Senin, 31 Januari 2011

Dunia Islam yang Masih Rapuh

Oleh Ahmad Syafii Maarif

Allahlah yang Mahatahu bagaimana ujungnya nanti perjalanan dunia Islam ini, sekalipun Alquran memberikan dasar optimisme dalam menatap masa depan. Ayat 9 surah 15 (al-Hijr) menegaskan optimisme ini: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Peringatan (Alquran) dan sesungguhnya Kami juga yang menjadi penjaganya." Artinya, Alquran dijaga oleh Allah dari segala bentuk manipulasi, perubahan, dan penyimpangan yang dilakukan manusia, maka Kitab Suci ini akan tetap menjadi sumber petunjuk bagi manusia sampai dunia ini berakhir.

Persoalan krusial yang terbentang di depan kita sekarang adalah fakta keras ini: mengapa umat Islam tidak terjaga dari proses kerapuhan, padahal mereka mengaku berpedoman kepada Alquran yang bebas dari segala kesalahan?

Artinya, jika Alquran dipahami dan dipedomani secara benar dan tulus, semestinya dunia Islam tidak perlu terlalu lama terkapar di depan arus sejarah yang bergulir tanpa henti. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi modern yang dahsyat sejak sekitar 300 tahun yang lalu, perguliran itu berlangsung dengan kecepatan sangat tinggi. Umat manusia yang tidak siap menghapinya pasti dilindasnya, tanpa menghiraukan apa pun suku bangsa dan agamanya. Atau, dalam ungkapan yang ekstrem, tidak peduli orang itu beragama atau tidak. Atau, dalam perspektif lain, siapa saja yang menentang hukum alam (natural law), atau melahirkan ilmu dan teknologi, maka pasti akan kedodoran.

Sekitar 30 tahun pasca diutusnya nabi, dunia Islam telah mencatat ekspansi yang spektakuler. Dan 70 tahun kemudian, Islam telah menjadi agama dunia yang hampir tak tertandingi. Jika mengamati laju gerak yang luar biasa ini, hati umat Islam pada umumnya berbunga-bunga, dan itu tidak salah. Tetapi, yang salah adalah jika sisi-sisi gelap yang menyertainya tidak dihiraukan atau sengaja ditutupi, sehingga orang mengidolakan masa silam, tanpa sikap kritikal.

Apa itu? Dari empat al-khulafa' al-rasyidun; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali (632-661), hanya Abu Bakar yang wafat secara wajar. Umar dibunuh oleh seorang Persi non-Muslim. Sedangkan Utsman dan Ali adalah korban berdarah politik kekuasaan sesama Muslim. Sekalipun pada era-era selanjutnya selama 500 tahun, dunia Islam telah menggapai puncak-puncak peradaban duniawi melalui ekspansi kekuasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sisi-sisi busuk dalam bentuk perebutan kekuasaan antara sesama Muslim tidak pernah berhenti. Di bawah sistem dinastik pasca al-khulafa' al-rasyidun, pertumpahan darah itu sampai hari ini tampaknya semakin tidak dapat dibendung.

Contoh terbaru adalah Tunisia, sebuah bangsa Muslim. Presiden Tunisia Zine El Abidin Ben Ali (dalam bahasa Arab Zain al-Âbidin bin Ali) setelah berkuasa selama 23 tahun dipaksa meninggalkan negerinya dalam keadaan kacau pada 15 Januari 2011 untuk kemudian mengungsi di Arab Saudi. Ternyata pendapatan per kepala sebesar 7.000 dolar AS tidak dapat menolong negeri itu dari prahara politik, karena kesenjangan sosio-ekonomi di sana cukup tajam. Dan jangan lupa, penguasanya korup dan hidup dalam kemewahan.

Gaungan prahara tersebut kini sedang menjalar hampir ke seluruh negeri Arab, baik yang berada di Afrika maupun yang terletak di Asia Barat. Kita tidak tahu sampai di mana nanti pengaruh prahara ini di berbagai kawasan di sana. Yang jelas, Mesir di bawah Presiden Husni Mubarak yang otoritarian sedang diguncang oleh rakyatnya sendiri. Mereka sudah letih bergelut dalam kemiskinan dan ketidakbebasan di bawah kekuasaan seorang 'Firaun' yang bersyahadat.

Anda tentu kecewa berat dengan ketidakmampuan Universitas al-Azhar di Kairo yang berusia lebih dari 1.000 tahun itu untuk mengingatkan penuguasa bagi tegaknya keadilan, khususnya bagi golongan miskin yang sudah lama menderita. Husni Mubarak mungkin sudah terlambat untuk menenangkan rakyatnya agar tidak bergolak. Dalam pada itu Amerika Serikat yang mendukung Mubarak, demi Israel, pastilah tidak akan mampu menyelamatkan rezim ini jika rakyat Mesir memang sudah muak dengan keadaan.

Akhirnya, orang boleh menyalahkan pihak asing sebagai penyebab kerapuhan dunia Islam, seperti telah terjadi sebelumnya di Afghanistan dan Irak. Sekarang Sudan pun telah terbelah. Tetapi bagi saya, kekuasaan asing berhasil masuk untuk mengeksploitasi dunia Islam tidak lain karena proses pembusukan domestik telah berlangsung lama di bawah rezim-rezim despotik yang tunamoral.

Semoga kita mau belajar dari pengalaman hitam dan pahit ini. Optimisme Alquran tidak mungkin menjadi kenyataan jika kita tetap saja bertualang dalam format Islam yang lain, bukan Islam profetik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar