîts).
Kemudian pada tahun 1981 sampai 1985, beliau mengajarkan
kitab hadits monumental, Shahîh al-Bukhârî di Kullîyatu at-
Tarbîyah al-Islâmîyah (Fakultas Pendidikan Islam), selain ilmu-
ilmu lainnya yang beliau ajarkan.
Usaha Da kwah beliau :
Pasca tahun 1985, beliau bekerja di Dârul Iftâ`(Lembaga Fatwa)
‘Arab Saudî. Hal inilah yang menyebabkan beliau harus
bepergian ke berbagai negara dalam rangka dakwah. Diantara
negara yang telah beliau kunjungi adalah :
6
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• Uganda
• Kenya
• Inggris
• Bangladesh, dan
• India
Selama tinggal di Kenya, beliau mendirikan sebuah institusi
yang bernama Tsânawîyah dimana beliau mengajarkan berbagai
ilmu Islâm di sana. Sekembalinya ke ‘Arab Saudî, beliau dikirim
kembali ke London, Inggris, dalam rangka membantu dakwah di
sana. Beliau mendirikan institusi lain di London yang bernama
“The Qur`ân dan Sunnah Society” (QSS London).
Guru be lia u :
Diantara guru-guru beliau adalah :
• Syaikhul Hadîts Syaikh Ahmadullôh.
• Syaikhul Hadîts ‘Ubaidillâh al-Mubârokfūrî (ar-Rahmânî)
• Syaikh Nâzhir Ahmad al-A’zhâmî.
• Syaikhul Hadîts Syaikh Muhammad Sūrthî (Ustâdz
Jâmi’ah ar-Rahmânîyah)
• Dan selama beberapa waktu singkat, beliau belajar
kepada ‘ulâma` besar hadîts, ‘Abdurrohmân al-
Mubârokfūrî. [Beliau adalah penulis Tuhfatul Ahwadzî]
7
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Murid beliau :
Diantara murid- murid beliau adalah :
• Syaikh ‘Abdul Ghâfūr Multânî (Maktab ad-Da’wah as-
Su’udîyah).
• Syaikh Rabî’ bin Hâdî al-Madkhôlî.
• Syaikh Abu ‘Usâmah Salîm bin ‘ d al-Hilâlî.
• Al-‘Allâmah Ihsân Ilâhî Zhahîr.
• Syaikh ‘Abdurrohmân Azhâr Madanî (Lahore).
• Syaikh ‘Abdullôh (Jâmi’ah ar- Rasyîdîyah).
• Syaikh Mas’ūd ‘Allâm (Alumni Universitas Madinah).
• Syaikh ‘Abdul Hakîm (Jâmi’ Masjid Ahlul Hadîts
Rawalpindi).
• Syaikh Muhammad Basy îr Siyâlkatî (Rektor Dârul ‘Ilm
Islâmabad).
• Syaikh Muhammad ‘Abdullôh (Dârul Qur`ân Faishalabad).
• Syaikh Hâfizh Ahmadullôh (Syaikhul Hadîts Jâmi’ah
Salafîyah Faishalabad).
• Tiga putera beliau, semuanya alumni Universitas Islam
Madinah, yaitu Suhaib, Suhail dan Râghib Hasan.
Dan masih banyak lagi lainnya...
Ka rya be lia u :
Syaikh adalah seorang penulis ulung dan kemampuan beliau
dalam berbagai bahasa adalah bukti akan karya-karya beliau.
8
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Selama hidupnya, syaikh menulis sejumlah buku, namun syaikh
paling banyak menulis artikel untuk berbagai majalah Ahlul
Hadîts di India dan Pakistan. Jawaban-jawaban beliau terhadap
berbagai macam permasalahan, berkisar mulai dari bantahan,
tanggapan dan klarifikasi, yang senantiasa dipenuhi dengan ilmu
dan penyandaran yang kokoh terhadap manhaj salaf.
Beliau banyak menulis artikel yang membantah Qâdhiyâniyah.
Beliau juga menulis buku yang berjudul Qashashul Qur`ân untuk
pemerintah kerajaan ’Arab Saudî yang dikirimkan untuk Afrika.
Diantara hasil karya tulis beliau adalah :
• Mukhtârul Ahâdîts (Seleksi Hadîts Pilihan) yang berisi 400
hadîts pilihan beserta syarh (penjelasan)-nya secara
ringkas.
• Makânatun Nisâ` f il Islâm (Status Wanita di dalam Islâm)
• Haqiqôtud Du’â` (Hakikat Do’a)
• Al-Ghulū fid Dîn (Berlebih-lebihan di dalam Agama)
• The Greatness of Hadeeth (Keagungan Hadîts). Buku ini
merupakan harta karun terbesar dalam bidang hadîts.
Buku ini menyediakan jawaban atas keragu-raguan dan
tuduhan para penginkar hadîts (Inkârus Sunnah).
Di akhir hayatnya, syaikh tinggal di Pakistan dan hidup sampai
usia 90-an. Semoga Allôh membalas atas semua usaha beliau
dengan surga-Nya dan merahmati beliau serta mengampuni
segala dosa-dosa beliau.
9
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
PENGANTAR SEJARAH
TADW N (PENGUMPULAN) HAD TS
Dengan Nama Allôh Yang Maha Pengasih La gi Ma ha
Penyayang
Penjagaan dan pemeliharaan ahâdîts datang dengan tiga cara :
1. Ummat yang mengamalkan ahâdîts tersebut.
2. Hafalan (Hifzh) dan tulisan (kitâbah)
3. Meriwayatkan dan mengajarkan ahâdîts dalam halaqoh
dan dars.
Dengan menggunakan metode- metode ini, pengumpulan, tadwîn
(penghimpunan), pengklasifikasian, tabwîb (formasi) dan
penulisan ahâdîts dapat diklasifikasikan dalam empat empat
periode, yaitu :
10
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
PERIODE PERTAMA
Periode ini bermula dari rentang hidup Nabîy ullôh Muhammad
Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam sampai abad pertama hijrîyah.
Pada masa ini, ahâdîts dikumpulkan dengan cara hafalan,
pengajaran dan penghimpunan (tadwîn). Perinciannya adalah
sebagai berikut :
Penghafal Hadîts Terkenal
Ka langa n Sha hâba h :
1. Abū Huray rah (‘Abdurrahmân) Radhîyallôhu ‘anhu, beliau
wafat tahun 59 H pada usia 78 tahun. Beliau meriwayatkan
5374 ahâdîts. Murid beliau berjumlah hampir 800 orang.
2. ‘Abdullôh bin ‘Abbâs Radhîyallôhu ‘anhu, beliau wafat tahun
68 pada usia 71 tahun. Beliau meriwayatkan 2660 hadîts.
3. ‘ `isyah ash-Shiddîqah Radhîyallôhu ‘anhâ, beliau wafat
tahun 58 pada usia 67 tahun. Beliau meriwayatkan 2210
hadîts.
4. ‘Abdullôh bin ‘Umar Radhîyallôhu ‘anhu, beliau wafat tahun
73 pada usia 84 tahun. Beliau meriwayatkan 1630 hadîts.
11
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
5. Jâbir bin ‘Abdullôh Radhîyallôhu ‘anhu, wafat tahun 78 pada
usia 94 tahun. Beliau meriwayatkan 1560 hadîts.
6. Anas bin Mâlik Radhîyallôhu ‘anhu, wafat tahun 93 pada
usia 103 tahun. Beliau meriwayatkan 1286 hadîts, dan
7. Abū Sa’îd al-Khudrî Radhîyallôhu ‘anhu, wafat tahun 74
pada usia 84 tahun. Beliau meriwayatkan 1170 hadîts.
Mereka semua ini termasuk para sahabat yang menghafalkan
hadîts lebih dari 1000. Kemudian :
8. ‘Abdullôh bin ‘Amr bin ‘Ash Radhîyallôhu ‘anhu (w. 63H)
9. ‘Alî bin Abî Thâlib Radhîyallôhu ‘anhu (w. 40H), dan
10. ‘Umar ibn al- Khaththâb Radhîyallôhu ‘anhu (w. 33H).
Ketiga sahabat ini termasuk yang menghafalkan hadîts antara
500 sampai 1000 hadîts.
11. Abū Bakr ash-Shiddîq Radhîyallôhu ‘anhu (w. 13H)
12. ‘Utsmân bin ‘Affân Dzūn Nūr’ayni Radhîyallôhu ‘anhu (w.
36H)
13. Ummu Salamah Radhîyallôhu ‘anhâ (w. 59H)
14. Abū Mūsâ al-Asy’arî Radhîyallôhu ‘anhu (w. 52H)
15. Abū Dzarr al-Ghifârî Radhîyallôhu ‘anhu (w. 32H)
16. Abū ‘Ayyūb al-Anshârî Radhîyallôhu ‘anhu (w. 51H)
17. ‘Ubay bin Ka’ab Radhîyallôhu ‘anhu (w. 19H), dan
12
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
18. Mu’âdz bin Jabal Radhîyallôhu ‘anhu (w. 81H)
Mereka semua ini termasuk sahabat yang meriwayatkan lebih
dari 100 hadîts namun kurang dari 500.
Ka langa n Tâ bi’în :
Kita tidak dapat melupakan para Tâbi’în senior, setelah
perjuangan mereka yang tidak ada hentinya, mengumpulkan
harta berharga Sunnah, sehingga Ummat Muhammad
Shallâllâhu ‘alay hi wa Sallam dapat diperkaya dengan khazanah
sunnah tersebut untuk selamanya. Diantara mereka adalah :
1. Sa’îd ibn al-Musayyib
Beliau dilahirkan pada tahun kedua di zaman berkuasanya
‘Umar Radhîyallôhu ‘anhu di Madînah dan meninggal pada
tahun 105 H. Beliau mempelajari ahâdîts dan seluk beluk
ilmunya dari ‘Utsmân, ‘ `isyah, Abū Huray rah dan Zayd bin
Tsâbit Radhîyallôhu ‘anhum.
2. ‘Urwah bin Zubay r
Beliau adalah diantara orang yang dianggap paling berilmu
dari Madînah. Beliau merupakan kemenakan dari ’ `isyah
Radhîyallôhu ‘anhâ dan paling banyak meriwayatkan dari
bibinya tersebut. Beliau memiliki fadhîlah karena menjadi
murid Abū Hurayrah Radhîyallôhu ‘anhu dan Zayd bin Tsâbit
Radhîyallôhu ‘anhu. Shâlih bin Kîsan dan Imâm az-Zuhrî
13
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
adalah diantara murid beliau yang terkenal. Beliau
meninggal dunia pada tahun 94H.
3. Sâlim bin ‘Abdillâh bin ‘Umar
Beliau adalah diantara tujuh qâdhî (hakim) terkenal di
Madînah. Beliau mempelajari hadîts dari ayahnya, ’Abdullôh
bin ’Umar Radhîyallôhu ‘anhu dan sahabat lainnya. Nâf i’, az-
Zuhrî dan banyak ulamâ` tâbi’în lainnya adalah murid beliau.
4. Nâfi’
Beliau adalah maw la (mantan budak) ‘Abdullôh bin ‘Umar
Radhîyallôhu ‘anhu dan murid utamanya. Beliau adalah
gurunya Imâm Mâlik Rahimahullôh. Riwayat Mâlik dari Nâfi’
dari ‘Abdullôh bin ‘Umar dari Rasulullôh Shallâllâhu ‘alayhi
wa Sallam merupakan rantai sanad emas menurut para
‘ulamâ` hadîts. Beliau wafat pada tahun 117.
14
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Karya Tulis Pada Periode Pertama
1. Shahîfa h ash-Shâdiqa h
Shahifah ini dinisbatkan kepada ‘Abdullôh bin ‘Amr bin ‘Ash (w.
63H pada usia 77 tahun). Beliau memiliki kecintaan yang sangat
besar di dalam menulis dan mencatat. Apa saja yang beliau
dengar dari Nabi Muhammad Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam akan
segera beliau catat. Beliau secara pribadi mendapatkan izin
khusus dari Nabi Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam. 1 . Risalah beliau
ini terdiri dari sekitar 1000 ahâdîts. Risalah ini tetap dijaga dan
dipelihara oleh keluarga beliau dalam waktu yang lama. Semua
isi risalah ini dapat ditemukan di dalam Musnad Imâm Ahmad
Rahimahullôh.
2. Shahîfa h ash-Sha hîhah
Shahifah ini dinisbatkan kepada Humâm bin Munabbih (w.
101H). Beliau termasuk murid terkenal Abū Hurayrah
Radhiyallôhu ‘anhu. Beliau menuliskan semua ahâdîts dari
gurunya. Salinan manuskrip ini masih tersedia di Perpustakaan
Berlin di Jerman dan di Perpustakaan Damaskus (Suriah). Imâm
Ahmad bin Hanbal Rahimahullôh telah mengkategorisasikan
semua isi Shahîfah ini di dalam Musnad-nya di bawah bab
1 Lihat : Mukhtashor Jâmi’ Bayânil ‘Ilm; hal. 36-7
15
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
riwayat Abū Huray rah Radhiyallôhu ‘anhu.2 Risalah ini, setelah
upaya tahqîq mengagumkan yang dilakukan oleh Dr.
Hamîdullâh, telah dicetak dan didistribusikan di Hyderabad
(Deccan). Risalah ini mengandung 138 riwayat. Shâhifah ini,
merupakan bagian (juz`) dari ahâdîts yang diriwayatkan dari
Abū Huray rah dan mayoritas riwayat-riwayatnya terdapat di
dalam Bukhârî dan Muslim, yang kata-kata dalam ahâdîts-nya
hampir sama semua dan tidak ada perbedaan mencolok.
3. Shahîfa h Basyîr bin Na hîk
Beliau adalah murid Abū Huray rah Radhiyallôhu ‘anhu. Beliau
juga mengumpulkan dan menulis sebuah risalah ahâdîts yang
beliau bacakan kepada Abū Hurayrah Radhiyallôhu ‘anhu,
sebelum mereka meninggal dunia beliau telah memeriksanya. 3
4. Musna d Abū Huray rah Radhiyallôhu ‘anhu
Musnad ini ditulis selama masa sahabat. Salinan Musnad ini ada
pada ayahanda ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Radhiyallôhu ‘anhu, yaitu
‘Abdul ‘Azîz bin Marwân, seorang Gubernur Mesir yang
meninggal pada tahun 86H. Beliau menulis kepada Katsîr bin
Murrah memerintahkannya untuk menulis semua hadîts yang
didengarnya dari para sahabat lalu mengirimkannya kepadanya.
Di dalam surat perintahnya ini, beliau mengatakan pada Katsîr
2 Perincian lebih jauh, silakan lihat Shahîfah Humâm yang ditahqîq oleh Dr.
Hamîdullâh dan Musnad Ahmad (II/312-18).
3 Lihat Jâmi’ul Bayân (I/72) dan Tahdzîbut Tahdzîb (I/470).
16
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
tidak perlu mengirimkan ahâdîts riwayat Abū Huray rah, karena
beliau telah memilikinya.4
Musnad Abū Huray rah Radhiyallôhu ‘anhu ini ditulis kembali
dalam bentuk tulisan tangan oleh Ibnu Tay mîyah Rahimahullôh,
dan tulisan tangan ini masih tersedia di Perpustakaan Jerman. 5
5. Shahîfa h ‘Alî Ra dhiyallôhu ‘a nhu
Kita dapati dari penelitian Imâm Bukhârî bahwa Shahîfah ini
cukup besar dan di dalamnya berisi masalah zakât, ‘amalîyah
yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan di Madînah,
Khuthbah Hajjatil Waddâ’ dan petunjuk-petunjuk Islâmî. 6
6. Khutbah Tera khir Na bi Shallâllâhu ‘alayhi wa Sa llam
Pada Fathul Makkah (Penaklukan Kota Makkah), Nabi Shallâllâhu
‘alay hi wa Sallam memerintahkan Abū Syah Yamanî
Radhiyallôhu ‘anhu untuk menuliskan khutbah terakhir beliau. 7
7. Shahîfa h Jâbir Radhiyallôhu ‘a nhu
Murid beliau, Wahb bin Munabbih (w. 110H) dan Sulaymân bin
Qays al-Asykarî, menghimpun riwayat Jâbir Radhiyallôhu ‘anhu.
4 Lihat Shâhifah Humâm (hal. 50) dan Thobaqôt Ibnu Sa’ad (VII/157)
5 Lihat Muqoddimah Tuhfatul Ahwadzî Syarh Jâmi’ ath-Tirmidzî (hal. 165)
6 Lihat Shâhih al-Bukhârî, Kitâb al-I’tishâm bil Kitâbi was Sunnah (I/451).
7 Lihat Shâhih al-Bukhârî (I/20), Mukhtashor Jâmi’ Bayânil ‘Ilm (hal. 36) dan
Shâhih Muslim (I/349).
17
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Di dalamnya, mereka menuliskan permasalahan haji dan
Khuthbah Hajjatul Waddâ’. 8
8. Riwayat ‘ `isyah ash-Shiddîqa h Radhiyallôhu ‘anhâ
Riwayat ‘ `isyah ash-Shiddîqah Radhiyallôhu ‘anhâ ditulis oleh
murid beliau, ‘Urwah bin Zubay r. 9
9. Ahâdîts Ibnu ‘Abbâs Radhiyallôhu ‘anhu
Ada cukup banyak kompilasi ahâdîts Ibnu ‘Abbâs Radhiyallôhu
‘anhu. Sa’îd bin Jubair diantara yang menghimpun ahâdîts
beliau. 1 0
10. Sha hîfah Anas bin Mâlik Radhiyallôhu ‘anhu
Sa’îd bin Hilâl meriwayatkan bahwa Anas bin Mâlik Radhiyallôhu
‘anhu akan menyebutkan semua hadîts yang beliau tulis dengan
ingatan/hafalan. Ketika menunjukkan kepada kami, beliau
mengatakan :
“Saya mendengarkan langsung riwayat ini dar i Rasūlullôh
Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam, saya akan menuliskannya dan
membacanya kembali di hadapan Rasūlullôh Shallâllâhu ‘alayhi
wa Sallam sehingga beliau menyetujuinya.” 1 1
8 Lihat Tahdzîbut Tahdzîb (IV/215)
9 Lihat Tahdzîbut Tahdzîb (VIII/183)
10 Lihat ad-Dârimî (hal. 68)
11 Lihat Shahîfah Humâm (hal. 34) dari al-Khathîb al-Baghdâdî dan al-Hâkim
(III/574).
18
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
11. ‘Amru bin Hazm Radhiyallôhu ‘a nhu
Ketika beliau diangkat menjadi Gubernur dan dikirim ke Yaman,
beliau diberi perintah dan petunjuk tertulis. Beliau tidak hanya
menjaga petunjuk tersebut, namun beliau juga menambahkan
21 perintah Rasūlullôh Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam dan beliau
jadikan dalam bentuk buku. 1 2
12. Risâ lah Samūroh bin Jundub Radhiya llôhu ‘a nhu
Risâlah ini diberikan kepada putera beliau dalam bentuk sebuah
wasiat. Risalah ini adalah ‘harta’ yang besar. 1 3
13. Sa’ad bin ‘Ubâdah Radhiya llôhu ‘a nhu
Beliau telah mengetahui bagaimana cara membaca dan menulis
semenjak zaman Jâhilîyah.
14. Ma ktūb Nâfi’ Radhiya llôhu ‘a nhu
Sulay mân bin Mūsâ meriwayatkan bahwa ‘Abdullôh bin ‘Umar
Radhiyallôhu ‘anhu mendiktekan hadîts sedangkan Nâfi’
14
menulisnya.
15. ‘Abdullôh bin Mas’ūd Ra dhiyallôhu ‘a nhu
Ma’an meriwayatkan bahwa ‘Abdurrahmân bin ‘Abdullôh bin
Mas’ūd mengeluarkan sebuah buku, ketika beliau membuka
12 Lihat al-Watsâ`iq as-Siyâsah (hal. 105) dan ath-Thobarî (hal. 104).
13 Lihat Tahdzîbut Tahdzîb (IV/236)
14 Lihat ad-Dârimî (hal. 69) dan Shâhifah Humâm (hal. 45) dari Thobaqôt Ibnu
Sa’ad.
19
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
penutup buku tersebut, beliau berkata : “Ayahku yang menulis
ini.” 1 5
Apabila penelitian ini dilanjutkan dengan menyebutkan jumlah
contoh-contoh lainnya, niscaya jumlahnya akan terlalu besar.
Selama periode pertama ini, para sahabat Radhiyallôhu ‘anhum
dan ulamâ` Tâbi’în besar, lebih menfokuskan menggunakan
hafalan mereka daripada menulis. Pada periode kedualah,
pengumpulan ahâdîts (dalam bentuk buku) bermula.
15 Lihat Mukhtashor Jâmi’ Bayânil ‘Ilm (hal. 37)
20
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
PERIODE
PERIODE KEDUA
Periode kedua dimulai dari sekitar pertengahan abad kedua
hijrîyah. Selama periode ini, sejumlah besar tâbi’în mulai
menghimpun karya mereka dalam bentuk buku.
Penghimpun Hadîts
1. Muhammad bin Syihâb az-Zuhrî Ra hima hullôh (w.
124H)
Beliau dianggap sebagai ‘ulamâ` hadîts terbesar di
zamannya. Beliau menimba ilmu dari orang-orang besar.
Diantara kalangan sahabat radhiyallôhu ‘anhum ajma’îin
yang menjadi gurunya adalah :
• ‘Abdullôh bin ‘Umar Radhiyallôhu ‘anhu
• Anas bin Mâlik Radhiyallôhu ‘anhu, dan
• Sahl bin Sa’ad Radhiyallôhu ‘anhu.
Diantara Tâbi’în yang menjadi gurunya adalah :
• Sa’îd ibn al-Musayyib Rahimahullôh
• Mahmūd bin Rabî’ah Rahimahullôh
21
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Diantara murid beliau adalah :
• Imâm al-Awzâ’î Rahimahullôh (w. 167H).
• Imâm Mâlik Rahimahullôh (w. 179H), dan
• Sufyân bin ‘Uyainah Rahimahullôh (w. 1668H).
Murid- murid beliau termasuk imâm- imâm hadîts terbesar.
Pada tahun 101H, beliau diperintahkan oleh ‘Umar bin ‘Abdil
‘Azîz Rahimahullôh untuk mengumpulkan dan menghimpun
hadîts. Selain itu juga, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Rahimahullôh
memberikan perintah kepada Gubernur Madînah, Abū Bakr
Muhammad bin ‘Amrū bin Hazm untuk menuliskan semua
ahâdîts yang dimiliki oleh ‘Umrah bintu ‘Abdirrahmân dan
Qâsim bin Muhammad.
Ketika ‘Umar bin ‘Abdil ‘Azîz Rahimahullôh memerintahkan
semua orang yang bertanggung jawab di negara Islam untuk
mengumpulkan ahâdîts, kumpulan itu berbentuk sebuah
buku. Ketika mereka sampai ke ibukota Damaskus, salinan
kopi buku tersebut dikirimkan ke semua penjuru negeri
Islam. 1 6 Setelah Imâm az-Zuhrî Rahimahullôh mulai
mengumpulkan ahâdîts, ahli ‘ilmu lainnya mulai turut
bergabung dengan beliau, yang terutama diantara mereka
adalah :
16 Lihat Tadzkîratul Huffazh (I/106) dan Mukhtashor Jâmi’ Bayânil ‘Ilm (hal. 38)
22
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
2. ‘Abdul Mâlik bin Jura ij Rahimahullôh (w. 150H) di
Ma kka h
3. Imâm a l-Awzâ’î Rahimahullôh (w. 157H) di Syâm
(Suria h)
4. Mu’ammar bin Râsyid Ra hima hullôh (w/ 153H) di
Yaman
5. Imâm Sufyân ats-Tsa urî Ra hima hullôh (w. 161H) di
Kūfa h
6. Imam Hammâd bin Sa lamah Ra hima hullôh (w. 167H)
di Bashrâ
7. ‘Abdullôh ibn al-Mubârok Rahimahullôh (w. 181H) di
Khurosân,
8. Mâlik bin Anas Rahimahullôh (93-179H)
Imâm Mâlik memiliki kedudukan di dalam mengajarkan
hadîts di Madînah setelah Imâm az-Zuhrî. Beliau menimba
ilmu dari Imâm az-Zuhrî, Imâm Nâfi’ dan ulamâ` besar
lainnya. Murid beliau mencapai 900 orang dan pelajaran
beliau menyebar sampai ke Hijâz, Syâm, Palestina, Mesir,
Afrika dan Andalusia (Spanyol). Diantara murid- murid beliau
adalah :
• Laits bin Sa’ad Rahimahullôh (w. 175H).
• ’Abdullôh ibn al-Mubârok Rahimahullôh (w. 181H).
23
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• Imâm asy-Syâfi’î Rahimahullôh (w. 204H), dan
• Imâm Muhammad bin Hasan asy-Syaibânî Rahimahullôh
(w. 189H).
24
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Karya Tulis Periode Kedua
Ka rya Tulis pa da Periode Kedua
1. Muwaththo` Imâm Mâlik
Selama rentang waktu ini, sejumlah buku hadîts telah
disusun, Muwaththo` memiliki kedudukan tersendiri pada
periode ini. Buku ini ditulis antara tahun 130H sampai 141H.
Buku ini memiliki kurang lebih 1.720 ahâdîts, dimana :
• 600 hadîts-nya marfū’ (terangkat sampai kepada Nabi
Shallâllâhu ’alayhi wa Sallam).
• 222 hadîts-nya mursal (adanya peraw i sahabat yang
digugurkan) 1 7
17 Catatan Penterjemah : Definisi yang diberikan oleh penterjemah Inggris
(i.e. Abū Hibbân dan Abū Khuzaimah) ini kurang tepat. Apabila hadîts mursal
didefinisikan dengan hilangnya atau digugurkannya perawi sahabat, niscaya
hadîts mursal ini merupakan hujjah, karena semua sahabat menurut ijma’ ahlus
sunnah adalah tsiqqoh (kredibel). Yang benar, menurut penulis Nuzhatun
Nazhor, hadits mursal adalah : “yang digugurkan perawi akhir setelah tâbi’î.
Gambarannya adalah, seorang tâbi’î baik senior maupun junior yang
mengatakan Rasūlullôh Shallâllâhu ‘alayhi wa Sallam bersabda atau berbuat
demikian atau ada yang berbuat sesuatu dihadapan beliau, atau yang
semisalnya.” Syaikh ‘Alî Hasan al-Halabî mengomentari : “Pada ucapan ini
terdapat bantahan terhadap Baiqūnî yang mengatakan di dalam Manzhūmah-nya
yang terkenal, yaitu “Mursal minhu ash-Shohâbî saqotho” (Mursal adalah perawi
25
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• 617 hadîts-nya mauquf (terhenti sampai kepada tâbi’î)
275 sisanya adalah ucapan tâbi’ūn. 1 8

Buku hadîts yang dihimpun pada periode ini
2. Jâmi’ Sufyân ats-Tsaurî (w. 161H).
3. Jâmi’ ’Abdullôh ibn al-Mubârok (w. 181H).
4. Jâmi’ Imâm al-Auzâ’î (w. 157H).
5. Jâmi’ Ibnu Juraij (w. 150H).
6. Kitâbul Akhrâj karya Qâdhî Abū Yūsuf (w. 182H).
7. Kitâbul Atsâr karya Imâm Muhammad (w. 189H).
Pada rentang periode dua inilah, ahadits Nabîyullôh Shallâllâhu
’alay hi wa Sallam, âtsâr para sahabat dan fatâwâ para tâbi’în
dihimpun beserta syarh (penjelasan) tertentu dari ucapan
sahabat, tâbi’în atau hadîts Nabî Shallâllâhu ’alayhi wa Sallam.
sahabat yang digugurkan). Lihat : an-Nukât ‘ala Nuzhatin Nazhor fi Taudhîhi
Nukhbatil Fikri oleh Syaikh ‘Ali Hasan, hal. 110. Lihat pula at-Ta’lîqôt al-
Atsarîyah hal. 23.
18 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Berdasarkan Syaikh Muhammad
‘Abduh Falâh al-Bâkistânî hafizhahullôhu, Muwaththo` memiliki 1720 ahâdîts,
dengan 600 hadîts marfu’, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 merupakan fatâwa
dan ucapan tâbi’în, sedangkan 75 merupakan pernyataan. Lihat buku beliau
Imâm Mâlik wal Muwaththo`.
26
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
PERIODE KETIGA
Periode ini dimulai dari abad kedua hijrîyah dampai akhir abad
keempat hijrîyah.
Karakteristik Periode ini
1. Ahâdîts Nabi, âtsâr sahabat dan aqwâl (ucapan) tâbi’în
dikategorisasikan, dipisahkan dan dibedakan.
2. Riwayat yang maqbūlah (diterima) dihimpun secara
terpisah dan buku-buku pada abad kedua diperiksa kembali
dan di-tashhîh (diautentikasi).
3. Selama periode ini, bukan hanya riwayat yang
dikumpulkan, namun untuk memelihara dan menjaga
hadîts, para ulamâ` menformulasikan ilmu yang berkaitan
dengan hadîts (lebih dari 100 ilmu 1 9 ) dimana ribuan buku
mengenai ini telah ditulis.
19 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Imâm Hâzimî (w. 784H), penulis
Kitâbul I’tibâr fi Naskhi mengatakan : “Macam dan jenis ilmu Mushtholâhul
Hadîts mencapai hampir 100 macam, dan tiap pembahasan memiliki ilmunya
sendiri. Apabila seorang penuntut ilmu menghabiskan seluruh waktu hidupnya
27
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
’Ulūmul Hadîts
1. Asmâ`ur Rijâl
Pada ilmu ini, keadaan, lahir, wafat, guru dan murid- murid
peraw i dikumpulkan dan dihimpun secara terperinci, dan
berdasarkan perincian peraw i ini, seorang peraw i dapat
dinilai akan sifat shidq (kejujuran), tsiqqoh (kredibilitas)
atau ketidak-tsiqqoh-annya. Ilmu ini sangat menarik.
Perincian sebanyak lebih dari 500.000 peraw i telah disusun.
Banyak buku telah ditulis di dalam bidang ilmu ini,
diantaranya adalah : 2 0
• Tahdzîbul Kâm il karya Imâm Yūsuf al-Mizzî (w. 742H),
salah satu buku terpenting dalam ilmu ini.
• Tahdzîbut Tahdzîb karya al-Hâf izh Ibnu Hajar. Beliau juga
menulis syarh (penjelasan) Shahîh Bukhârî dalam 12 jilid
dengan judul Fathul Bârî Syarh Shâhihil Bukhâr î. 2 1
untuk mempelajari bidang ini, niscaya tidak akan mencapai akhirnya.” Lihat
Tadrîbur Râwî (hal. 9). Muhaddits Ibnu Sholâh sendiri, menyebutkan 65 macam
jenis ilmu ini di dalam bukunya ‘Ulūmul Hadîts.
20 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : ‘Izzuddîn Ibnul ‘Atsîr (w. 630H)
juga menulis buku berjudul Asadul Ghôbah fî Asmâ`is Shohâbah.
28
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• Tadzkirâtul Huffâzh karya al-’Allâmah adz-Dzahabî
(w.748H).
2. ’Ilmu Mushtholâ hul Hadîts (’Ushūlul Hadîts)
Dengan arahan ilmu inilah, standar dan hukum ahâdîts
serta keshahihan dan kedha’ifan suatu hadîts dapat
ditegakkan. Buku yang terkenal di dalam bidang ini adalah :
• ’Ulūm ul Hadîts al-Ma’rūf bi Muqoddimati Ibni ash-
Sholâh 2 2 oleh Abū ’Ammar ’Utsmân ibn ash-Sholâh
(w.557H).
• Taujîhun Nazhor karya al-’Allâmah Thâhir bin Shâlih al-
Jazâ’irî (w. 1338H).
• Qowâ’idut Tahdîts karya al-’Allâmah Sayyid Jamâluddîn
al-Qâshimî (w.1332H).
3. ’Ilmu Ghorîbul Hadîts
Di dalam ilmu ini, kata-kata dan makna yang sulit diteliti
dan dipelajari. 2 3 Diantara buku dalam ilmu ini adalah :
21 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Beliau juga menulis Al-Ishâbah fî
Tamyîzi ash-Shohâbah, yang kemudian diringkas oleh muridnya as-Suyuthî
(w.911H) dengan judul ‘ inul Ishâbah.
22 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Syaikh Nawwâb Shiddîq Hasân
Khân (w.1307H), mengatakan di dalam bukunya yang berjudul Manhajul Wushūl
fi Ishthilâh Ahâdits ar-Rasūl bahwa Imâm Ibnu Katsîr telah menulis sebuah
ringkasan terhadap buku Ibnu Sholâh ini, yang berjudul al-Bâits al-Hatsîts ‘ala
Ma’rifati ‘Ulūmil Hadîts.
29
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Al-Fâ`iq 24 karya az-Zamakhsyârî.

An-Nihâyah 25 karya al-Ma’rūf Ibnu ’Atsîr.

4. ’Ilmu Ta khrîjul Ha dîts
Dari ilmu ini kita dapat menemukan dimana (sumber) suatu
hadîts yang berkaitan dengan ilmu tertentu yang banyak
ditemukan dari buku-buku tafsîr, ’aqîdah ataupun f iqh,
seperti :
Al-Hidâyah 26 karya Burhânuddîn ’Alî bin Abî Bakr al-

Marghânî (w.592H).
• Ihyâ` ’Ulūmuddîn karya Abū Hâmid al-Ghozâlî (w.505H).
Kedua buku di atas ini, memiliki banyak riwayat tanpa isnâd
atau sumber. Apabila seseorang ingin mengetahui derajat
23 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Buku pertama yang ditulis di
dalam ilmu ini adalah oleh Abū ‘Ubaidah Mu’ammar bin Mutsannâ al-Bashrî
(w.210H) dalam bentuk yang ringkas. Karya lebih panjang dilakukan oleh Abūl
Hasan Nadar bin Syamîl al-Mâzinî (w. 204H), kemudian Abū ‘Ubaid bin Qâsim bin
Sallâm (w.222H) yang meniulis buku menghabiskan hampir seluruh hidupnya.
Kemudian Ibnu Qutaybah (w.276H).
24 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah Al-Fâ`iq
fî Gharîbil Hadîts.
25 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah An-
Nihâyah fî Gharîbil Hadîts wal tsar. Al-Armawî menuliskan sebuah apendiks bagi
buku ini, kemudian Imâm as-Suyūthî (w.911H) menuliskan ringkasan an-
Nihâyah ini dengan judul Ad-Darrun Natsîr Talkhîsh Nihâyah Ibn Atsîr.
26 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Buku Fiqh Hanafî terkenal yang
banyak mengandung pembahasan yang menyelisihi al-Qur`ân dan as-Sunnah.
30
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
atau sumber ahâdîts pada kedua buku ini dari buku hadîts
terkenal, maka buku-buku pertama yang bisa dirujuk adalah
:
• Nashbur Râyah karya al-Hâfizh Zailâ’î (w. 792)
• Kitâbud Dirôyah karya al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqolânî
(w.852H)
• Al-Mughnî ’an Ham lil Ashfâr karya al-Hâfizh Zainuddîn al-
Irâqî (w.806H).
5. ’Ilmu a l-Hadîts al-Ma udhū’ah
Dalam ilmu ini, ahli ilmu menuliskan sebuah buku khusus,
dimana mereka memisahkan antara hadîts maudhū’ (palsu)
dengan hadîts shahîh. Diantara buku terbaik yang terkenal
dalam masalah ini adalah :
• Fawâ`id al-Majmū’ah karya al-Qôdhi asy-Syaukânî
(w.1255H).
‘Ilalul Masnū’ah 27 karya Jalâluddîn as-Suyūthî (w.911H).

’Ilmu Nâsikh wa l Mansūkh 2 8
6.
27 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah ‘Ilalul
Masnū’ah fil Ahâdits al-Maudhū’ah. Buku ini merupakan ringkasan Kitâbul
Maudhū’ât karya Ibnul Jauzî.
28 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Ilmu ini adalah ilmu tentang
nash yang membatalkan/abrogasi (nâsikh) dan yang dibatalkan/diabrogasi
(mansūkh). Diantara buku yang ditulis di dalam bidang ini adalah buku-buku
31
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Di dalam ilmu ini, salah satu karya terkenal adalah Kitâbul
I’tibâr karya Muhammad Mūsâ al-Hâzimî (w.784H pada usia
35 tahun). 2 9
7. ’Ilmu at- Taufîq Baynal Hadîts
Di dalam ilmu ini, ahâdîts shahîhah yang saling kontradiktif
(tanâqudh) satu dengan lainnya, dibahas dan diselesaikan.
• Imâm asy-Syâfi’î (w.204H) adalah orang pertama yang
membicarakan ilmu ini di dalam buku beliau ar-Risâlah,
yang dikenal dengan ilmu Mukhtaliful Hadîts.
• Karya Imâm ath-Thohawî (w.321), Musy kilul tsâr juga
merupakan buku yang bermanfaat.
8. ’Ilmu Mukhta lif wa l Mu’ta laf
Ilmu ini menyebutkan nama-nama perawi, kunyah
(julukan), gelar, orang tua, ayah atau guru mereka, yang
sama/mirip antara peraw i satu dengan yang lainnya,
sehingga seorang peneliti dapat melakukan kesalahan
karenanya.
karya Ahmad bin Ishâq ad-Dainârî (w.318H), Muhammad bin Bahr al-Ishbahânî
(w.322), Hibâtullâh bin Salamah (w.410) dan Ibnul Jauzî (w.597).
29 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Buku ini telah dicetak di
Hyderabad (India), Mesir dan Halab (Aleppo-Suriah). Judulnya : Al-I’tibâr fî
Bayânin Nâsikh wal Mansūkh minal tsâr.
32
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• Buku Ibnu Hajar (w.852H) yang berjudul Ta’bîrul
Munabbih adalah salah satu contoh utama dalam ilmu ini.
9. ’Ilmu Athrôful Hadîts
Ilmu ini memudahkan untuk mencari sebuah riwayat dan
buku hadîts serta para perawinya dapat ditemukan di dalam
ilmu ini. Sebagai contoh, penggalan pertama hadîts :
”Sesungguhnya setiap ’amal itu tergantung niatnya...”,
apabila anda ingin mendapatkan semua kata pada hadîts
tersebut sekaligus perawinya, maka anda perlu merujuk
pada ilmu ini dan buku-buku yang ditulis dalam bidang ilmu
ini, seperti :
• Kitâb Tuhfatul Asyrâf karya al-Hâf izh al-Muzannî
(w.742H). Buku ini mengandung daftar seluruh ahâdîts di
dalam kutubus sittah (kitab induk hadîts yang enam). Al-
Muzannî menghabiskan waktu selama 26 tahun untuk
karyanya ini yang melibatkan pengkategorisasian yang
melelahkan. Setelah upaya yang besar ini akhirnya buku
beliau ini dapat diselesaikan.
10. Fiqhul Hadîts
Di dalam ilmu ini, semua hadîts shahîh yang berkaitan
dengan ahkâm dan perintah dikumpulkan. Di dalam bidang
ilmu ini, buku-buku yang dapat diambil faidahnya adalah :
33
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
I’lâmul Muwaqqi’în 3 0 karya Syaikhul Islâm Ibnu Qoyy im

al-Jauzîyah (w.751).
• Hujjatullâh al-Balîghah karya Syah Walîy ullâh ad-Dihlâw î
(w.1176).
Selain itu, ada juga buku-buku yang ditulis berkenaan
dengan permasalahan dan topik lainnya, seperti misalnya
dalam bidang harta:
• Kitâbul Amwâl yang terkenal, karya Abū ’Ubaid Qâsim bin
Sallâm (w.224H).
• Kitâbul Akhrâj karya Qâdhî Abū Yūsuf (w.182H).
Bagi mereka para pengingkar hadîts (inkârus sunnah), maka
mereka adalah sasaran dari pemahaman yang bâthil. Bagi
mereka buku-buku di bawah ini bisa memberikan faidah, apabila
mereka mau menelaahnya :
• Kitâbul Umm karya Imâm asy-Syâfi’î (w.204H), juz VII.
• Ar-Risâlah karya Imâm asy-Syâfi’î (w.204H).
• Al-Muwâfaqât karya Imâm Abū Ishâq asy-Syâthibî
(w.790), juz IV.
• Ash-Showâ`iqul Mursalah karya Ibnu Qoyy im al-Jauzîyah
(w.751), juz II dan
30 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah I’lâmul
Muwaqqi’în ‘an Rabbil ‘ lamîn.
34
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
• Al-Ahkâm karya Ibnu Hazm al-Andalūsî (w.456H).
Juga buku di bawah ini yang berbahasa Urdu :
• Muqoddimah Tarjamânus Sunnah karya Maulânâ Badrul
lam Mîrthî dan
• Itsbâtul Khabar karya ayahku, Maulânâ ’Abdus Sattâr
Hasan al-Amrifūrî (Amrpoor) (w.1916M/ 1324H pada usia
34 tahun). 3 1
Untuk buku yang berkenaan dengan sejarah ilmu hadîts, maka
buku-buku di bawah ini memiliki kedudukan tersendiri :
• Muqoddimah Fathul Bârî karya Ibnu Hajar al-Asqolânî
(w.852H).
• Jâmi’ Bayaânil ’Ilm i karya Hâfizh Ibnu ’Abdil Barr al-
Andâlūsî (w.463H).
• Ma’rifatu ’Ulūm il Hadîts karya Imam Hâkim (an-
Naisâburî) (w.405H) dan
• Muqoddimah Tuhfatul Ahwadzî Sy arh Sunan at-Tirmidzî
karya ’Abdurrahmân al-Mubârokf ūrî (w.1353H/1935M).
Di zaman kami, buku ini dari sisi kekomprehensiv itasan
dan isinya, tidak ada bandingannya.
31 Pada masa kakekku, Hâfizh ‘Abdul Jabbâr al-Amrifūrî, fitnah penolakan
terhadap hadîts dimulai oleh orang yang bernama ‘Abdullôh al-Jakrâwâlî
(C hakarwali). Orang ini dibantah oleh kakekku di dalam buletin bulanan yang
bernama Risâlah Dhiyâ’us Sunnah.
35
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Penyusun Hadîts Pada Periode Ketiga
1. Imâm Ahmad bin Hanbal ra hima hullôhu (164-241H)
Karya beliau yang paling utama adalah Musnad Ahmad yang
tersusun dari 30.000 ahâdîts dalam 24 juz dan kebanyakan
riwayat terdapat dalam buku ini. Imâm Ahmad
rahimahullôhu tidak mengkategorisasikan bukunya menurut
tema, namun beliau lebih cenderung
mengkategorisasikannya menurut riwayat-riwayat sahabat
berdasarkan nama-nama mereka yang meriwayatkan hadîts.
Ulamâ` mesir terkemuka, Muhaddits Muhammad Ahmad
Syâkir mengambil tanggung jawab mengkategorisasikan
buku ini berdasarkan tema dan sejauh ini beliau telah
mencetak 15 jilid dan pekerjaan beliau masih berlangsung
hingga kini.3 2
2. Imâm Muhammad bin Ismâ’îl al-Bukhârî
rahimahullôhu (194-246H)
Shahîh al-Bukhârî adalah karya utama Imâm Bukhârî. Judul
lengkap buku beliau ini adalah Al-Jâmi’ ash-Shahîh al-
Musnad al-Mukhtashor min Um ūri Rasūlillâh Shallâllâhu
32 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Perlu diketahui, risalah ini ditulis
oleh Syaikh ‘Abdul Ghaffâr Hasan pada tanggal 20 November 1956 dan ketika itu
Syaikh Ahmad Syâkir masih hidup.
36
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
’alay hi wa Sallam wa Ayyâm ihi. Beliau menghabiskan waktu
selama 16 tahun untuk meny usun bukunya ini. Jumlah murid
beliau yang membaca buku Shâhîh ini bersama beliau adalah
sebanyak 90.000 orang. Terkadang, dalam satu kali
pertemuan, yang menghadiri majlis beliau mencapai 30.000
orang. Standar penelitian Imâm Bukhârî terhadap hadîts
adalah yang paling ketat dibandingkan ulamâ` hadîts
lainnya.
3. Imâm Muslim bin Hajjâj al-Qushay rî ra hima hullôhu
(202-261H)
Imâm Ahmad bin Hanbal dan Imâm Bukhârî adalah termasuk
diantara guru-guru beliau. Adapun Imâm at-Tirmidzî, Abū
Hâtim ar-Râzî dan Abū Bakr bin Khuzaimah termasuk murid-
murid beliau. Buku beliau memiliki derajat tertinggi di dalam
pengkategorisasian (tabwîb).
4. Abū Dâ wud Asy’âts bin Sulaymân as-Sijistânî
rahimahullôhu (204-275H)
Karya utama beliau dikenal dengan sebutan Sunan Abî
Dâw ud. Buku beliau ini, utamanya menggabungkan antara
riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ahkâm dengan
ringkasan (kompendium) permasalah f iqh yang berkaitan
dengan hukum. Bukunya tersusun dari 4.800 ahâdîts.
5. Imâm Abū sâ at- Tirmidzî rahimahullôhu (209-279H)
37
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Buku beliau, Jâmi’ at-Tirmidzî menyebutkan seputar
permasalah fiqh dengan penjelasan yang terperinci.
6. Imâm Ahma d bin Sy u’a ib an- Nasâ`î ra hima hullôhu
(w. 303H)
Buku beliau bernama Sunan al-Mujtabâ. Buku beliau lainnya
adalah as-Sunan al-Kubrâ, dimana beberapa bagiannya telah
dicetak di Bombay oleh Maulânâ ‘Abdush Shomad al-Kâtibî.
7. Imâm Muhammad bin Yazîd bin Mâja h al-Qazdiânî
rahimahullôhu (w.273H)
Buku beliau dikenal dengan sebutan Sunan Ibnu Mâjah.
Selain buku-buku diatas, banyak buku lainnya lagi yang telah
dihimpun dan dicetak yang tidak dapat kita sebutkan di sini
semuanya secara mendetail. Buku Bukhâri, Muslim dan Timidzî
disebut dengan Jâm i’, disebabkan buku mereka mengandung
masalah ’Aqô`id, ’ibâdah, akhlâq, khobar dan lainnya. Adapun
buku Abū Dâw ud, an-Nasâ’î dan Ibnu Mâjah disebut dengan
Sunan, karena buku-buku ini mengandung ahâdîts yang
meny inggung masalah duniaw i (mu’amalah).
38
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Thobaqôt (Tingkatan) Buku-Buku Hadîts
1. Berdasarkan landasan dan istilah hadîts serta
keterpercayaan para peraw inya, Muwaththo’ Imâm Mâlik,
Shahîh al-Bukhârî dan Shahîh Muslim, memiliki derajat
tingkatan tertinggi.
2. Abū Dâwud, at-Tirmidzî dan an-Nasâ`î, keterpercayaan para
peraw inya di bawah kategori pertama, namun mereka masih
dianggap dan dipercaya. Kategori ini juga mencakup Musnad
Ahmad.
3. Ad-Dârimî (w.225H), Ibnu Mâjah, al- Baihâqî, ad-Dâruquthnî
(w.358H). buku-buku ath-Thabrânî (w.360H), buku-buku
ath-Thohâwî (w.321H), Musnad Imâm asy-Syâfi’î dan
Mustadrak al-Hâkim (w.405H), buku-buku ini mengandung
semua macam hadîts, baik yang shahîh maupun yang dha’îf.
4. Buku-buku Ibnu Jarîr ath-Thobarî (w.310H), buku-buku al-
Khathîb al- Baghdâdî (w.463H), Abu Nu’aim (w.403H), Ibnu
’Asâkir (w.571H), ad-Day lâmî (w.509H) penulis F irdaus, al-
Kâm il karya Ibnu ’Adî (w.35H), buku-buku Ibnu Marūdîyah
(w.410H), al-Wâqidî (w.207H) dan buku-buku lainnya yang
termasuk dalam kategori ini. Kesemua buku-buku ini adalah
himpunan riwayat yang mengandung riwayat-riwayat palsu
(maudhū’). Sekiranya buku-buku ini diteliti, niscaya akan
banyak faidah yang dapat diperoleh.
39
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
PERIODE KEEMPAT
Periode ini, dimulai dari abad kelima hijrîyah sampai hari ini.
Karya-karya yang telah dihasilkan pada periode ini antara lain :
1. Penjelasan (Syarh), catatan kaki (hasyiah) dan
penterjemahan buku-buku hadîts ke dalam berbagai bahasa.
2. Lebih banyak buku-buku dalam ilmu hadîts yang disebutkan,
disyarh dan diringkas.
3. Para ’ulamâ`, dengan kecerdasan dan didorong kebutuhan
mereka terhadap ilmu hadîts, menyusun buku-buku hadîts
yang dicuplik dari buku-buku yang telah ditulis dan disusun
pada abad ketiga. Diantaranya adalah :
• Misy kâtus Mashâbih karya Walîy uddîn Khathîb.
Di dalam buku ini, riwayat-riwayatnya disusun
berdasarkan masalah ’aqîdah, ’ibâdah, mu’amâlah dan
akhlâq.
Riyâdhush Shâlihîn 3 3 karya Imâm Abū Zakâriyâ Yahyâ bin

Syarf an-Nawawî (w.676H), pensyarah kitab Shâhîh
Muslim. 3 4
33 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah
Riyâdhush Shâlihîn min Kalâmi Sayyidil Mursalîn.
40
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Buku ini menghimpun masalah akhlâq dan âdab secara
umum. Tiap temanya senantiasa diawali dengan ayat-
ayat al-Qur`ân yang berkaitan dengan tema. Hal ini
merupakan ciri utama buku ini, dan metode ini pula yang
ditempuh di dalam Shâhîh al-Bukhârî.
• Muntaqâ al-Akhbâr karya Mujaddid ad- Dîn Abūl Barakât
’Abdus Salâm bin Taimîyah (w.652H).
Beliau adalah kakek dari Syaikhul Islâm Taqîyuddîn
Ahmad bin Taimîyah (w.728H). Qâdhî asy-Syaukânî
menulis sebuah syarh buku ini dalam 8 jilid, yang
berjudul Nailul Awthâr.
Bulūghul Marâm3 5 karya Ibnu Hajar al-Asqolânî (w.852H),

pensyarah kitab Shâhîh al-Bukhârî.
Buku ini, utamanya tersusun atas hadîts-hadîts yang
berkaitan dengan ‘ibâdah dan mu’âmalah. Syarh
(penjelasan) buku ini dilakukan oleh Muhammad Ismâ’îl
ash-Shon’anî (w.1182H) di dalam buku beliau yang
berjudul Subulus Salâm Syarh Bulūghil Marâm. Adalagi
syarh dalam bahasa Farsî (Persia) yang ditulis oleh
Syaikh Nawwâb Shiddîq Hasan Khân al- Bupâlî (w.1307)
34 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Beliau pula-lah yang
bertanggung jawab dalam pemberian judul –judul bab dalam Shahîh Muslim.
35 Catatan Abū Hibbân & Abū Khuzaimah : Judul lengkapnya adalah
Bulūghul Marâm min ‘Adillatil Ahkâm.
41
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
yang berjudul Masâkul Khatâm Syar h Bulūghil Marâm.
Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu.
Syaikh ‘Abdul Haqq Muhaddits ad-Dihlaw î bin Saif at-Turkî
(w.1052) yang menyebarkan pengajaran hadîts di India. Setelah
beliau, dakwah ini disebarkan oleh Syah Walîyullâh ad-Dihlâw î
(w.1176) dan keturunan beliau serta murid- murid beliau.
Penterjemahan buku-buku hadîts ini memulai babak baru,
dimana buku-buku hadîts disyarh, dicetak dan disebarkan, dan
hal ini tetap terus berlangsung sampai hari ini. Risalah yang ada
di tangan anda sekarang ini juga merupakan salah satu bagian
dari upaya ini. Saya sendiri juga telah menulis sebuah risalah,
dimana saya menghimpun di dalamnya kurang lebih sebanyak
400 ahâdîts. Risalah ini dicetak tahun 1956 dengan judul
Intikhâb-e-hadîts.

Oleh :
Fadhîlatusy Syaikh ‘Abdul Ghoffâr
Hasan ar-Rahmânî al-Hindî
Rahimahullôhu wa Askanahu al- Jannata al -Fasîh
al- al-Fasîh
Alih Bahasa Inggris :
Abū Hibbân dan Abū Khuzaymah
Alih Bahasa Indonesia :
Abū Salmâ bin Burhân Yūsuf al-Atsarî
Sumber :
http://www.theclearpath.com
Pengantar Sejarah Tadwîn (Pengumpulan) Hadîts
Disusun oleh Al-Muhaddits ‘Abdul Ghoffâr Hasan ar-Rahmânî
Sumber : http://www.clearpath.com
© Copyleft terjemahan 2007
Ebook ini boleh disebarluaskan dalam bentuk apapun selama dalam
rangka dakwah dan tidak diperjualbelikan (komersil). Saran, kritik
atau izin mempublikasikan ebook ini silakan hubungi :
Mail : abu.salma81@g mail.com
HP : 08883535658
Homepage : http://dear.to/abusalma