Bilal Ramadhan,
A Syalabi Ichsan
JAKARTA -- Mabes Polri merekonstruksi aliran dana pencucian uang yang dilakukan karyawati Citibank berinisial MD dengan mengajak serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). MD yang kerap dikenal sebagai Melinda Dee atau Malinda Dee ternyata memiliki nama asli Inong Melinda.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam mengatakan, pihaknya telah meminta bantuan PPATK untuk menelusuri aliran dana milik MD. "Kita ingin mengecek aliran dananya ke mana saja," ujarnya di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (31/3).
Polri ingin mengetahui bank-bank yang dimanfaatkan MD untuk menyalurkan uang hasil penggelapan dana milik nasabahnya di Citibank yang sementara diperkirakan mencapai Rp 17 miliar. Namun, Anton belum bersedia mengungkap lebih detail kasus ini dengan alasan masih dalam penyidikan.
MD diketahui memiliki beberapa perusahaan di Jakarta yang digunakan untuk memarkir uangnya. Meskipun, pemilik perusahaan itu dibuat atas nama berbeda-beda. "Untuk perusahaannya bergerak di bidang apa, itu belum bisa dikatakan," kata Anton.
Hingga saat ini korban MD yang telah melapor ke Polri baru tiga perusahaan. Anton mengatakan, perusahaan yang menjadi korban MD sebenarnya banyak. Namun, dia menduga, mereka enggan melapor secara resmi karena berasal dari kalangan perusahaan ternama di negeri ini. "Mungkin mereka khawatir, jika dipublikasikan akan merugikan."
MD telah bekerja di Citibank selama 20 tahun. Terakhir, dia menduduki jabatan sebagai senior relations manager yang khusus menangani nasabah dengan dana lebih dari Rp 500 juta. Anton mengungkapkan, penggelapan yang dilakukan MD dilakukan sejak tiga tahun terakhir.
Setiap dana yang digelapkan MD dalam satu transaksi diperkirakan berkisar satu sampai dua miliar rupiah. Karena itu, Anton memperkirakan, kerugian nasabah Citibank akibat ulah pegawainya ini lebih dari Rp 17 miliar. "Melinda menjadikan perusahaan-perusahaan prioritas dalam artian yang high level untuk menjadi korbannya."
Di tempat terpisah, Kepala PPATK Yunus Husein akan mengecek laporan hasil analisis (LHA) rekening mencurigakan atas nama MD. "Biasanya ada, apalagi sudah di tangan polisi," katanya.
Tapi, Yunus belum mengetahui apakah rekening MD telah ditelusuri oleh anak buahnya dan dijadikan LHA, dengan alasan baru selesai dinas di luar kota. Dia menjelaskan, kejahatan perbankan memang kerap terjadi sehingga berada di urutan ketiga asal pidana pencucian uang, sama dengan kejahatan narkotika. Di atas perbankan terdapat kejahatan korupsi dan penipuan dengan pemalsuan dokumen di nomor urut satu dan dua.
Orang dalam bank
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika mengatakan, tidak ada satu pun bank yang aman dari celah kejahatan perbankan. Dan, kejahatan ini hampir bisa dipastikan melibatkan orang dalam. “Dalam kasus semacam ini dan terbukti dalam banyak kasus, ada keterlibatan orang dalam. Semua jenis bank pernah mengalami pembobolan.”
Apalagi, tambah Ahmad, celah untuk membobol bank memang masih cukup lebar. Alasannya, sistem perbankan di Tanah Air hingga hari ini belum sanggup mengatasi kelemahan moral hazard yang bisa dilakukan pegawainya sendiri. Dalam beberapa kejadian, bank bahkan menyembunyikan kasus yang terjadi karena khawatir berdampak pada bisnisnya yang dibangun atas dasar kepercayaan.
Direktur Utama Bank BRI Sofyan Basyir mengakui, kejahatan perbankan yang melibatkan orang dalam memang sulit dideteksi. Secanggih apa pun sistem pengawasan dan keamanan yang diterapkan bank, tidak akan berguna bila orang-orang di dalamnya nakal. "Tak ada yang akan bisa benar-benar terhindar dari kejahatan semacam ini," katanya.
Kendati begitu, Sofyan melanjutkan, bukan berarti bank tidak bisa meminimalkan risiko. Dia mencontohkan, di bank yang dipimpinnya kini, fungsi pengawasan diperketat dengan mendirikan auditor lokal di setiap kantor cabang. Auditor itu berfungsi untuk memastikan semua transaksi keuangan di bank BUMN ini berjalan sesuai koridor. Dengan begitu, setiap penyimpangan diharapkan bisa cepat terdeteksi.
Sementara, Bank Mandiri menerapkan tiga lapis pengawasan mulai dari cabang, kantor wilayah, dan internal audit untuk menghindari kejahatan perbankan. "Dengan tiga lapis pencegahan ini, kami rasa sudah maksimal untuk memberikan jaminan kepada nasabah," ujar Direktur Utama Bank Mandiri Zulkifli Zaini. fitria andayani/palupi annisa auliani ed: budi raharjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar