Minggu, 27 Februari 2011

Tanah Wakaf untuk Rakyat

Rahmat Hidayat
Alumni PhD Ekonomi Islam Universitas Kebangsaan Malaysia dan bekerja di Kementerian Perumahan Rakyat RI

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman mengamanatkan, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Itu semua merupakan kebutuhan dasar manusia, dan mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Berdasarkan amanat tersebut, setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati, menikmati, atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Namun, fakta membuktikan masih banyak masyarakat yang belum memiliki dan menempati rumah yang layak. Menurut Statistik Kesejahteraan Rakyat 2008, sebanyak 13,8 persen rumah tangga masih menghuni rumah dengan lantai tanah, 12,4 persen dengan dinding belum permanen, dan 1,2 persen tinggal di rumah yang beratapkan daun. Pada 2009, permukiman kumuh luasnya diperkirakan mencapai 57.800 ha, dan jumlah kekurangan rumah (backlog) mencapai 7,4 juta unit (Kemenpera, 2010).

Persoalan yang dihadapi masyarakat adalah ketidakmampuan membeli rumah, terutama di lingkungan hunian yang layak. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan daya beli (affordability), sehingga mereka tidak dapat memenuhi hak dasar akan kebutuhan rumah layak huni. Di samping itu adalah keterbatasan serta mahalnya harga tanah, terutama di perkotaan sehingga menyebabkan harga rumah tidak terjangkau oleh mereka. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya dan terobosan melalui pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan perumahan terutama bagi masyarakat tidak mampu.

Potensi tanah wakaf
Secara bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab "waqafa" yang berarti menahan atau berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nazhir (pengelola wakaf), baik perseorangan maupun badan hukum, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik wakif, dan bukan pula menjadi hak milik nazhir, tetapi menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.

Dalam Islam, wakaf mempunyai sejarah yang panjang, dimulai dengan dibangunnya Masjid Quba' oleh Rasulullah SAW saat hijrah ke Madinah dan menjadi wakaf keagamaan pertama dalam Islam. Dalam perkembangannya, ia telah menjadi instrumen sosial dan ekonomi yang penting dalam masyarakat Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam mampu memberi solusi jaminan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat. Bahkan dalam sejarah Islam, wakaf tidak hanya menjadi pilar kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjadi pilar ekonomi negara dalam membangun infrastruktur, ekonomi, dan ketahanan. Dengan kata lain. wakaf di samping didayagunakan untuk tujuan keagamaan, juga untuk kemaslahatan umum, serta telah memberikan pengaruh yang berarti kepada dunia luas. Sekarang, wakaf telah diterapkan baik di negara Muslim maupun di negara non-Muslim.

Di Indonesia, praktik wakaf dapat dilihat terutama di kerjaan-kerajaan Islam di Indonesia seperti Kerajaan Aceh, Demak, Banten, dan Cirebon. Di kerajaan-kerajaan tersebut terdapat banyak harta benda wakaf yang digunakan untuk tempat ibadah dan pengembangan agama (Nasution, 2008).

Perkembangan wakaf di Indonesia mulai menggeliat sekitar tahun 2000-an. Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan peraturan pelaksanaannya, menjadi jawaban bagi masa depan perwakafan di Indonesia agar dapat didayagunakan secara lebih produktif dan profesional.

Pasal 1 UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Dalam Pasal 5 UU tersebut dinyatakan, wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Dari perspektif bendanya, wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak meliputi, antara lain, hak atas tanah, bangunan/bagian bangunan, dan hak milik atas satuan rumah susun, dan benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan benda bergerak meliputi, antara lain, uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, dan benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Dari perspektif peruntukannya, wakaf dibagi menjadi wakaf mutlak (umum) dan wakaf muqayyad (tertentu). Wakaf mutlak (undefinite waqf) adalah wakaf yang boleh didayagunakan untuk apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Misalnya untuk kemaslahatan atau kepentingan umum. Sedangkan wakaf muqayyad (definite waqf) adalah wakaf yang hanya boleh didayagunakan sesuai dengan ikrar wakif. Misalnya, untuk pembangunan masjid, madrasah, dan kuburan.

Dari perspektif ekonomi, pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan perumahan banyak memberikan keuntungan, yaitu investor tidak perlu berinvestasi besar untuk tanah, sehingga investasi tersebut dapat dialihkan untuk pembangunan perumahan, sehingga harga/sewa rumah menjadi lebih murah dan terjangkau oleh masyarakat. Dari perspektif agama, pendayagunaan tanah wakaf dapat membantu tercapainya niat baik wakif untuk beramal jariah, dan menghindari terjadinya "idle" tanah wakaf.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa salah satu persoalan pembangunan perumahan adalah terbatasnya tanah. Oleh karena itu, harus dicarikan alternatif solusinya, antara lain, melalui pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan perumahan terutama untuk masyarakat tidak mampu.

Berdasarkan data Kementerian Agama RI tahun 2010, jumlah tanah wakaf di Indonesia sebanyak 3.312.883.317,83 meter persegi (3,3 miliar m2) dan tersebar di 454,635 lokasi di perkotaan dan perdesaan. Dari keseluruhan tanah wakaf yang ada, penggunaannya didominasi oleh wakaf fisik yang bersifat sosial. Di antaranya 68 persen untuk tempat ibadah, 8,51 persen untuk pendidikan, 8,40 persen untuk kuburan, dan 14,60 persen untuk lain-lain.

Dari perspektif syariah, persentase luas tanah wakaf sebanyak 14,60 persen (483.680.964 m2/48.368 ha) tersebut masuk kategori wakaf mutlak yang dapat didayagunakan untuk kepentingan umum, termasuk untuk pembangunan rumah terutama untuk masyarakat tidak mampu. Jumlah 483,68 juta m2 (48.368 ha) tersebut sangat besar, lima persen saja dari jumlah tersebut akan tersedia tanah wakaf seluas 24,18 juta m2 (2.418 Ha). Ini potensi yang sangat besar, tinggal bagaimana mendayagunakannya sesuai prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan untuk dapat memenuhi hak dasar rakyat akan tempat tinggal. Semoga.

Mimpi Reformasi Birokrasi

Marwan Ja'far
Ketua FPKB DPR RI

Pascaruntuhnya rezim Orde Baru dan lahirnya Orde Reformasi, masyarakat menuntut perlunya reformasi total di segala sektor kehidupan, tak terkecuali birokrasi. Dalam konteks kelembagaan, reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada lembaga-lembaga negara, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga peradilan, kementerian, imigrasi, bea cukai, pajak, pertanahan, sampai pemerintah daerah. Semua itu wajib dilakukan untuk menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima.

Faktanya, hingga kini agenda besar tersebut masih jauh dari harapan dan keinginan mayoritas masyarakat Indonesia. Lihat saja, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih ditemukan dalam mata rantai berbagai birokrasi pemerintahan, bahkan cenderung merajalela. Pelayanan publik yang efektif, efisien, responsif, dan akuntabel juga belum sepenuhnya terwujud. Wajar saja jika kemudian ada beberapa kalangan yang menyebut bahwa reformasi birokrasi yang selama ini berjalan dinilai belum berhasil.

Sebagai rujukan, turunnya indeks pelayanan publik di sejumlah instansi yang dipublikasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2010 menjadi bukti konkret. Berdasar hasil survei KPK terhadap 353 unit layanan pemerintah, menunjukkan adanya penurunan kualitas pelayanan dalam setahun terakhir, baik di pusat maupun di daerah. Tahun lalu, rata-rata indeks integritas nasional sebesar 6,5. Kini, indeks yang sama merosot menjadi 5,42.

Di antara instansi yang nilainya jeblok adalah kepolisian dan lembaga peradilan. Kepolisian mendapat indeks rata-rata 5,21 lantaran masih adanya pungutan liar dalam layanan pembuatan dokumen, Surat Izin Mengemudi (SIM), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Sedangkan, lembaga peradilan menjadi instansi yang memiliki skor integritas terendah di bawah rata-rata 6,84. Salah satu penyebab melorotnya pelayanan publik lantaran banyak birokrat belum mengerti esensi Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Reformasi birokrasi memang sebuah keniscayaan. Agenda strategis reformasi birokrasi tentu saja diarahkan pada upaya-upaya untuk membangun aparatur negara yang efektif dan efisien, mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi secara berkelanjutan. Selain itu demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), juga pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas KKN.

Tujuan tersebut diwujudkan dalam perubahan secara signifikan melalui tindakan atau rangkaian kegiatan pembaruan secara konseptual, sistematis, dan berkesinambungan. Caranya dengan melakukan penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan, dan pembaruan sistem, kebijakan, dan peraturan perundangan bidang aparatur negara, termasuk moral aparatur negara, serta memantapkan komitmen melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal penataan, reformasi birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan, yakni dengan menata ulang kewenangan dan tugas pokok, serta fungsi organisasi atau instansi, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menghilangkan tumpang tindih kewenangan.

Pada sisi pembenahan sumber daya manusia aparatur, birokrasi reformasi diarahkan pada perubahan mindset yang mencakup pola pikir, pola sikap, dan pola tindak, serta pengembangan budaya kerja. Mereka harus sadar diri bahwa mereka bukan lagi sebagai penguasa publik, tapi pelayan publik. Karena itu, yang pertama kali harus ditanamkan dalam benak mereka adalah mendahulukan peranan ketimbang wewenangnya.

Langkah selanjutnya dalam reformasi birokrasi adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang tidak berbelit-belit dengan cara memanfaatkan teknologi informasi, semisal menerapkan e-government, e-procurement, information technology, atau single identity number (SIN).

Menyederhanakan sistem dan prosedur kerja internal birokrasi dilakukan untuk memungkinkan proses perumusan kebijakan, koordinasi, dan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan dengan lebih cepat dan konkret.

Lebih dari itu, penyederhanaan sistem dan prosedur kerja dapat menutup celah-celah praktik KKN, serta menyederhanakan perizinan untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha dan kelestarian bagi lingkungan hidup.

Reformasi birokrasi pajak
Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik, seperti imigrasi, bea cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah, dan institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN. Satu contoh, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang sejauh ini mengklaim berhasil melakukan reformasi birokrasi nyatanya kecolongan juga. Terbukti dari terbongkarnya kasus penggelapan pajak yang menyeret mantan pegawai pajak Gayus Tambunan.

Reformasi birokrasi di bidang perpajakan harus terus dilakukan demi mengembalikan kepercayaan publik dan meminimalkan kebocoran pendapatan negara. Karenanya, memodernisasi administrasi perpajakan yang berbasis teknologi informasi dengan standard operating procedure (SOP) yang canggih di seluruh kantor pajak menjadi pilar utama yang tidak bisa ditawar.

Bagaimanapun, reformasi birokrasi adalah pilihan sekaligus tuntutan zaman. Reformasi birokrasi menjadi kata kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia maupun di tingkat regional. Pemerintah sendiri sudah menargetkan pada 2025 reformasi birokrasi di pusat dan daerah bisa selesai semua. Political will dari pemerintah tentu sangat diharapkan demi keberhasilan reformasi birokrasi di semua sektor, selain kesadaran untuk bekerja sama dari berbagai elemen dan adanya partisipasi publik untuk mencapainya. Jika tidak demikian, reformasi birokrasi hanyalah mimpi.


(-)

Demokratisasi atau Revitalisasi?

(Tanggapan untuk Ahmad Syafii Maarif )

Muhammad Ismail Yusanto
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia

Tulisan Ahmad Syafii Maarif (ASM), Revolusi Tahrir dan Demokrasi di rubrik Resonansi (Republika, 22/02), menarik untuk dikaji sekaligus dikritisi. Apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini merupakan hal yang natural. Pemerintah diktator yang bertindak represif dan gagal menyejahterakan rakyatnya, sekuat apa pun akan tumbang. Dalam kondisi seperti ini, yang penting bagi rakyat adalah turunnya penguasa diktator. Artinya, bisa jadi rakyat tidak begitu peduli apakah itu demokrasi atau tidak!

Justru, di sinilah titik rawan dari pergolakan di Timur Tengah. Perubahan tanpa visi yang jelas tentang sistem masa depan, bisa dibajak oleh siapa saja, termasuk rezim lama yang berganti wajah menjadi pendukung rakyat dan terkesan reformis. Di Mesir, kecenderungan seperti ini yang tampaknya kini terjadi. Dewan tertinggi Angkatan Bersenjata, yang sekarang memegang kekuasaan transisi, diisi oleh perwira tinggi atau mantan perwira loyalis Mubarak yang pro-Amerika dan Israel, seperti Umar Suleiman dan Tantawi.

Termasuk, rawan dibajak kepentingan asing. Perubahan sebatas rezim menjadi cara untuk revitalisasi dominasi negara besar dengan mengangkat rezim baru yang tetap dalam kontrol mereka. Amerika yang selama 30 tahun mendukung rezim Mubarak yang diktator, berubah arah seakan-akan menjadi pembela rakyat Mesir. Padahal, pada awal masa pergolakan, Amerika masih memuji Mubarak, bahkan Joe Biden, wapres AS, menyatakan Mubarak bukanlah diktator.

Karena itu, Hizbut Tahrir dalam seruannya mengingatkan masyarakat Mesir dan Timur Tengah bahwa seharusnya yang dituntut bukanlah sebatas perubahan rezim, melainkan juga sistem. Dalam hal ini, sistem demokrasi sekuler bukanlah pilihan satu-satunya. Terdapat persoalan perbedaan 'value' dari segi sumber kedaulatan hukum yang tertinggi antara Islam dan demokrasi. Di samping itu, demokrasi sering kali digunakan menjadi alat politik yang efektif mempertahankan kepentingan rezim lama yang berganti wajah dan negara-negara imperialis.

Adapun tentang jaminan hak-hak warga, kebolehan berpendapat, pemilihan oleh rakyat, transparansi, persamaan di depan hukum, bukanlah monopoli sistem demokrasi seperti yang diklaim ASM.

Islam menegaskan bahwa kedaulatan, dalam pengertian sumber hukum, ada di tangan hukum syariah (as-siyadah lil syar'i). Namun, kekuasaan ada di tangan rakyat (as-sulthan lil ummah), dalam pengertian rakyat atau wakilnyalah yang berhak memilih khalifah (nizhamul hukmi fi al Islam, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani). Khalifah bukanlah sistem warisan seperti monarki. Hal itu tecermin dari pemilihan Khalifah Abu Bakar RA yang dibaiat oleh ahlul halli wal aqdi, yang merupakan representasi masyarakat Islam.

Mengkoreksi khalifah atau kepala negara, bukan saja sah dalam Islam, bahkan wajib. Hal ini karena Khalifah bukanlah sumber kedaulatan hukum seperti dalam sistem monarki. Khalifah adalah manusia biasa yang mungkin saja keliru. Dalam hadisnya Rasulullah SAW menyebut afdhalul jihad (sebaik-baik jihad) dan sayyidusy syuhada adalah siapa pun yang mengoreksi pemimpin yang zalim kemudian dia terbunuh.

Ketaatan kepada khalifah juga bukanlah mutlak, tapi ada batasnya. Rasulullah menyatakan, "Tiada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah SWT." Karena itu, dalam sistem khilafah, keberadaan individu, partai, atau kelompok yang berfungsi untuk melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa dijamin oleh negara.

Tentu saja, sepanjang sejarah khilafah tidak semuanya lurus. Khalifah adalah manusia yang juga bisa menyimpang dari Islam. Namun, penyimpangan perilaku khalifah dari hukum syariah, bukan karena kesalahan sistem khilafahnya. Karena itu, kalau ada khalifah yang terbunuh, yang salah bukan sistem khilafahnya, tapi tindakan pembunuhan itulah yang menyimpang dari hukum syariah.

Dalam sejarah sistem demokrasi Amerika Serikat, empat presidennya (Abraham Lincoln, James Abram Garfield, William McKinley, dan John F Kennedy) semuanya tewas terbunuh. Sejarah demokrasi AS juga mengalami perang saudara.Total korban tewas di pihak utara (Union) 360 ribu orang, yang terluka 275.200 orang. Di pihak konfederasi total korban tewas 260 ribu orang dan lebih dari 137 ribu orang terluka. Namun, pengusung demokrasi tidak pernah menyalahkan sistem demokrasi karena adanya pembunuhan terhadap presidennya atau perang saudara tersebut.

Mengangkat sebagian sejarah khilafah yang gelap, tetapi menutup-nutupi sejarah panjang kejayaan khilafah adalah cara pandang yang tidak objektif dan juga ahistoris. Apalagi, bila menyatakan sistem khilafah membelenggu pemikiran umat tanpa disertai bukti-bukti. Bukankah justru dalam sistem khilafah banyak bermunculan para ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka dengan karyanya yang gemilang? Seperti Imam Syafii, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan banyak lagi lainnya.

Perpustakaan Khalifah al-Hakim di Kairo menyediakan 1,6 juta volume buku. Mengenai hal ini, Bloom and Blair menyatakan, "Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf, membaca, dan menulis) dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini." (Islam: A Thousand Years of Faith and Power).

Keemasan khilafah ditulis secara jujur oleh sejarawan dunia seperti Will Durant dalam Story of Civilization. "Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka." Pertanyaannya, bagaimana mungkin karya-karya cemerlang ini lahir dari sistem khilafah yang dituduhkan oleh ASM sebagai sistem yang membelenggu pemikiran?

Termasuk, terlampau tergesa-gesa menyimpulkan sistem diktator negeri-negeri Arab saat itu merupakan warisan Dinasti Umayyah. Mengingat rezim diktator itulah yang selama ini justru paling gencar memberangus aktivis Islam yang ingin menegakkan khilafah dan syariah Islam. Di samping ada yang mengadopsi monarki absolut, rezim diktator di Arab justru merupakan negara-negara sekuler, menganut sistem republik, demokrasi atau sosialisme seperti Mesir, Tunisia, dan Libya. Bagaimana sistem ini dikatakan mewarisi sistem khilafah?

Terakhir, kalau jujur, kita seharusnya juga tidak menutup-nutupi fakta bahwa negara Barat yang mengklaim paling demokratislah yang selama ini mendukung rezim-rezim brutal di Timur Tengah. Sesuatu yang membuat kita semakin meragukan benarkah sistem demokrasi akan membawa keadilan? Jadi, siapa sebenarnya yang tidak objektif?

Demokratisasi atau Revitalisasi?

(Tanggapan untuk Ahmad Syafii Maarif )

Muhammad Ismail Yusanto
Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia

Tulisan Ahmad Syafii Maarif (ASM), Revolusi Tahrir dan Demokrasi di rubrik Resonansi (Republika, 22/02), menarik untuk dikaji sekaligus dikritisi. Apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini merupakan hal yang natural. Pemerintah diktator yang bertindak represif dan gagal menyejahterakan rakyatnya, sekuat apa pun akan tumbang. Dalam kondisi seperti ini, yang penting bagi rakyat adalah turunnya penguasa diktator. Artinya, bisa jadi rakyat tidak begitu peduli apakah itu demokrasi atau tidak!

Justru, di sinilah titik rawan dari pergolakan di Timur Tengah. Perubahan tanpa visi yang jelas tentang sistem masa depan, bisa dibajak oleh siapa saja, termasuk rezim lama yang berganti wajah menjadi pendukung rakyat dan terkesan reformis. Di Mesir, kecenderungan seperti ini yang tampaknya kini terjadi. Dewan tertinggi Angkatan Bersenjata, yang sekarang memegang kekuasaan transisi, diisi oleh perwira tinggi atau mantan perwira loyalis Mubarak yang pro-Amerika dan Israel, seperti Umar Suleiman dan Tantawi.

Termasuk, rawan dibajak kepentingan asing. Perubahan sebatas rezim menjadi cara untuk revitalisasi dominasi negara besar dengan mengangkat rezim baru yang tetap dalam kontrol mereka. Amerika yang selama 30 tahun mendukung rezim Mubarak yang diktator, berubah arah seakan-akan menjadi pembela rakyat Mesir. Padahal, pada awal masa pergolakan, Amerika masih memuji Mubarak, bahkan Joe Biden, wapres AS, menyatakan Mubarak bukanlah diktator.

Karena itu, Hizbut Tahrir dalam seruannya mengingatkan masyarakat Mesir dan Timur Tengah bahwa seharusnya yang dituntut bukanlah sebatas perubahan rezim, melainkan juga sistem. Dalam hal ini, sistem demokrasi sekuler bukanlah pilihan satu-satunya. Terdapat persoalan perbedaan 'value' dari segi sumber kedaulatan hukum yang tertinggi antara Islam dan demokrasi. Di samping itu, demokrasi sering kali digunakan menjadi alat politik yang efektif mempertahankan kepentingan rezim lama yang berganti wajah dan negara-negara imperialis.

Adapun tentang jaminan hak-hak warga, kebolehan berpendapat, pemilihan oleh rakyat, transparansi, persamaan di depan hukum, bukanlah monopoli sistem demokrasi seperti yang diklaim ASM.

Islam menegaskan bahwa kedaulatan, dalam pengertian sumber hukum, ada di tangan hukum syariah (as-siyadah lil syar'i). Namun, kekuasaan ada di tangan rakyat (as-sulthan lil ummah), dalam pengertian rakyat atau wakilnyalah yang berhak memilih khalifah (nizhamul hukmi fi al Islam, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani). Khalifah bukanlah sistem warisan seperti monarki. Hal itu tecermin dari pemilihan Khalifah Abu Bakar RA yang dibaiat oleh ahlul halli wal aqdi, yang merupakan representasi masyarakat Islam.

Mengkoreksi khalifah atau kepala negara, bukan saja sah dalam Islam, bahkan wajib. Hal ini karena Khalifah bukanlah sumber kedaulatan hukum seperti dalam sistem monarki. Khalifah adalah manusia biasa yang mungkin saja keliru. Dalam hadisnya Rasulullah SAW menyebut afdhalul jihad (sebaik-baik jihad) dan sayyidusy syuhada adalah siapa pun yang mengoreksi pemimpin yang zalim kemudian dia terbunuh.

Ketaatan kepada khalifah juga bukanlah mutlak, tapi ada batasnya. Rasulullah menyatakan, "Tiada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah SWT." Karena itu, dalam sistem khilafah, keberadaan individu, partai, atau kelompok yang berfungsi untuk melakukan muhasabah (koreksi) kepada penguasa dijamin oleh negara.

Tentu saja, sepanjang sejarah khilafah tidak semuanya lurus. Khalifah adalah manusia yang juga bisa menyimpang dari Islam. Namun, penyimpangan perilaku khalifah dari hukum syariah, bukan karena kesalahan sistem khilafahnya. Karena itu, kalau ada khalifah yang terbunuh, yang salah bukan sistem khilafahnya, tapi tindakan pembunuhan itulah yang menyimpang dari hukum syariah.

Dalam sejarah sistem demokrasi Amerika Serikat, empat presidennya (Abraham Lincoln, James Abram Garfield, William McKinley, dan John F Kennedy) semuanya tewas terbunuh. Sejarah demokrasi AS juga mengalami perang saudara.Total korban tewas di pihak utara (Union) 360 ribu orang, yang terluka 275.200 orang. Di pihak konfederasi total korban tewas 260 ribu orang dan lebih dari 137 ribu orang terluka. Namun, pengusung demokrasi tidak pernah menyalahkan sistem demokrasi karena adanya pembunuhan terhadap presidennya atau perang saudara tersebut.

Mengangkat sebagian sejarah khilafah yang gelap, tetapi menutup-nutupi sejarah panjang kejayaan khilafah adalah cara pandang yang tidak objektif dan juga ahistoris. Apalagi, bila menyatakan sistem khilafah membelenggu pemikiran umat tanpa disertai bukti-bukti. Bukankah justru dalam sistem khilafah banyak bermunculan para ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka dengan karyanya yang gemilang? Seperti Imam Syafii, al-Khawarizmi, Ibnu Sina, dan banyak lagi lainnya.

Perpustakaan Khalifah al-Hakim di Kairo menyediakan 1,6 juta volume buku. Mengenai hal ini, Bloom and Blair menyatakan, "Rata-rata tingkat kemampuan literasi (kemampuan melek huruf, membaca, dan menulis) dunia Islam di abad pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa. Karya tulis ditemukan di setiap tempat dalam peradaban ini." (Islam: A Thousand Years of Faith and Power).

Keemasan khilafah ditulis secara jujur oleh sejarawan dunia seperti Will Durant dalam Story of Civilization. "Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka." Pertanyaannya, bagaimana mungkin karya-karya cemerlang ini lahir dari sistem khilafah yang dituduhkan oleh ASM sebagai sistem yang membelenggu pemikiran?

Termasuk, terlampau tergesa-gesa menyimpulkan sistem diktator negeri-negeri Arab saat itu merupakan warisan Dinasti Umayyah. Mengingat rezim diktator itulah yang selama ini justru paling gencar memberangus aktivis Islam yang ingin menegakkan khilafah dan syariah Islam. Di samping ada yang mengadopsi monarki absolut, rezim diktator di Arab justru merupakan negara-negara sekuler, menganut sistem republik, demokrasi atau sosialisme seperti Mesir, Tunisia, dan Libya. Bagaimana sistem ini dikatakan mewarisi sistem khilafah?

Terakhir, kalau jujur, kita seharusnya juga tidak menutup-nutupi fakta bahwa negara Barat yang mengklaim paling demokratislah yang selama ini mendukung rezim-rezim brutal di Timur Tengah. Sesuatu yang membuat kita semakin meragukan benarkah sistem demokrasi akan membawa keadilan? Jadi, siapa sebenarnya yang tidak objektif?

Selasa, 22 Februari 2011

Politik Ancam-mengancam

Kita boleh berbangga hati merasa hidup di tengah zaman modern dan semakin menciut karena globalisasi. Kita merasa telah lahir sebagai manusia milenium, cerdas, toleran, berwawasan luas, dan melihat dunia dengan begitu luasnya.

Tetapi, kebanggaan itu hancur berkeping-keping begitu melihat perilaku politisi kita. Ketika pola kekuasaan relasional tidak lagi berlaku di dunia modern sekarang ini, di sini kita malah menyaksikan pola kuno dan kotor politisi. Politik rasional dan beradab ditinggalkan dan digantikan oleh politik saling ancam, saling gertak, saling hina, yang ujung-ujungnya berakhir pada politik dagang sapi.

Ciri orang Indonesia yang modern sirna begitu melihat transaksi 'bisnis' menyelimuti ruang politik negeri ini dalam banyak kasus. Sebut saja, kasus bobolnya Bank Century yang mendapat perhatian luas, tetapi ending-nya benar-benar memuakkan. Kasus Gayus Tambunan yang muter-muter tidak keruan dan sama sekali jauh dari menyentuh substansi masalah.

Sekarang, rakyat yang sebagian sedang susah ini dicekoki manuver-manuver politik rendahan terkait hak angket pajak. Politisi yang seharusnya menjadi penyejuk kehidupan bernegara, malah menampilkan dirinya sebagai biang pemanasan global politik nasional. Adu mulut, saling sikut, dan saling tebar kebohongan terus mereka ucapkan, yang diliput luas media massa.

Mimpi bangsa agar terciptanya kehidupan politik kelas tinggi, yang santun dan mencerminkan bangsa maju, sudah terlebih dahulu pudar ketika baru saja jadi janin. Kepentingan sesaat segelintir kelompok telah menyesatkan high politic ke dalam lembah politik rendahan.

Jangan heran jika di tingkat akar rumput terjadi keresahan yang berujung pada drama-drama sosial yang menyesakkan kita semua. Orang-orang dengan mudahnya mengamuk dan membakar rumah ibadah. Masyarakat seperti kertas disiram bensin yang sangat mudah terbakar sampai tega-teganya membantai sekelompok orang sampai mati di tengah siang bolong, tanpa ampun.

Jelas, kekerasan dan amuk massa yang terjadi di akar rumput tidak lepas dari ketegangan berbangsa yang diciptakan para politisi di tingkat atas. Rakyat seperti memiliki alasan untuk mengamuk dan menyerang orang lain karena ada contoh yang mereka tiru. Rakyat berperilaku tidak jauh dari yang dicontohkan pemimpin mereka. Jika para pemimpinnya asyik berpanas-panas ria, rakyat akan jauh lebih dahsyat memanasi dirinya.

Kita ingin karakter bangsa ini dibangun dengan semangat pencerdasan dan kemodernan yang penuh adab. Kita jelas mendukung penuh segala perilaku politik yang santun, saling menghormati, dan punya sikap. Di sisi lain, kita mencibir perilaku politik yang abnormal, tidak dewasa, menyesatkan, dan hanya mementingkan segelintir orang.

Kepada para politisi -entah yang berjaket merah, biru, kuning, hitam, maupun hijau- mulailah menyejukkan rakyat dengan kata-kata indah dan perilaku mengesankan. Sudah saatnya menjauhkan tindak-tanduk yang membangkitkan amarah rakyat tak terkendali, yang pada akhirnya tetap merugikan rakyat juga.

Jika bermanuver, lakukanlah dengan bijak dan cerdas. Di tengah tuntutan hidup yang makin berat ini, yang dibutuhkan rakyat hanya keteladanan pemimpinnya. Mari, junjung tinggi perilaku politik yang beradab.

Masa Depan Dua Sudan

Dr Ibnu Burdah MA
Pemerhati Dunia Arab dan Islam UIN Yogyakarta


Hasil akhir penghitungan suara referendum Sudan telah diketahui kendati belum diumumkan secara resmi. Warga Sudan selatan telah menentukan masa depannya. Hampir seluruh warga yang memberikan suara memilih infishal, yakni berpisah dari Sudan Utara dan membangun negara Sudan Selatan yang terpisah.

Hasil referendum itu diharapkan menjadi solusi untuk mengakhiri konflik bersenjata antara pemerintah Sudan dan al-Harakah al-Sya'biyyah li al-Tahrir al-Sudan (Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan/ SPLM). Konflik itu telah berlangsung sejak tahun 1983, bahkan secara sporadis dimulai sejak awal kemerdekaan negara tersebut (1956). Semua pihak termasuk Presiden Sudan Umar al-Basyir dan Pemegang Otoritas Otonomi Selatan Salva Kiir menyatakan harapannya agar hasil referendum itu dapat membawa kedua negeri lebih stabil, aman, dan makmur. Namun, harapan itu tidak akan dapat diwujudkan dengan mudah dan tanpa tantangan. Kompleksitas persoalan di lapangan rentan menjerumuskan kedua negeri itu kepada situasi yang mengkhawatirkan.

Pertama, persoalan intra dan antar kedua negara itu. Perjanjian 2005 yang diklaim komprehensif ternyata belum membahas sekitar 20 persen perbatasan jika negeri itu dibagi menjadi dua negara. Perbatasan yang telah disepakati sekalipun seringkali masih menimbulkan konflik antarnegara akibat perbedaan tafsir dan implementasinya di lapangan, sebagaimana yang terjadi di antara negara-negara Teluk, Yaman, dan Sudan-Mesir.

Persoalan ini rawan menjadi pemicu konflik sebab kedua negara itu tidak memiliki perbatasan alamiah yang jelas dan tegas, seperti laut atau pegunungan. Apalagi perbatasan itu menyangkut beberapa kota penting seperti Abye. Padahal perbatasan darat itu membentang sangat luas dari ujung timur hingga ujung barat wilayah kedua negara. Persoalan pembangunan ekonomi dan minyak juga akan menjadi masalah serius.

Sebagian besar ladang minyak Sudan berada di wilayah Selatan, sementara modernisasi wilayah Utara-terutama Khourtum dan sekitarnya-tidak bisa dilepaskan dari hasil minyak ini. Para pejabat Sudan Utara berulang-ulang menyatakan kesiapannya dengan terpisahnya Sudan Selatan. Hal ini terkait dengan penemuan tambang emas dan sumber bumi lain di wilayah Utara. Namun, ketergantungan Utara terhadap minyak Selatan selama ini sulit dimungkiri.

Bagi Sudan Selatan, pemisahan dari Utara tidak serta-merta membawa kemakmuran. Sebab, pengelola industri minyak kebanyakan adalah orang Utara, jalur pengkapalan, sebagian pengolahan, dan distribusi minyak itu juga melalui Utara. Wilayah Sudan Selatan itu merupakan daratan yang "terkunci" (landlocked). Artinya, tidak memiliki akses laut yang sangat diperlukan bagi jalur pengkapalan hasil minyak. Untuk membangun industri minyaknya, Selatan memerlukan waktu yang panjang, kerja sama dengan berbagai pihak, dan investasi dalam skala besar.

Dalam skala yang lebih luas, persoalan pembagian aset dan utang tentu menjadi masalah. Jika negara baru Sudan Selatan tidak mampu menjaga stabilitas, konflik politik internal antarsuku atau antarkelompok bersenjata (bekas milisi), bisa muncul ke permukaan sewaktu-waktu.

Persoalan migrasi warga di antara dua wilayah juga merupakan masalah yang serius. Sudan telah lama menjadi satu kesatuan unit politik, meski awalnya dengan jalan paksaan oleh penjajah Barat, sehingga migrasi penduduk antarwilayah juga telah berlangsung lama. Intensitas migrasi itu menguat pasca perdamaian 2005. Jadi, warga Utara (etnis Arab) beragama Islam, banyak yang telah lama menetap di Selatan. Demikian pula, warga Selatan yang beretnis Afrika dan beragama Kristen atau animis, banyak yang tinggal di Utara.

Hubungan antarkelompok, baik di Utara maupun Selatan, diprediksi akan lebih mengkhawatirkan daripada hubungan "kedua negara" yang telah benar-benar letih dengan perang dan berbagai akibatnya. Pamor Presiden al-Basyir di Utara jelas akan menurun jika Selatan benar-benar merdeka, terlebih lagi di mata pengikut ideologi Pan Arabisme. Ia juga tidak memiliki dukungan internasional.

Hubungan konfliktual antara al-Basyir dan pemimpin Hizb al-Mu'tamar al-Sya'biy (Partai Kongres Bangsa) Dr Hasan Turabi, jelas menjadi hambatan bagi kesolidan Utara. Apalagi, pemimpin yang dikenal sebagai intelektual besar dan berpengaruh itu kembali ditangkap pasukan Sudan setelah beberapa lama menghirup udara kebebasan.

Demikian pula di Selatan, kendati tidak banyak, mereka terbelah oleh persoalan ideologi. Namun, hubungan fanatisme antarsuku dan kelompok milisi tidak bisa diremehkan. Tokoh yang menyatukan mereka John Garang telah tiada. Dalam kondisi negara masih lemah, kontestasi antarsuku sangat mungkin timbul, ketika musuh bersama sudah tidak ada dan tujuan telah tercapai. Dan juga perlu diingat, dari sekitar delapan juta warga di Selatan, ada satu juta warga Muslim dan Arab yang tinggal di sana.

Kedua, persoalan regional sekitar Sudan. Mesir merupakan negara yang menaruh perhatian besar terhadap Referendum Penentuan Sudan Selatan (al-Istifta' al-Mashiry). Air sungai Nil merupakan perhatian pokok negara yang banyak bergantung dari suplai sungai yang juga melewati Sudan itu.

Persoalan yang agak rumit dalam konteks ini adalah justru hubungan Arab-Iran dan Arab-Israel. Israel yang sulit diterima negara-negara Arab termasuk yang sudah berdamai dengannya berupaya mendekati negara-negara Afrika. Ini sangat penting untuk memperoleh sekutu kawasan.

Bagi Sudan Utara, dukungan itu bisa membawa persoalan serius menyangkut air sungai Nil ataupun hubungan mereka dengan negara baru itu. Persoalan air Nil bagi Mesir dan Sudan Utara adalah persoalan hidup-mati.

Dan ini justru menjadi nilai strategis bagi Israel dalam menaikkan daya tawarnya di kawasan, terutama dalam menghadapi beberapa negara Arab yang telah lama menandatangani perdamaian dengannya, namun enggan untuk bekerja sama lebih jauh dan konkret dengan negara Yahudi itu.

Keterlibatan Iran dalam politik domestik Sudan Utara mungkin terjadi. Persepsi negara-negara Arab dalam memandang sumber ancaman dari Taheran kini jauh lebih besar dibandingkan dari Tel Aviv. Dukungan Arab diberikan kepada Presiden al-Basyir dan dukungan Iran mengalir kepada Front Islamis. Sudan jika tidak berhasil menjaga stabilitasnya bisa terjerumus menjadi Irak baru, yaitu ajang konflik proxy di antara negara-negara Arab berpengaruh versus Iran.
(-)

Penodaan Agama

KH Ali Mustafa Yaqub
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Rais Syuriah PBNU Bidang Fatwa


Tragedi penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang telah mencoreng wajah Islam yang ramah dan rahmat bagi seluruh penghuni jagat raya ini. Dugaan sementara, sekurang-kurangnya ada tiga skenario untuk mengetahui siapa dalang alias aktor intelektual di balik tragedi tersebut.

Pertama, tragedi itu didalangi oleh musuh-musuh Islam secara global. Sasarannya adalah untuk membenarkan bahwa Islam adalah agama yang identik dengan kekerasan, anarkis, radikal, bahkan teroris. Kedua, tragedi Cikeusik itu didalangi oleh mantan-mantan anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Sasarannya adalah untuk mengadu domba antarumat beragama.

Ketiga, tragedi itu didalangi oleh orang-orang Ahmadiyah sendiri. Sasarannya untuk memperoleh simpati. Sebab, di Indonesia ada kamus politik, semakin banyak dizalimi, akan semakin banyak mendapatkan simpati.

Penodaan Agama
Selama ini ada kesan bahwa kaum Muslim tidak siap berbeda pendapat, sehingga ketika ada kelompok lain yang berbeda paham, mereka harus dihabisi. Kaum Muslim seolah-olah hanya menganggap pahamnya sendiri yang benar, yang lain salah.

Kesan seperti ini tentulah berlawanan dengan ajaran Islam. Sebab, Islam mengakui eksistensi agama lain tanpa mengakui kebenaran ajarannya. Islam mengakui pluralitas agama (bukan pluralisme agama), dengan prinsip lakum dinukum wa liya din (bagi kamu agama kamu dan bagi saya agama saya).

Pluralitas agama tidak hanya diakui oleh Islam, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa Nabi Muhammad SAW, sekurang-kurangnya ada lima agama yang hidup berdampingan secara damai, yakni Islam, Nasrani, Yahudi, Majusi, dan Animisme.

Tidak ada satu ayat pun dalam Alquran dan hadis Nabi yang membolehkan, apalagi menyuruh orang Muslim melakukan kekerasan atau membunuh orang lain karena perbedaan agama. Dalam praktik juga tidak pernah terjadi dalam sejarah bahwa orang Islam membunuh orang lain karena perbedaan agama.

Salah seorang mertua Nabi SAW, ayahanda Ummul Mukminin Shofiyah, yang bernama Huyai bin Akhtab, adalah pemeluk Yahudi. Tetapi, Rasul SAW tidak pernah memerintahkan untuk membunuhnya.

Masalah Ahmadiyah sebenarnya bukan soal perbedaan akidah (keyakinan), melainkan masalah penodaan agama Islam. Sekiranya orang Ahmadiyah tidak mengklaim dirinya Muslim dan tidak menodai Alquran dan hadis Nabi, maka tidak ada masalah dengan umat Islam. Orang Ahmadiyah mau mengimani bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu nabi atau bahkan tuhan, umat Islam tidak akan mempermasalahkan hal itu, asalkan mereka tidak menodai agama Islam.

Ahmadiyah sudah jelas menodai Alquran dan hadis, baik secara material maupun interpretasi (penafsiran). Penodaan secara material, contohnya, mereka telah membajak atau mengoplos sejumlah ayat Alquran (wahyu), dan ditambahkan dengan perkataan Mirza Ghulam Ahmad. Inilah yang terkandung dalam Haqiqat al-Wahyi.

Contoh nyata pengoplosan ayat adalah surah al-Baqarah [2] ayat 35 tentang perintah Allah SWT agar Adam tinggal di surga. Kata 'Ya Adam' justru diganti dengan 'Ya Ahmad'.

Pengoplosan ayat lainnya adalah surah al-Anfal [8] ayat 17. Dalam ayat ini disebutkan "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar…"

Oleh Ahmadiyah maknanya adalah "Ya Ahmad, Kami mengutus engkau dari Qadian, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar,…"

Inilah di antara contoh penodaan Alquran secara materi oleh Ahmadiyah. Tak hanya dua ayat di atas, tetapi jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan ayat.

Sedangkan, penodaan secara interpretasi atau penafsiran makna ayat adalah pada surah al-Ahzab [33] ayat 40. "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi."

"Pada akhir zaman nanti, akan keluar 30 orang pembohong yang semuanya mengaku sebagai nabi. Ingatlah, tidak ada nabi sesudah aku (La nabiyya min ba'diy)". (HR Tirmidzi).

Dalam ayat di atas, secara tegas Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah penutup nabi-nabi. Namun oleh Ahmadiyah, ayat tersebut dimaknai sebagai nabi yang paling mulia. Karena itu, dalam pemahaman Ahmadiyah masih terbuka jalan kenabian, memungkinkan adanya nabi baru. Inilah yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam hadis di atas dijelaskan bahwa tidak ada nabi sesudah Nabi Muhammad SAW. Karena itu, orang yang mengaku dirinya nabi adalah pembohong atau pendusta, seperti Musailamah al-Kadzdzab (sang pembohong besar). Masih banyak hadis lain yang diriwayatkan oleh para ahli hadis seputar Nabi Muhammad SAW adalah penutup para nabi.

Ketika kelompok Ahmadiyah didebat soal ini, mereka senantiasa berkelit dan menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaru). Ini sama dengan yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah di Pakistan, yakni membuat kamuflase untuk mencari keselamatan.

Sumpah mereka dengan menggunakan dua kalimat syahadat juga tidak bisa diterima karena tidak konsisten dalam memahaminya. Ahmadiyah mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah, tetapi tidak mau mempercayai akan hadis-hadisnya.

Karena itu, jika Mirza Ghulam Ahmad sudah jelas melakukan kesesatan, tentu saja orang yang mengikutinya juga tersesat, kendati mereka melakukan shalat, puasa, atau haji. Ibaratnya, walau 99,9 persen ibadahnya sama dengan yang dilakukan umat Islam, 0,1 persen berbeda dan itu adalah hal prinsip, maka mereka jelas berbeda dengan Islam.

Bagi kaum liberal yang menyatakan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh menghakimi akidah seseorang, hal itu tidak bisa diterima juga, mengingat pemimpin Ahmadiyah telah mengajak orang untuk memahami akidah yang salah. Misalnya, jika ada orang Islam mengatakan tuhannya adalah kerbau dan nabinya adalah sapi, sebagai umat Islam, apakah kita tidak boleh untuk meluruskannya?

Allah telah memberikan pikiran (akal) kepada kita untuk membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang salah. Bila tidak, sama saja kita tidak mengakui dua kalimat syahadat. Inilah pentingnya membedakan antara orang Islam dan Mukmin, dengan orang yang bukan Islam.

Dua opsi
Oleh karena itu, menurut hemat saya, hanya ada dua pilihan (opsi) dalam penyelesaian Ahmadiyah. Pertama, Ahmadiyah berdiri sendiri sebagai agama baru dan melepaskan semua atribut Islam sehingga mereka bisa hidup berdampingan dengan umat Islam.

Pilihan kedua, pemerintah harus tegas untuk membubarkan Ahmadiyah sebagaimana fatwa MUI tahun 1980 dan 2005, serta fatwa Rabithah 'Alam Islami (RAI/Liga Islam Dunia) tahun 1974 yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat dan menyesatkan.

Tidak ada jalan keluar untuk menghindari tragedi serupa seperti di Cikeusik, kecuali melalui jalur hukum dengan mengacu kepada Undang-Undang No 1/1965. Pimpinan, tokoh, dan mubalig Ahmadiyah harus diadili dan dihukum karena jelas-jelas mengajarkan paham yang salah. Padahal, Lia Eden, pendiri Tahta Suci Kerajaan Tuhan Eden, yang juga menodai Alquran, sudah dua kali diadili dan divonis penjara.

Jika penodaan agama Islam oleh Ahmadiyah ini tidak diselesaikan secara hukum, gesekan (bentrokan) antara Ahmadiyah dan Islam dikhawatirkan akan terus terjadi. Kita berharap, dengan ketegasan sikap pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini secara hukum, masalah Ahmadiyah di Indonesia bisa selesai. Insya Allah.

Ahmadiyah Sebagai Pseudo-enemies

Prof Dr Ali Maschan Moesa MSi
Anggota Komisi VIII DPR RI


Dalam dua pekan terakhir, bangsa ini mengalami sejumlah aksi kekerasan. Yang terbesar adalah tragedi Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, lalu disusul dengan kekerasan di Temanggung, dan berikutnya penyerangan lembaga pendidikan Islam (pesantren) di Bangil, Pasuruan.

Tragedi di atas memiliki triggering factor serupa, yaitu nuansa konflik di ranah relasi agama. Fakta tersebut-untuk kesekian kali-mendalilkan bahwa nilai dogmatika setiap agama tak ubahnya dua sisi mata uang.

Pertama, bersifat dogmatis dan eksklusif. Dalam perspektif ini, kehadiran agama sebagai suatu kebenaran mutlak pada gilirannya memosisikan ajaran agama ataupun keyakinan lain di luar dirinya dianggap salah, sesat, dan harus dianggap musuh yang mengancam. Faktor inilah lantas dilegitimasi menjadi klaim kebenaran (truth claim) dari ruang domestik agama ke ruang publik (public sphere). Akibatnya, tak jarang terjadi clash of truth antar keyakinan dalam proses penyebaran misi agama. Kedua, wajah agama yang menyerukan signifikansi nilai-nilai kedamaian, kemanusiaan, dan keadilan.

Ahmadiyah dan dilema SKB
Penyikapan terhadap keyakinan jemaat Ahmadiyah masih kerap bernuansa konflik, sehingga tragedi yang terjadi di Cikeusik hanyalah satu dari serangkaian penyikapan anarkis terhadap kelompok ini.

Di satu sisi, keyakinan Ahmadiyah pada domain teologis juga tidak bisa dibenarkan, karena keyakinan adanya nabi setelah Nabi Muhammad SAW jelas bertentangan dengan Islam. Porosnya adalah perbedaan tafsir atas predikat Nabi Muhammad SAW sebagai khatam al-anbiya'. Bagi jumhur ulama, khatam berarti penutup, akhir, dan terakhir. Sehingga tidak ada nabi setelah beliau.

Sementara bagi Ahmadiyah, khatam lebih dimaknai secara harfiah sebagai cincin, yang melingkupi seluruh nabi dan rasul Allah SWT. Karena itu, menurut mereka, setelah Nabi Muhammad SAW masih ada nabi yang bernama Mirza Ghulam Ahmad.

Namun, aliran Ahmadiyah tidaklah satu. Terdapat beberapa aliran yang meyakini posisi Mirza Ghulam Ahmad secara berbeda. Di antaranya kelompok yang memosisikannya hanya sebagai imam atau pembaru (mujaddid). Namun, apa pun penafsiran dan kesalahan pemahaman mereka tidak boleh menjadi dalih untuk melegalkan aksi kekerasan terhadap jemaat ini.

Setelah dua tahun lebih usia Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, ternyata tidak menghilangkan eskpresi kekerasan atas Ahmadiyah. Menteri Agama pun lantas menyerukan untuk mengevaluasi ulang SKB. Pertama, SKB semangatnya adalah pembinaan terhadap Ahmadiyah, namun diputarbalikkan menjadi semangat pelarangan, sehingga jemaat Ahmadiyah menanggung beban sosial.

Kedua, belum ada formula praktis di tingkat operasional untuk menerapkan pembinaan secara konkret, termasuk strategi, pola, mekanisme, dan program pembinaan pada jemaat Ahmadiyah.

Ancaman kerukunan
Maraknya perilaku kekerasan atas nama agama diduga sebagai respons atas paham radikalisme agama. Kondisi ini sungguh mengkhawatirkan, mengingat kalangan radikal mulai berani menunjukkan intensitas kekerasan dalam setiap gerakannya. Padahal, setiap agama mengajarkan tidak ada toleransi bagi kekerasan dalam bentuk apa pun.

Pemerintah, tokoh agama, dan seluruh pemimpin masyarakat dituntut lebih arif menyikapi masalah ini. Pemerintah melalui lembaga berwenang, utamanya pihak kepolisian, semestinya mampu mengantisipasi kondisi konfliktual ini agar tidak ada kesan realitas empiris yang menjurus uncontrolable. Jangan sampai perilaku kekerasan menjadi budaya dan mengikis nilai-nilai kebinekaan.

Tokoh agama seyogianya bersikap bijak dan sejuk, dan tidak seharusnya muncul pernyataan yang kian memancing panasnya suasana. Dalam konteks inilah, dialog menjadi media paling realistis untuk menyelesaikan beragam konflik sentimen keagamaan.

Dalam khazanah Islam, terdapat tiga domain persaudaraan. Pertama, ukhuwah basyariyah (persaudaraan antarmanusia). Islam menganggap bahwa seluruh umat manusia-tanpa harus membedakan suku, ras, warna kulit, dan bahkan agama-adalah saudara yang harus dilindungi dan saling melindungi. Nabi SAW mengharamkan penganiayaan terhadap orang lain, apa pun latar belakangnya.

Kedua, ukhwah wathaniyah (persaudaraan antarbangsa). Kerja sama antarbangsa harus dijalin dalam rangka menuju perdamaian dan kesejahteraan dunia. Hubungan bangsa-bangsa ini tanpa membedakan latar belakang agama bangsa tersebut.

Ketiga, ukhuwah islamiyah (persaudaraan antarumat Islam). Sejarah peradaban Islam diwarnai oleh perbedaan corak pandang keberagamaan, baik domain teologi, hukum maupun spiritualitas. Perbedaan tersebut memang kerap menimbulkan ketegangan antarumat Islam. Namun, perbedaan dapat diselesaikan dengan damai dan dialog. Alquran mengajarkan wa jaadiulhum bi al-lati hiya ahsan (dialog dengan pola yang paling baik).

Kita berharap ormas Islam di Indonesia selayaknya apresiatif dalam menyikapi beragam persoalan yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa ini. Kita semua harus mengembalikan keberagamaan dalam ranah yang moderat (al-tawassuth), seimbang (al-tawazun), toleran (al-tasamuh), dan jalan tengah (al-i'tidal); berkebalikan dengan kekerasan (al-tatharruf) dan teror (al-irhab).

Umat beragama harus menyadari bahwa selama ini mereka sering kali menghabiskan energinya untuk menghadapi musuh-musuh semu (pseudo-enemies), sehingga terjebak ke dalam primordialisme sempit yang sering berimplikasi terhadap timbulnya kedukaan manusia (human pain) karena tindakan anarkis.

Musuh sejati umat beragama bukanlah umat yang berkeyakinan lain atau berbeda, melainkan tantangan kontemporer berupa kaburnya arah masa depan kemanusiaan, peradaban, dan segenap ekses kerusakan lainnya. Wallah yahdina ila ash-shirath al-mustaqim. Amin.
(-)

Terobosan Pembiayaan Perumahan

Teguh Satria
Ketua Badan Pertimbangan Organisasi REI


Kebutuhan dasar memiliki rumah semakin meningkat setiap tahunnya. Apalagi, untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Sayangnya, kelompok masyarakat ini selalu kesulitan mendapatkan akses pembiayaan perumahan. Pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) melakukan terobosan dengan meluncurkan sistem baru pembiayaan perumahan yang disebut bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Fasilitas likuiditas ini bertujuan memberikan kesempatan kepada masyarakat yang memenuhi persyaratan kredit rumah yang dibeli dari pengembang-dengan cicilan lebih ringan dari yang berlaku saat ini-dengan bunga tetap selama 10-15 tahun.

Kami menilai program FLPP ini pada dasarnya sangat baik karena ini adalah terobosan yang jenius dari Menteri Negara Perumahan saat ini. Dengan FLPP, semua pihak diuntungkan, baik pemerintah, perbankan, nasabah, maupun pengembang.

Dari sisi pemerintah, adanya FLPP ini berarti ada perubahan mekanisme pemberian subsidi bagi masyarakat menengah ke bawah. Jika dulu subsidi ini bersifat cost (biaya), pemerintah membayar selisih bunga antara yang diberlakukan perbankan kepada yang diberlakukan ke nasabah. Dalam APBN, uang ini 'hilang' karena dianggap sebagai biaya.

Dengan mekanisme saat ini, uang pemerintah tidak hilang karena menjadi dana bergulir. Hal ini mengingat dana yang disediakan merupakan fasilitas likuiditas pembiayaan yang diberikan melalui perbankan untuk disalurkan ke nasabah. Ironisnya lagi, selama ini dana subsidi di sektor perumahan seperti air yang tertelan pasir tandus, hilang lenyap tak berbekas.

Nantinya, pemerintah akan menaruh uangnya ke dalam perbankan sebagai investasi dengan bunga murah. Nasabah akan mencicil dana itu dengan jangka waktu tertentu. Artinya, ada dana yang kembali ke perbankan dan pemerintah.

Dalam kacamata perbankan, adanya dana FLPP ini berarti perbankan tidak perlu menyediakan dana untuk KPR sepenuhnya dari internal mereka. Artinya oleh perbankan, dana KPR bisa dikombinasikan dengan porsi, misalnya 50:50 atau 75:25, antara dana pemerintah dan dana internal.

Dari sisi konsumen, jika dulu mereka mendapat subsidi bunga hanya dalam waktu empat tahun dan setelah tahun kelima harus membayar suku bunga komersial, kondisi ini jelas memberatkan. Sebab, bunga dari perbankan bisa mencapai 13-14 persen.

Lantas, pemerintah memberikan subsidi agar masyarakat bisa menjangkau KPR dengan bunga rendah sekitar tujuh persen. Artinya, pemerintah harus membayar selisih bunga sekitar 6-7 persen. Namun, itu hanya untuk empat tahun, selebihnya harus ditanggung konsumen sendiri. Kondisi ini tak jarang menimbulkan kredit macet karena belum tentu pada tahun berikutnya pendapatan masyarakat mengalami kenaikan.

Dengan FLPP ini, konsumen mendapat alokasi suku bunga tetap dengan jangka waktu lebih lama, yakni 10-15 tahun. Asumsinya, pendapatan konsumen sudah lebih baik. Dan, ini juga membawa manfaat bagi perbankan karena mereka terhindar dari kredit macet.

Dari sisi pengembang, tentu keringanan ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat pada permintaan ketersediaan rumah (ready stock). Secara nasional, perkembangan di sektor perumahan ini juga akan mendorong pertumbuhan pada sektor lainnya.

Kesimpulannya, kebijakan FLPP ini merupakan ide yang brilian untuk mendorong industri perumahan yang membawa dampak sangat positif bagi banyak pihak.

Perlu dukungan pajak
Dari berbagai sisi positif kebijakan FLPP yang digulirkan Kementerian Perumahan Rakyat ini, pada tataran pelaksanaannya kurang berjalan optimal. Pasalnya, masih ada kendala, dalam hal ini adalah masalah perpajakan.

Sebagaimana diketahui, untuk KPR hingga Rp 55 juta, konsumen dibebaskan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pengembang hanya dibebani PPh sebesar satu persen. Namun, dengan adanya kemudahan FLPP ini memungkinkan nasabah mengambil KPR hingga senilai Rp 80 juta. Yang menjadi persoalan adalah ketika masyarakat mengambil KPR dengan nilai lebih dari Rp 55 juta, mereka akan dikenai PPN dan pengembang menanggung PPh sebesar lima persen.

Kami memahami bahwa kebijakan FLPP keluar dari Kemenpera, sementara masalah pajak ada di bawah kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, rakyat melihat bahwa pemerintah adalah satu atap. Dengan kondisi ini, rakyat akan menilai bahwa kebijakan pemerintah setengah hati dan tidak ada koordinasi lintas sektoral.

Alangkah baiknya, jika persoalan pajak ini ditinjau ulang. Perlu 'revolusi' kebijakan agar masyarakat dan pelaku usaha (pengembang) dapat benar-benar merasakan manfaat dari kebijakan pemerintah secara optimal.

Pada program FLPP ini, PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk mengambil peran yang cukup besar. Selama ini, BTN memang bermain di kredit pemilikan rumah dengan menguasai market share sebanyak 95 persen untuk rumah bersubsidi. Jadi, secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa kinerja FLPP ini juga bergantung pada BTN. Bank lain mungkin tidak sesiap BTN. Kalaupun siap, mungkin hanya untuk pasar di wilayah tertentu.

Kami melihat bahwa BTN di bawah manajemen saat ini sangat baik dan profesional, terutama setelah mereka go public karena memang tuntutan pasar seperti itu. Mereka cukup siap dengan berbagai program yang dibuat pemerintah.

Kekerasan Berbalut Agama

Oleh Dr O Hasbiansyah
Dekan Fikom Universitas Islam Bandung

Pada masa perjuangan kemerdekaan India, kaum Muslim dan Hindu bahu- membahu bekerja sama menentang kolonialis Inggris. Di antara para pejuang itu, ada Viyaya Lakshmi Pandit, gadis Hindu yang cantik, adik Yawaharlal Nehru dan seorang pemuda Muslim, Dr Said Husain. Keduanya berpendidikan tinggi; keduanya menjalin asmara.

Di samping terlibat perjuangan membela negara, dua sejoli itu juga terlibat upaya memperjuangkan hak asasi mereka untuk bisa bersatu dalam cinta. Kendalanya begitu besar. Semua keluarga Viyaya menentang hubungan cinta mereka. Namun, kedua pemuda yang dimabuk asmara itu tetap bertahan.

Akhirnya, Gandhi, Bapak India itu, turun tangan. Dia bertiarap di bawah kaki putri jelita itu. Dia berkata, ia tidak akan mengangkat kepala sebelum Viyaya berjanji bahwa perkawinan itu tidak akan dilangsungkan. Di hadapan tokoh yang sangat berwibawa dan legendaris itu, Viyaya pun patah! Gadis itu akhirnya terpaksa menerima pemuda pilihan Gandhi yang seagama dengannya.

Islam, seperti agama lain pada umumnya, menuntut penganutnya memiliki keyakinan penuh pada ajarannya. Keyakinan itu akhirnya akan membawa konsekuensi: mempertahankan keyakinan itu dan jika mungkin menyebarkan keyakinan itu kepada orang lain.

Islam mengajarkan, mempertahankan keyakinan agama tidak hanya sekadar memperkukuh keimanan pribadi, tetapi juga mempertahankan komunitasnya dari tarikan ajaran lain yang berbeda.


Kasus Ahmadiyah
Ahmadiyah pada awalnya muncul di India dengan tokoh sentralnya Mirza Ghulam Ahmad yang membawa sebuah pemahaman tentang Islam. Setelah tokoh ini wafat tahun 1908, putranya, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, mendeklarasikan bahwa bapaknya adalah nabi. Gerakan ini berpusat di Qadian sehingga sering disebut Ahmadiyah Qadian. Sementara itu, sebagian pengikut Mirza Ghulam Ahmad yang lain menolak penobatan sang tokoh itu sebagai nabi; ia dipandang sekadar pembaru (mujadid). Kelompok ini berpusat di Lahore sehingga sering disebut sebagai Ahmadiyah Lahore.

Di Indonesia, Ahamdiyah Qadian dikenal dengan nama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, sedangkan Ahmadiyah Lahore dikenal dengan nama Gerakan Ahmadiyah Indonesia. Dalam kehidupan agamanya, pengikut Ahmadiyah Qadian membangun komunitas eksklusif dan tidak mau berbaur dengan komunitas Muslim lainnya. Masjidnya pun tersendiri, sedangkan Ahmadiyah Lahore bisa berbaur dengan komunitas Muslim pada umumnya, termasuk dalam menjalankan ibadah. Kehadiran Ahmadiyah (Qadian) tentu saja menimbulkan kegelisahan bagi sebagian besar ulama Islam.

Melalui kajian mendalam, berbagai lembaga Islam yang memiliki otoritas telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah (Qadian) adalah ajaran menyimpang, sesat, dan menyesatkan. Lembaga-lembaga yang telah mengeluarkan fatwa itu adalah Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Dunia) pada tahun 1974, Organisasi Konferensi Islam pada tahun 1985, Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1980, dan dikukuhkan kembali pada tahun 2005. Lalu, muncul Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tahun 2008 yang mengatur keberadaan Ahmadiyah.

Di Pakistan, Ahmadiyah diakui sebagai agama tersendiri, tetapi di luar Islam. Di Malaysia dan Brunei Darussalam, Ahmadiyah dilarang sama sekali. Sementara itu, di Indonesia, meskipun sudah ada fatwa MUI dan SKB, eksistensi Ahmadiyah masih kukuh dan bisa berkembang.

Kita memang sangat prihatin dengan munculnya berbagai tindak kekerasan atas nama agama yang terjadi belakangan ini. Kita belum menemukan solusi yang tepat. Usulan yang dilontarkan tampaknya belum komprehensif karena lebih cenderung hanya menggunakan satu kacamata: pendekatan hukum untuk pelaku tindak kekerasan dengan memprosesnya secara hukum atau pendekatan HAM bagi korban tindak kekerasan, yaitu memberikan perlindungan kepada mereka. Pendekatan ini tentu saja benar, tetapi masih belum lengkap. Pendekatan seperti ini tidak menyentuh akar masalahnya.

Dari berbagai peristiwa kekerasan agama, memang ada kesan terjadinya pembiaran oleh aparat. Amuk massa begitu saja mengalir terjadi. Lalu, pelaku kekerasannya pun tidak segera ditangani. Kehadiran dan peran negara di sini nyaris tidak ada, atau sangat minimal. Kondsi seperti ini akhirnya bereskalasi lebih luas, massa makin sering menyelesaikan konflik agama dengan kekerasan. Negara memang harus menunjukkan kehadirannya melalui aparat yang berwenang untuk menegakkan hukum dan sebagai "wasit" menengahi berbagai kepentingan warganya.

Di sisi lain, para penganut agama pun butuh perlindungan dari pihak pemerintah. Perlindungan yang dibutuhkan mencakup rasa aman dari gangguan agresivitas penyebaran agama yang berbeda, aman dari pelecehan dan penodaan keyakinan agama oleh pihak mana pun, dan terpeliharanya keyakinan agama dari kemungkinan pemahaman yang menyimpang.

Dalam hal hadirnya sebuah "keyakinan baru" agama, memang sesuatu yang sangat problematik. Dalam perspektif Hak Asasi Manusia, kemunculan agama apa pun bukanlah persoalan. Ekstremnya, bila pada masa sekarang muncul orang yang mengaku nabi, itu tidak masalah. Orang boleh memiliki keyakinan apa pun. Namun, dari sisi "doktrin" agama, pembiaran yang demikian dapat menimbulkan chaos dalam beragama. Agama dipandang sekadar tempelan keyakinan yang terlalu personal dan individualistik. Padahal, bagi para penganutnya yang taat, agama bukan sekadar keyakinan, melainkan juga sebagai jalan hidup yang memberi bimbingan menuju kehidupan abadi.

Oleh karena itu, penanganan kekerasan agama tidak cukup hanya berdasarkan perspektif hukum dan HAM, tetapi juga harus melibatkan perspektif ajaran agama itu sendiri berdasarkan pemahaman para penganutnya.

Bakteri Sakazakii

Abidar
Mantan Pegawai Kementerian Kesehatan.

Belakangan ini banyak orang tua yang sempat panik kare na susu formu la yang mengan dung bakteri Entero bacter (E) Sakazakii tidak segera di umumkan sesuai hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB). Sampel susu yang diteliti IPB sebenarnya diambil pada 2003-2006. Meskipun demi kian, wajar saja jika keresahan itu juga dialami orang tua yang baru memiliki bayi.

Temuan dari IPB bahwa 13,5 persen di antara 74 sampel susu formula mengandung bak teri E Sakazakii tidak terla lu mengejutkan. Sebab, Food and Drug Administration (FDA) telah melansir sebuah penelitian prevalensi kontaminasi susu di sebuah negara; di antara 141 susu bubuk formula didapatkan 20 (14 persen) kultur positif E Sakazakii.

Berbagai pihak telah memperoleh informasi yang tidak lengkap. Bahkan, diperparah de ngan broadcast BlackBerry Messenger (BBM) yang menyebutkan nama-nama susu formu la yang disebut mengandung bakteri E Sakazakii. Dari mana asal mula berita berantai tersebut menjadi tidak pen ting, tapi dampak buruknya, yakni keresahan dalam ma sya rakat.

Timbulkan penyakit
Bakteri E Sakazakii memang merupakan salah satu jenis bakteri patogen yang bisa menimbulkan penyakit. Sesuai dengan namanya, enterobacter, bakteri ini juga ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.

Masyarakat perlu mewaspadai E Sakazakii karena bakte r i jenis ini berpotensi menyebab kan radang selaput otak (me ningitis). Masalahnya, bakteri ini bisa masuk dalam darah (bakteremia), penyebaran bakteri patogen dalam jaringan darah (sepsis), radang usus halus dan usus bear (enterokolitis), hingga kematian sel (nec rosis).

Meskipun bakteri ini dapat menyerang berbagai kelompok usia, bayi adalah kelompok paling rentan. Risiko makin besar pada bayi berumur kurang dari 28 hari, bayi lahir prematur, bayi dengan berat lahir kurang dari dua kilogram, atau ba yi berimunitas rendah. Publi kasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 13 Februari 2004 menyebutkan, sejak 1961-2003 hanya ditemukan 48 bayi yang sakit karena terinfeksi E Sakazakii.

E Sakazakii bukan mikroorga nisme normal pada saluran pen cernaan hewan dan manusia. Telah ditengarai bahwa tanah, air, sayuran, tikus, dan lalat merupakan sumber infeksi. E Sakazakii dapat ditemukan di lingkungan industri makanan (pabrik susu, cokelat, sereal, dan pasta), lingkungan ber air, serta sedimen tanah yang lembab. Pada sejumlah bahan makanan yang berpotensi terkontaminasi E Sakazakii, antara lain, keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.

Jarang
Walaupun berbahaya, ternyata kejadian infeksi E Sa kazakii sangat jarang. Di Amerika Serikat, angka kejadian infeksi E Sakazakii yang pernah dilaporkan adalah satu per 100 ribu bayi. Angka kejadian itu meningkat menjadi 9,4 per 100 ribu pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (

Berbagai temuan itulah yang mungkin menjelaskan mengapa di Indonesia belum ada laporan terjadinya korban terinfeksi E Sakazakii, meskipun sudah ditemukan banyak susu terkontaminasi. Para peneliti IPB mendapatkan 14 per sen, FDA menemukan 13,5 per sen produk susu yang mengandung bakteri E Sakazakii.

Namun, tidak satu pun anak Indonesia yang dilaporkan terinfeksi bakteri tersebut. Infeksi akibat E Sakazakii sangat jarang dan relatif tak mengganggu anak sehat. Tapi, terhadap kelompok anak tertentu dengan gangguan kekebalan tubuh, infeksi bakteri itu bisa mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya, bahkan dapat mengancam jiwa.

Tiga cara
Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menjelaskan, ada tiga cara susu formula untuk bayi bi sa terkontaminasi E Saka zakii. Pertama, melalui materi mentah yang digunakan untuk memproduksi susu formula. Kedua, melalui kontaminasi dari lingkungan tidak bersih pada saat caregiver (baik ibu, sus ter, maupun lainnya) menyi apkan susu formula sebelum diberikan kepada bayi.

Ketiga, melalui kontaminasi setelah pasteurisasi. Karena keterbatasan pengawasan dan sistem pelaporan E Sakazakii di banyak negara, be saran masalah akibat bakteri ini pun tidak diketahui. Sebuah literatur di Inggris melaporkan bahwa pada 1961–2003 terdapat 48 kasus bayi sakit akibat E Sakazakii. Hasil survei The US FoodNet 2002 menunjukkan, angka invasi infeksi E Sakazakii pada bayi di bawah satu tahun sebesar satu per 100 ribu.

Saatnya pemerintah secara tegas mengeluarkan rekomendasi bahwa susu komersial memang bukan produk steril seperti yang direkomendasikan WHO dan FDA. Tindakan preventif ini pasti berisiko lebih ringan karena masyarakat akan lebih waspada dalam pen cegahannya. Rekomendasi itu merupakan hal yang wajar karena beberapa negara maju pun melakukan hal yang demikian. Sebaliknya, bila susu bubuk komersial tetap dianggap aman, masyarakat menjadi lengah dalam proses penyajiannya.

Rekomendasi lainnya adalah cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Dengan pemanasan air di atas 70 derajat Cel cius, bakteri yang ada dalam susu dipastikan akan mati. Kepada anak yang berisiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat, direkomendasikan memberi susu bayi formula cair siap saji. Susu siap saji dianggap sebagai produk komersial steril karena pro ses pemanasannya cukup.

Namun, dari berbagai penelitian seperti yang dilakukan WHO dan FDA, jelas bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Penelitian yang dilakukan BPOM menyebutkan, susu bu-buk komersial adalah aman, tetapi sebenarnya hal itu semata-mata disebabkan oleh perbedaan dalam sensitivitas dan spesifikasi alat serta metode identifikasinya.

Heboh temuan IPB tentang susu formula yang mengandung E Sakazakii, sekali lagi mengingat kan para ibu yang masih me miliki bayi agar kembali meng gunakan air susu ibu (ASI). ASI telah terbukti kehe-batannya sebagai anugerah Tuhan untuk menjaga kesehatan.

Sungai Musi Urat Nadi Pusri

Tuesday, 22 February 2011
Tidak dapat dipungkiri,Sungai Musi yang membelah Kota Palembang menjadi dua,yakni Seberang Ulu (SU) dan Seberang Ilir (SI),merupakan ikon kebanggaan masyarakat Palembang.

KEBERADAAN kali yang memiliki panjang 750 km ini menjadi jalur transportasi air serta sebagai urat nadi perekonomian Palembang. PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, hingga memasuki usianya yang ke 51 tahun ini, tetap bergantung dengan Sungai Musi,bukan saja untuk jalur distribusi hasil produksinya, melainkan juga memanfaatkan air Sungai Musi sebagai bahan baku untuk membuat urea.

Sayangnya,keberadaan Sungai Musi yang memiliki sejarah panjang sebagai jalur transportasi air sejak zaman Kerajaan Sriwijaya abad ke-7 hingga Kesultanan Palembang berkuasa ini kondisi terus memprihatinkan. Masalah klasik, yakni pendangkalan alur sungai tersebut seolah-olah tidak pernah terpecahkan, sehingga menjadi momok bagi kapal-kapal angkutan yang berbobot besar 10.000 ton (gross register tonnage/GRT). Manajemen Pusri mengakui, mendangkalnya alur Sungai Musi sangat menghambat distribusi pupuk ke sejumlah daerah. Sebab, saat kapal angkutan menuju Muara Sungai di Selat Bangka sejauh 106 km mulai terbentur alur yang dangkal, begitu pula ketika hendak sandar di dermaga Pusri.

“Ya, keberadaan Sungai Musi ibarat urat nadi Pusri, karena hampir 80% hasil produksi pupuk urea angkutan ke luar (saving out) tetap menggunakan kapal, tapi distribusi belum mampu berjalan optimal menyusul kerap terjadi pendangkal alur Sungai Musi,” ulas Dirut PT Pusri Palembang Eko Sunarko belum lama ini. Dia menjelaskan, dulu tujuh kapal model konvensional PT Pusri bisa mengangkut 8.500 ton pupuk, apalagi saat itu kedalaman alur Sungai Musi masih sekitar 7 meter.Tetapi, karena kedalaman di beberapa titik hanya 4,5 meter, terpaksa angkutan pupuk hanya menggunakan kapal berbobot berukuran kecil.Hal ini tentu menambah cost angkutan semakin membengkak. Pasalnya, setelah pupuk sampai di Muara Sungsang (Muara Sungai Musi) akan dipindahkan ke kapal-kapal besar.

Artinya, untuk satu angkutan pupuk,Pusri terpaksa menggunakan dua kapal angkutan,yakni satu berbobot 5.000–10.000 ton serta di bawah 5.000 ton. Idealnya, lanjut Eko, kapal yang digunakan tersebut berkapasitas 8.500 ton harus diturunkan menjadi 5.000 ton.“Kondisi ini jelas tidak efektif, pendangkalan begitu cepat dan dampaknya juga banyak pupuk urea masih tertahan di gudang,karena kapal hanya mampu mengangkut rata- rata 3.000–5.000 ton,”akunya.

Tak Sebanding

Eko menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan Pusri agar distribusi pupuk tetap lancar,salah satunya melakukan pengerukan Sungai Musi. Namun, ternyata kecepatan pendangkalan tak sebanding. Makanya untuk jangka pendek, Pusri mencari alternatif lain untuk mengangkut pupuk. Manajer Humas PT Pusri Palembang Zain Ismed menambahkan, untuk memperlancar operasi kapal angkutan pupuk yang hendak bersandar,Pusri beberapa tahun lalu menganggarkan dana sendiri untuk pengerukan di area dermaga.

Sebelumnya beberapa tahun lalu, untuk mengatasi pendangkalan itu,Pemprov Sumsel pernah menjajaki kerja sama dengan Otorita Pelabuhan Antwerp Belgia melalui Antwerp Port Education Centre (APEC). Melalui kerja sama itu, akan dilakukan pengerukan guna mengangkat endapan lumpur di alur Sungai Musi sebanyak 1,6–1,8 juta meter kubik per tahun. Pengerukan akan dilakukan PT Pelindo bersama BUMD dengan pendampingan tim ahli dari Belgia. Namun, hingga kini kerja sama itu tak kunjung terealisasi. Menurut Mawardi,pengamat dari Balai Wilayah Sungai Sumatra, pendangkalan yang terjadi di Sungai Musi disebabkan erosi akibat aktivitas penebangan hutan di bagian hulu sungai oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit. Bila kondisi ini terus terjadi, masalah pendangkalan tersebut tetap akan berlanjut, apalagi Sungai Musi memiliki karak-teristik yang unik,yakni alur pasang dan surut.

Data Administrator Pelabuhan (Adpel) Boom Baru menyebutkan, kondisi pendangkalan Sungai Musi kian parah karena endapan lumpur mencapai sekitar 40 cm per bulan. Bahkan, volume endapan bisa mencapai 2,5 juta meter kubik.Sepanjang alur pelayaran Sungai Musi dari Pe-labuhan Boom Baru hingga Selat Bangka, terdapat 13 titik pendangkalan. Empat titik sudah sangat rawan, karena pendangkalannya mencapai 4 meter. Lokasi yang cukup rawan itu, yakni di C2 dan C3 , Pulau Payung bagian utara dan Muara Jaram, sedangkan lokasi yang mengalami pendangkalan paling parah, antara lain di ambang luar,Muara Selat Jaran, dan perairan bagian Selatan Pulau Payung serta panjang sedimentasi itu bisa mencapai 7 km.

Karena itu, kedalaman alur Sungai Musi sangat bergantung pada pasang surut air laut sehingga hanya kapal-kapal bertonase kurang dari 3.000 ton dapat berlayar. Perbedaan pasang surut antara muara sungai dengan pelabuhan berkisar enam jam,sehingga kapal-kapal yang mau masuk harus menyesuaikan jadwal dengan kondisi pasang. Sementara, keadaan pasang surut Sungai Musi antara 30 cm dan 275 cm bersifat harian tunggal. Artinya, kalau sedang surut, kapal harus menunggu satu hari baru dapat berjalan. Fakta yang memang masih sangat sulit dibantah, yakni pendangkalan alur Sungai Musi. Sebab, selain berkaitan erat dengan aspek perekonomian masyarakat, bagi Pusri sendiri, alur Sungai Musi merupakan urat nadinya.

Bila tidak dicari solusi, tentunya berpengaruh sekali dengan cost angkutan yang terus membengkak. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu komitmen yang pernah terucap oleh manajemen Pusri sebelum spin off (pemisahan dari induk holding), yakni salah satunya efisiensi anggaran. Terlebih produksi urea Pusri sendiri hampir 80% untuk memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi secara nasional sudah barang tentu dengan terhambatnya distribusi akan berpengaruh juga dengan ketahanan pangan nasional. Semoga ke depan alur Sungai Musi tidak lagi mengalami pendangkalan, sehingga tetap seperti abad VII ketika kejayaan Kerajaan Sriwijaya menjadikan alur Sungai Musi sebagai jalur lintas ekonomi. (berli zulkanedi)

Kurang Air Pengaruhi Mood

Tuesday, 22 February 2011
AIRmerupakan bagian penting bagi tubuh. Kekurangan cairan bisa menyebabkan dehidrasi.Tak hanya itu,kekurangan cairan ternyata juga berpengaruh pada moodseseorang.


Siapa bilang Anda butuh minum di saat haus. Justru saat Anda sudah merasa haus,sebenarnya tubuh sudah mengalami dehidrasi ringan. Disebutkan oleh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) DR dr Saptawati Bardosono MSc bahwa 1/3 dari kita menyalahartikan rasa haus dengan rasa lapar.Mereka mengartikan bahwa rasa haus merupakan sinyal bahwa saat itulah mereka harus minum. Padahal yang benar adalah jangan pernah menunggu rasa haus untuk minum.

“Sekitar 70% tubuh manusia terdiri atas air sehingga air memegang peran penting dalam menjaga kesehatan.Jadi,kekurangan air bisa berbahaya untuk tubuh,” tuturnya dalam acara temu media bertema “Waspada Dampak Dehidrasi Ringan Terhadap Kinerja,Kognitif, dan Mood” yang diadakan oleh Danone Aqua di Hotel Le Meredien Jakarta,beberapa waktu lalu. Tak dapat disangkal lagi, air merupakan zat gizi esensial bagi kehidupan. Semua sistem dalam tubuh bergantung pada air.Dijelaskan Saptawati, kurangnya air dalam tubuh dapat menyebabkan dehidrasi, yaitu saat air dalam tubuh tidak mencukupi untuk melakukan fungsi kerja tubuh secara normal.

Di mana dehidrasi ringan dapat menurunkan metabolisme tubuh sekitar 3% dan kekurangan cairan tubuh merupakan penyebab utama terjadinya kelelahan di siang hari. “Dehidrasi ringan sekalipun akan menyebabkan gangguan pada sistem tubuh, termasuk pada tingkat kinerja, kognitif, dan mood,” paparnya. Hasil studi terbaru pada 2010 yang disebutkan oleh pakar hidrasi dunia Lawrence E Amstrong PhD dan Harris R Lieberman PhD yang merupakan seorang pakar neuro-cognition dari Amerika Serikat bahwa dehidrasi dapat berdampak negatif pada tingkat kinerja,kognitif dan mood, serta menimbulkan gejala-gejala umum dehidrasi. Studi ini terbagi atas dua bagian. Studi pertama melibatkan 26 pria dan 25 wanita dewasa sehat dengan cakupan usia sekitar 20–23 tahun.

Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan dengan cara melakukan treadmill sebanyak 3x40 menit pada suhu 280 (suhu ruangan kerja) dan diminta untuk menyelesaikan tes kognitif. Hasil penelitian menunjukkan dehidrasi sebesar 1,5% pada pria menyebabkan sulit berkonsentrasi dan mengingat, lelah, dan tegang. Sementara wanita lebih cepat terkena dampak negatif dehidrasi, yakni sebesar 1,3% dan menyebabkan lelah,mudah marah, bingung, mengantuk,hilang konsentrasi,pusing, dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas.Penelitian ini merupakan penelitian besar menggunakan teknologi canggih yang memeriksa dampak dehidrasi pada orang-orang biasa (bukan atlet) di suhu ruangan tempat kerja seharihari.

Sementara itu, studi kedua yang dilakukan terhadap 20 wanita dewasa sehat yang minum air sebanyak 2 sampai 3 liter sehari.Mereka diminta untuk berpuasa minum air selama 23 jam dan melakukan tes kognitif. Hasil studi menunjukkan hal yang sama. Dehidrasi sangat berdampak negatif pada konsentrasi,tingkat kecemasan, dan semangat beraktivitas. Dehidrasi secara signifikan menyebabkan kebingungan dan kelelahan di samping menunjukkan gejala-gejala umum dehidrasi, antara lain mengantuk,nyeri kepala,dan emosi yang cepat terganggu. Bahkan didapatkan hasil adanya gangguan dalam menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sehari- hari dilakukan. Hal ini menegaskan efek dehidrasi terhadap kemampuan kognitif, konsentrasi, dan emosional. “Penurunan sampai 2% status hidrasi dapat memengaruhi memori jangka pendek dan kemampuan untuk konsentrasi dan belajar,”ucapnya.

Masih dijelaskan Saptawati, komposisi genetis perempuan yang berbeda dengan laki-laki menjadi salah satu faktor yang memengaruhi wanita sehingga lebih rentan mengalami dehidrasi. Perempuan memiliki kadar lemak lebih besar dan kandungan air lebih rendah dalam tubuh.“Jadi, untuk menghindari dehidrasi, maka cukupi asupan air dengan minum 8 sampai 10 gelas air per hari,”pesan Saptawati. Perlu diingat bahwa kebutuhan air harus dicukupi, tidak kurang dan tidak berlebih.Dikatakan oleh ahli gizi klinik dari Universitas Indonesia, DR dr Luciana Sutanto SpGK bahwa kelebihan konsumsi air putih bisa menyebabkan tubuh bengkak,namun dampaknya tidak terlalu berbahaya untuk tubuh. “Bengkak karena banyak minum hanya berimbas pada pembesaran jaringan tubuh.Pembesaran jaringan tubuh ini bergantung di mana kelebihan air terjadi,” ungkap dokter yang akrab disapa Lucia ini.

Lucia menjelaskan, bahaya yang ditimbulkan jika yang membengkak adalah jantung, namun hal tersebut hanya terjadi jika selsel jantungnya sudah bermasalah,” ungkapnya. Jadi, jika seketika mood dan konsentrasi hilang, maka cari tahu penyebabnya dan segera minum air putih. Sebab, bisa jadi Anda kekurangan cairan di dalam tubuh. (inggrid namirazswara)

Semua Baik Adanya

Sunday, 20 February 2011
JADILAHbintang.Hidup dalam alunan mimpi masa yang akan datang.Merajut angan-angan dalam lembarlembar kehidupan.Menjadi orang yang terpandang. Berusaha selalu dalam sanjungan.


Melambungkan diri pada posisi tertinggi yang nantinya sia-sia belaka. “Rajin belajar,Nak.(Jik) sudah besar kau pasti sukses.”Ah,sudahlah, itu nasihat yang sering aku dengar di setiap lorong jalan.Apa itu kesuksesan, aku tidak banyak tahu tentangnya.Walau semua menunjukkan tangan ke arahnya.Lagipula aku wanita. Awalnya aku bilang itu wajar. Semua orang ingin dianggap berharga. Lebih tepatnya semua orang ingin dihargai. Dalam diri manusia ada kecenderungan untuk menempatkan diri sebagai pusat perhatian dunia sekeliling. Semua orang berusaha supaya potretnya dimuat di surat kabar. Sekarang itu yang membuat aku ingin muntah.Semakin merasa rendah. Tidak punya harga diri. Penjilat pujian. Bukan cuma itu, aku juga tidak puas dengan tubuhku sendiri.

Semakin haus dan terus semakin haus pujian. Menjadikan perasaan rendah menutupi tiap sel-sel tubuhku. Saat rasa rendah diri mencapai titik puncak. Saat kehausan pujian tidak pernah terpuaskan. Penderitaan hidup terasa sangat dalam. Upaya yang harus aku lakukan adalah menghilang dari muka bumi ini. Mengakhiri usaha ingin dihargai, inginsukses,ingineksisdengancara lari dari kehidupan sekarang ini. Akhirnya aku memulai. Aku meraih pil tidur dari meja di sebelah kanan ranjangku.Aku menelan pil-pil itu butir demi butir.Jika menelan sekaligus itu membuatku muntah. Beberapa menit kemudian aku sudah menghabiskan seluruhnya. Pada awalnya aku memilih bunuh diri dengan cara menyayat pergelangan tangan.

Biar lebih mudah dan prosesnya cepat. Jika itu yang terjadi,pasti kamarku berlumuran darah dan adikku repot membersihkannya. Karena itu aku mempersiapkan semuanya sebaik mungkin, supaya siapa pun yang aku tinggalkan tidak repot melihat kepergian ini. Dengan cara meninggalkan kehidupan, kita tidak melalui masamasa yang sulit. Semakin tua, dijangkit penyakit,gila dalam anganangan, berusaha eksis, dan akhirnya melihat teman-teman meninggal. Semakin lama hidup, penderitaan semakin bertambah. Saatnya pun tiba.Kepala terasa amat sakit.Telingaku berdenging. Semua terlihat kabur.Aku berusaha tidak memikirkan rasa sakit yang menerpa.

Aku berkonsentrasi pada dunia yang akan hancur.Muncul perasaan takut yang hadir terhadap sesuatu yang tidak jelas. Aku sudah tidak sadarkan diri. Aku menganggap di kehidupan selanjutnya aku merasa lebih damai. Di sana tidak ada pencarian nama baik, tidak akan ada penghinaan terdengar di telinga. Beberapa saat kemudian aku terbangun.Aku merasakan semuanya sangat ringan. Seakan-akan aku bisa terbang. Aku bangun tetapi tubuhku tetap di tempat tidur. Aku melihat tubuh itu terletak tak berdaya.Aku mengelilingi kamar dan memperhatikan semua yang ada di sana. Semua tersusun rapi dan sangat enak dipandang.Itu sudah aku rapikan sebaik mungkin. Setelah itu ada awan yang menutupi semua penglihatan.

Tak ada satu benda yang bisa terlihat karena mataku tertutup awan. Aku sepertinya terangkat, sepertinya terbang. Mungkin ini saatnya masuk ke alam kematian. Saat awan itu dihembus angin, aku melihat sesuatu yang begitu indah di depan mata.Aku melihat tumpukan-tumpukan awan yang membentuk seperti hewan yang sangat lembut. Pemandangannya sangat indah. Mataku seakanakan berusaha menangkap semua keindahan itu. Sangat indah. “Tunggu!. Aku mengenal danau ini. Danau Toba. Mengapa Danau ini terlihat sangat indah dan memesona? Sewaktu aku hidup bersama tubuhku, aku tidak pernah melihat seindah ini.” Ada seseorang yang memegang punggungku. Aku melihat ke belakang, ternyata dia seorang kakek tua dengan sebuah tongkat. Aku tidak mengenalnya.

Mungkin dia malaikat. “Inilah saat yang dikatakan bila mata tidak terhalang hasilnya adalah penglihatan. Kau merasakan semuanya indah bukan?” Dia bicara dengan senyum yang ramah. “Mengapa semua kelihatan indah, Kek? Padahal sewaktu aku hidup bersama tubuhku,aku tidak pernah merasakan keindahan ini.” Mendengar pertanyaanku dia tertawa.“Kau tidak pernah merasa alam ini indah bila pikiranmu dihantui masalah-masalahmu. Kau tidak pernah menyadari keindahan alam di sekelilingmu bila kau melihatnya bukan atas cinta. Kau orang yang berusaha dihargai, sukses, dan semua orang seperti itu. Itu alasan kalau kau berharap pujian orang lain terhadap dirimu, daripada pujianmu terhadap keindahan alam ini.” Saat aku mengangguk, awan putih kembali menutupi semua sudut pandangku.

Aku terangkat kembali sangat ringan. Melayang. Kembali angin menerpa awanawan di hadapanku, aku melihat keindahan hamparan laut. Sekarang aku tidak terkejut melihatnya. Aku tahu ini pulau Nias.Aku pernah ketempat ini. Aku menikmati keindahan itu lagi.Sangat indah.Tiba-tiba aku melihat si kakek sudah di sampingku. “Tugasmu sekarang hanya mendengar dan mengamati. Seiring dengan itu amati semua keindahan yang ada di hadapanmu.” “Jangan pikiranmu dihantui m a s a l a l u mu . Jangan pikiranmu dihalangi penghargaanpenghargaan yang pernah kau terima. Tugasmu mengamati dengan cinta.” Aku melaksanakan semua yang dikatakan si kakek.Aku sangat menikmati.

Aku menikmati semua alam ini. Aku melihat semua keindahan dan merasakan kesejukan yang sangat membahagiakan. “Kau harus menyadari mengenai satu hal: segala sesuatu dalam hidup ini baik adanya.Baik adanya.” “Manusia yang tidak menyadari itu tidak akan menikmati perjalanan hidupnya di bumi.Mereka selalu kekhawatiran tentang apa yang mereka makan dan minum. Mereka hidup dalam kekhawatiran tentang apa yang mereka pakai. Hidup dalam usaha supaya semua orang di bumi menghargai mereka.Mereka semua berusaha supaya masuk televisi dan nama mereka dikenal semua orang.Semua buru-buru seperti ada yang perlu dikejar.Itu yang membuat mereka tidak menyadari bahwa dunia ini baik adanya.” Kembali awan putih menutupi penglihatan.

Aku terangkat dan tiba di sebuah tempat yang tidak pernah aku lihat. Gerbang yang sangat indah.Besar dan kokoh. Aku berjalan mendekati gerbang itu. Seorang ada menjaga di sana.Dia memberi salam dengan ramah. “Saya malaikat yang ditugasi untuk menjaga gerbang ini, Tera, 12 Januari 1984. Silakan masuk ke dalam gerbang kematian ini.” Mendengar kata-kata itu aku terdiam dan tiba-tiba berlari menjauh dari gerbang itu.Aku lari sekuat tenaga dan berusaha agar malaikat itu tidak menemukan. Aku lari dan terus berlari tanpa tujuan, sekarang aku belum ingin mati. Mataku telah terbuka.Aku masih ingin merasakan keindahan, kebaikan dan cinta di bumi. Karena lariku sangat kencang dan tak terkendali, sebuah benda membentur kakiku.

Aku terjatuh dan merasakan sakit di seluruh tubuh.Terutama di punggung,aku merasakan sangat sakit.Aku mencoba membuka mata yang sangat berat.Saat membuka mata barulah aku menyadari aku berada di rumah sakit.Aku melihat infus di atas kepalaku. Orang yang pertama aku lihat pada saat itu adalah adikku Ryan. “Aku belum siap kakak mati,makanya aku menunggu kakak kembali”. Aku melihat wajahnya sangat lelah.Dia memelukku. Setelah itu ayah dan ibuku datang membawa makanan untuk Ryan yang sudah menjagaku.Melihat aku tersadar, mereka memelukku juga.“Dari mana saja kau?” tanya ayahku. Merekalah alasan mengapa aku hidup kembali. Mereka yang memanggil aku untuk menikmati baiknya kehidupan ini.

Aku mengajak ayah, ibu, dan adikku ke Danau Toba saat libur tiba.Aku mengajarkan cara menikmati keindahan alam yang benar. “Tugas kita hanya mendengarkan dan mengamati keindahannya.Tidak ada komentar,tidak ada kritik. Semua hanya mendengarkan dan mengamati.” Saat kami berjalan di sebuah toko lukisan di pinggiran Danau Toba.Aku melihat lukisan seorang kakek tua dipajang di antara lukisan-lukisan lainnya. Mataku tertuju pada lukisan si kakek yang tidak asing lagi bagiku.Aku ter-senyum saat melihat tulisan di bawah lukisan itu: “Semua baik adanya.”Aku membeli lukisan itu dan memajangnya di kamar tidurku.(*)

LAMBOK SIMATUPANG, lahir di Padangsidempuan, Tapanuli Selatan, 5 Mei 1985. Alumnus Sarjana Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Riau (2009). Pernah mengikuti diklat jurnalistik yang diadakan di kampus UNRI. Sampai sekarang aktif menulis cerpen dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA)

Sang Penyelamat Republik

Lukman Hakiem
Sekretaris Panitia Satu Abad
Mr Sjafruddin Prawiranegara
(1911-2011)

Mr Sjafruddin Prawiranegara (28 Februari 1911-15 Februari1989) adalah Presiden yakni Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan kedua Republik Indonesia (RI) setelah Ir Soekarno-yang menjadi Presiden Republik Indonesia sejak 18 Agustus1945- menyerah dan ditawan oleh tentara kolonial Belanda yang melakukan agresi II pada 19 Desember 1948.

Sehari sebelum penyerangan ibu kota RI di Yogyakarta 1949, Bung Karno dan Hatta, mengeluarkan mandat untuk Sjafruddin Prawiranegara yang isinya perintah untuk membentuk pemerintahan darurat di Sumatra bila mereka ditawan Belanda. Mandat ini ditandatangani langsung oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Mandat yang lain diberikan adalah kepada dr Sudarsono, LN Palar, dan AA Maramis di New Delhi (India), untuk membentuk pemerintahan darurat, jika usaha Sjafruddin di Sumatra tidak berhasil. Mandat ini ditandatangani M Hatta selaku Wapres, dan Agus Salim sebagai Menlu.

Tidak tahu
Sjafruddin tidak pernah tahu ada mandat kepadanya untuk membentuk pemerintahan darurat. Ia hanya mendengarnya dari siaran radio bahwa ibu kota Yogyakarta telah diduduki Belanda, pada 19 Desember 1949 sore. Ia menemui Teuku Muhammad Hassan dan menyampaikan kemungkinan kevakuman pemerintahan. Ia pun mengusulkan supaya dibentuk sebuah pemerintahan untuk menyelamatkan negara yang sedang dalam bahaya.

Setelah berdiskusi panjang lebar, termasuk soal hukum karena tidak ada mandat, maka dibentuklah pemerintahan darurat. Pemerintahan darurat itu dipimpin Sjafruddin dan TM Hasan sebagai wakilnya. Kesepakatan dua tokoh ini merupakan embrio dari pembentukan pemerintahan darurat yang tiga hari kemudian dilaksanakan di Halaban. Walaupun usia Sjafruddin lebih muda dari TM Hasan, tetapi Sjafruddin berani mengambil tanggung jawab perjuangan untuk menyelamatkan RI dengan segala risikonya.

Mengenai hal ini Amrin Imran dkk dalam buku PDRI dalam Perang dan Damai (2003:52-53), mencatat: "Yogyakarta jatuh. Akan tetapi nadi Republik tetap berdenyut. Pusat nadi itu pindah ke pedalaman Sumatera Barat dalam wujud PDRI dipimpin Sjafruddin Prawiranegara. Dari sana denyut itu menjalar ke seluruh wilayah RI bahkan ke perwakilan RI di luar negeri, termasuk perwakilan RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), LN Palar. Denyut itu juga menggetarkan tubuh Angkatan Perang di bawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang melalui radiogram menyatakan mendukung dan berdiri di belakang PDRI pimpinan Sjafruddin Prawiranegara."

Dilupakan bangsanya
Keberanian Sjafruddin membentuk dan memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), telah membuktikan bahwa RI tidak pernah bubar hanya karena Soekarno-Hatta dan para pemimpin lain ditangkap. Sikap tegas dan gigih PDRI, telah memperkuat semangat Mr Mohamad Roem ketika harus berunding dengan van Roijen.

Ironisnya, peristiwa historis yang amat penting dalam sejarah perjuangan mempertahankan eksistensi RI ini, selama puluhan tahun telah banyak terlupakan. Sjafruddin Prawiranegara sebagai sutradara dan aktor utama PDRI, selama berpuluh tahun bagai telah diharamkan untuk ditampilkan dalam bingkai sejarah bangsa. Bahkan, sekadar sketsanya sekalipun!

Masalah politik, rupanya menjadi penghalang utama untuk melahirkan kesadaran berbangsa dan mengingat sejarah bangsa yang otentik ini. Sehingga, terhadap PDRI, bukan saja bangsa ini terlambat memberi pengakuan, tetapi juga sampai sekarang pemerintah belum mau memeringati dan secara terbuka bersama seluruh bangsa, mengingat serta mencatat PDRI dengan tinta emas sebagai satu tahap yang sangat menentukan dalam perjuangan bangsa kita.

Dapat diduga, di masa Orde Lama nama Sjafruddin Prawiranegara tidak boleh dimunculkan, karena keikutsertaannya dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Di masa Orde Baru, nama Sjafruddin dicoret dari buku sejarah karena suaranya yang lantang mengkritik kebijakan pemerintah, terutama keikutsertaannya dalam Kelompok Petisi 50, sebuah pernyataan keprihatinan terhadap pidato Presiden Soeharto yang ditandatangani oleh 50 orang politisi sipil dan senior militer.

Peran PRRI
Bicara tentang Sjafruddin Prawiranegara, kita tidak bisa tidak bicara tentang dua hal: PDRI dan PRRI. Demikian kata pakar ilmu politik Dr Salim Said. Pada yang pertama, jelas jasa Sjafruddin menyelamatkan Republik Indonesia yang pemimpinnya sesudah ditahan oleh Belanda. Sedang PRRI, haruslah dilihat sebagai usaha menyelamatkan RI yang terancam oleh komunisme.

PRRI bukanlah gerakan separatis, melainkan gerakan alternatif untuk menyelamatkan Indonesia yang terancam oleh komunisme dan "petualangan" politik Presiden Soekarno. PRRI kalah, dan selanjutnya diperlukan waktu beberapa tahun sebelum akhirnya ancaman Partai Komunis Indonesia (PKI) serta "petualangan" politik Presiden Soekarno hancur lewat Gerakan 30 September/PKI pada 1965.

PRRI berbeda dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM). GAM dan OPM berangkat dari penolakannya kepada Republik Indonesia, sedangkan PRRI justru berjuang untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman komunisme.

Jika dibaca kalimat-kalimat awal Piagam Perdjuangan Menjelamatkan Negara tertanggal Padang, 10 Februari 1958 yang ditandatangani oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein selaku Ketua Dewan Perjuangan, nyata sekali betapa PRRI lahir didasarkan atas keinginan kuat untuk melindungi republik yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dari tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan konstitusi yang berlaku saat itu.

Seabad Sjafruddin
Sudah terlalu lama bangsa ini tidak objektif di dalam membaca sejarah. Agar bangsa ini kembali siuman terhadap sejarahnya sendiri, sejumlah pribadi membentuk Panitia Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara dengan sejumlah agenda kegiatan yang bertujuan mengingatkan bangsa Indonesia terhadap:

Pertama, satu fase penting di dalam sejarah perjuangan fisik Republik Indonesia, yaitu terbentuknya PDRI di Bukittinggi, Sumatra Barat, pada 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 dengan tokoh utamanya Mr Sjafruddin Prawiranegara.

Kedua, agar di dalam melihat peristiwa-peristiwa yang dianggap krusial dalam perjalanan bangsa, seperti masalah PRRI, Petisi 50, dan lain-lain tidak terpaku pada pandangan kacamata kuda, melainkan haruslah selalu bergerak ke tiga arah: mengungkap fakta-fakta objektifnya, melihat secara jeli dan rinci akar masalahnya, dan menarik relevansinya ke masa kini, jika mungkin malah ke masa depan yang jauh.

Dengan dua tujuan di atas, kita ingin melakukan "perdamaian dengan sejarah" yang telah dimulai oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie pada 1998 dengan memberikan Bintang Mahaputera kepada sejumlah tokoh yang sejak masa Presiden Soekarno sampai masa Presiden Soeharto dianggap sebagai pembangkang, antara lain, kepada Sjafruddin Prawiranegara dan M Natsir.

Ikhtiar mulia tersebut telah dilanjutkan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun 2006, Presiden SBY mengeluarkan Keputusan Presiden yang menetapkan hari kelahiran PDRI, 19 Desember, sebagai Hari Bela Negara.

Pada 2008, mantan perdana menteri RI yang menjadi arsitek utama Negara Kesatuan Republikl Indonesia, Mohammad Natsir, oleh Presiden SBY ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Dengan mengenang dan menghargai Sjafruddin Prawiranegara, sesuai dengan jasanya menyelamatkan republik, arah menuju perdamaian dengan sejarah, insya Alah maju selangkah lagi. Wallahu a'lam.

Manifestasi Alam Dewa

Saturday, 19 February 2011
JANGANterbuai dunia.Sebab, dia tidak kekal. Dunia hanyalah kesenangan sesaat.Semua akan hilang dan lenyap ketika dunia ini hancur.


Dunia adalah tempat kita berbuat kebajikan. Menebar darma baik guna mengarungi kehidupan sejati. Namun, hingga hari ini,banyak manusia masih terlena oleh dunia. Dalam tradisi Budhis, ada enam Karmadhatu berdasarkan hawa nafsu. Itu dikarenakan di Alam Dewa ini masih terdapat kasih dan hasrat.Di Alam Karmadhatu masih ada sentuhan, hasrat,dan makanan. Di Alam Karmadhatu terdapat hidangan lezat, jamuan surgawi, minuman surgawi, amrta, dan rasa surgawi. Di Alam Karmadhatu yang masih ada hasrat, banyak sukacita dan sedikit atau hampir tidak ada dukacita. Di Alam Karmadhatu juga ada rasa sentuhan.

Dalam hal hawa nafsu, Alam Caturmaharajakayika dan Alam Trayastrimsa sama dengan alam manusia.Persetubuhan antara dua akar nafsu dari pria dan wanita akan menghasilkan kebahagiaan sentuhan, ini juga salah satu kenikmatan Alam Dewa dari aspek hasrat kasih. Selanjutnya Alam Yama, di alam ini tidak ada lagi persetubuhan antara lawan jenis.Kenikmatan akan didapat dari sentuhan saling berpelukan antara lawan jenis.Kemudian Alam Tusita, pria dan wanita di alam ini cukup bergandengan tangan. Sentuhan tangan inilah yang akan menghasilkan kenikmatan nafsu. Lebih lanjut Alam Nirmana-rati, pria dan wanita di alam ini cukup saling melempar senyum. Itu saja akan memuaskan hawa nafsu.

Kemudian Alam Paranirmitavasavartin, alam tertinggi dari Alam Karmadhatu, dewa-dewi di alam ini cukup saling menatap saja akan memuaskan kenikmatan nafsu. Hidangan surgawi di Alam Karmadhatu akan dicerna dalam anggota tubuh,maka tidak ada lagi kebiasaan buang air besar dan buang air kecil. Di Alam Karmadhatu memang masih terdapat kasih dan nafsu,tapi dari persetubuhan yang dilakukan hanya mengeluarkan prana, bukan sperma. Dengan demikian, persetubuhan ini tidak akan membentuk janin atau melahirkan anak. Jika penghuni Alam Dewa ingin memiliki anak, anak lelaki akan diwujudkan dari lutut seorang Dewa dan anak perempuan akan diwujudkan dari pinggul seorang Dewi.

Nalakuvara adalah seorang Dewa. Dagingnya terurai dan dikembalikan ke ibu, tulangnya terurai dan dikembalikan ke ayah, hanya tersisa roh murni.Lalu gurunya memetik daun padma untuk dijadikan daging,memetik batang padma untuk dijadikan tulang, dan roh murni ini menempel pada padma, kemudian terlahirlah Nalakuvara. Inilah yang dinamakan perwujudan Alam Dewa (halaman 31–33). Namun, manusia tidak boleh berdiam lama di Enam Alam Karmadhatu. Hal ini karena berkah yang dinikmati di Enam Alam Karmadhatu dapat membuat orang terbuai,terlena,dan tergila-gila. Kenikmatan di Alam Dewa ini sungguh sebuah Mahasukha.

Begitu memasuki Istana Karmadhatu, mau tidak menikmati pun sulit.Artinya,tiada waktu tanpa kesenangan (setiap detik merasa gembira).Tiada masa tanpa kesenangan (Mahasukha yang tidak pernah berhenti). Tiada tempat tanpa kesenangan (sukacita ada di berbagai tempat). Tiada ruang tanpa kesenangan (Mahasukha ada di mana-mana).Sekalipun kita tidak boleh berdiam lama di Enam Alam Karmadhatu, tidak berarti mesti mendiskriminasikan alam tersebut.Manusia harus menghargainya (halaman 39–42). Lebih lanjut, di Karmadhatu manusia akan mendapatkan kesenangan dan kenikmatan yang abadi.

Di Rupadhatu akan mendapatkan sukha dan kenikmatan yang abadi.Di Arupadhatu akan mendapatkan upeksa, sunya, kesadaran, tiada,bukan tiada pikiran. Memahami Alam Dewa merupakan proses perjalanan manusia menuju makrifat (pengetahuan tertinggi). Perjalanan menuju makrifat hanya dapat ditempuh orang-orang yang mempunyai hati bersih dan mendarmabhaktikan hidupnya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga orang lain. Hal ini merupakan manifestasi tertinggi dalam proses hidup umat manusia. Berguna bagi manusia dan makhluk lain.

Akhirnya,buku ini akan menuntun manusia untuk memahami eksistensi diri dan lingkungannya.Dengannya, manusiaakanmenemukan keteduhan hati yang akan mengantarkan pada puncak kebahagiaan di Alam Dewa. Selamat bertualang.

Benni Setiawan,
Alumnus Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga,Yogyakarta.

Menjadi Cracker

Saturday, 19 February 2011
AWALtahun ini Rhenald Kasali kembali merilis buku berjudul Cracking Zone.Buku tersebut masih dalam tema “perubahan”yang selalu digagas di setiap bukunya.Perubahan kali ini menyoal era digital.

Rhenald menulis buku ini berdasarkan hasil penelitiannya selama satu tahun.Dia membentuk tim yang terdiri atas delapan orang. Setiap orang memulai pekerjaannya dengan membaca segala kajian, data, dan kejadian-kejadian penting yang melibatkan aktivitas masyarakat Indonesia. Pembahasan buku tersebut diawali dengan fenomena yang terjadi pada saat ini, baik secara mikro maupun makro, bahwa sistem telekomunikasi yang semakin canggih telah mengubah gaya hidup manusia.Tantangan,ancaman, dan peluang berjalan beriringan. Fenomena itu memunculkan sebuah generasi bernama Gen-C.

Gen-C,menurut penelitian Dan Pankraz (Australia) bisa berarti content, connected, digital creative, co-creation,customize,curiosity,dan cyborg.“C” bisa juga berarti cyber, cracker, dan chameleon (bunglon) [hlm 43]. Rhenald memberikan contoh bahwa gadis-gadis di Jakarta banyak sekali ingin dipotong rambutnya seperti potongan Lady Gaga, penyanyi barat. Hal itu pengaruh dari video klip Lady Gaga dalam album Paparazzi,yang telah diunduh lebih dari 250 juta orang di seluruh dunia. Itulah sekelumit potret kecil remaja kelas menengah Jakarta yang merupakan bagian dari komunitas global yang dapat disebut generasi terkoneksi (connected generation/ Gen-C).

Generasi ini selalu terhubung melalui telekomunikasi, baik melalui telepon seluler— ponsel—(sms dan telepon) maupun internet (e-mail,googling,Facebook, Twitter, Youtube, dan lainlain). Pertukaran informasinya begitu cepat. Nah, akibat adanya generasi terkoneksi itu memunculkan sesuatu yang disebut cracking zone, yaitu sebuah retakan (baca: peluang) yang bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.Retakan peluang itu tidak tertangkap semua orang. Retakan itu hanya berlaku bagi mereka yang mampu melihat dan memanfaatkannya.

Merekalah yang disebut sebagai crackers. Cracker(s) muncul dalam suasana transformatif yang menimbulkan banyak perubahan.Namun karena jeli melihat peluang dari retakan,mereka pun menciptakan retakan-retakan baru. Mereka memecahkan kode-kode baru, membentuk bingkai peluang yang mereka batasi sendiri waktunya dalam durasi yang pendek agar peluang itu tidak tercecer ke tangan pesaing-pesaingnya (Bab 10). Karena itu,cara yang mereka tempuh terasa menghentak dan sulit diterima mereka yang tidak mampu membaca tanda-tanda cracking zone(Bab 1–Bab 3) [hlm 13]. Mark Zuckerberg adalah contoh nyata pengusaha yang sukses melakukan cracking zone dan memiliki breakthrough yang mencengangkan pada produknya.

Setelah Facebook mengundang pihak ketiga untuk beriklan dan melakukan pemasaran via situs ini pada Mei 2007,jumlah produk yang beriklan terus meningkat.Konon ada 140 aplikasi baru yang dilengkapi pesan-pesan sponsor setiap harinya. Dalam ranah industri, cracker merupakan orang yang memperbarui industri. Dia bukan sekadar leader yang melakukan transformasi. Karena itu,wajar jika dia disegani (baca: dimusuhi dan dicemburui) kompetitor-kompetitornya. Sementara di dalam perusahaannya, dia juga ditakuti (baca: diserang) sekelompok orang yang ingin mempertahankan kondisi comfort zone. Cracker bekerja lebih berat dari rata-rata leader. Sebab, dia membongkar tradisi industri dan persaingan [hlm 43]. Cracker tidak menganut asas wait and see, tetapi segera bertindak. Membaca buku ini para pembaca akan melihat pelaku-pelaku cracking zone, baik korporat maupun personal.

Dari Kucing Menjadi Citah

Adanya baby boom dari generasi Gen-C, mau tak mau Indonesia juga harus mengimbanginya dengan Gen-C lain, yaitu generasi Crackers. Ketika orang-orang di seluruh dunia terkoneksi internet dan smartphone, seharus muncul juga crackers leadership yang dapat memanfaatkan peluang itu. Crackers ini diharapkan dapat mengubah wajah industri Indonesia. Namun, kata Rhenald, DNA (baca: karakter) pemimpin maupun manajer Indonesia masih memakai DNA kucing yang terkesan lambat, malas, dan gemar berwacana, bukan beraksi.Indonesia ahli pada formula, tetapi lemah dalam tindakan dan koordinasi.

Budaya Indonesia masih budaya kucing. Budaya yang hanya menunggu diberi makan dan baru bergerak saat sudah ada makanan. Mestinya, kita memakai DNA citah. Citah masih anggota keluarga kucing,tapi berburu mangsa dengan kecepatan dan tidak bergerombol. Hewan ini adalah hewan yang tercepat di antara hewan darat. Ciri-ciri pemimpin calon cracker salah satunya adalah memiliki personal branding yang kuat. Presiden Brasil periode 2003–2010, Luiz Inacio Lula da Silva,misalnya, dia mengubah Brasil dengan etos pekerjanya dan fokus pada ketahanan energi. Sementara di Indonesia, Rhenald memberi contoh CEO XL Hasnul Suhaimi. Dia merupakan orang yang memerdekakan industri telekomunikasi Indonesia.

Rhenald banyak memberikan contoh konkret korporat maupun personal yang menganut crackers leadership seperti Air Asia,Apple, Nexian Binus, BSI, J.Co, Facebook, Crocs,dan lain sebagainya. Buku ini dapat menginspirasi dan membekali Anda yang tertarik melakukan perubahan. Semua orang memiliki potensi sama untuk memajukan negeri ini. Buku ini juga berhasil membingkai berbagai kejadian dan fakta-fakta baru untuk memberikan kekuatan bagi Anda yang ingin bangkit, beradaptasi, dan melakukan cracking.(*)

M Iqbal Dawami,
Direktur Iqro Corporation