Sabtu, 02 April 2011

Keliru Bila Premium Dijatah

Ichsan Emrald Alamsyah

Masyarakat kecil akan semakin kesulitan meningkatkan kesejahteraan.


JAKARTA-Langkah pemerintah dalam upaya mengendalikan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan cara pemberian kuota (penjatahan), dinilai sebagai sebuah kebijakan yang keliru. "Penjatahan BBM akan mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi secara nasional," ungkap pengamat perminyakan, Kurtubi, ketika dihubungi Republika, Sabtu (2/4), di Jakarta.

Menurut Kurtubi, penjatahan BBM bersubsidi dengan maksud mengontrol volume pengeluaran agar tak melebihi kuota 38,5 juta kiloliter (kl), sangat tidak tepat. Sebab, kebijakan itu akan memberatkan masyarakat, khususnya kalangan menengah bawah.

Ia menyebutkan, selama ini mayoritas pengguna Premium berasal dari pemilik kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil. Dan itu, kata dia, bukanlah masyarakat kalangan menengah atas. Kendaraan dengan pelat hitam itu, jelas Kurtubi, lebih banyak dipergunakan sebagai sarana mencari nafkah sehari-hari, baik menuju ke kantor, pasar, maupun lainnya.

Karena itu, jelas Kurtubi, penjatahan Premium bagi kendaraan pribadi justru akan menyulitkan para pelaku ekonomi.

Kurtubi mencontohkan, jika seorang pengendara sepeda motor dijatah 20 liter Premium perbulan, sementara ia biasanya menghabiskan 35 liter per bulan, dia terpaksa harus mem beli Pertamax sebanyak 15 liter. Itu artinya, tegas Kurtubi, masyarakat akan mengeluarkan biaya lebih dari dua kali lipat dengan harga Premium. “Ini jelas akan mem berat kan,” ujarnya.

Kurtubi menyebutkan, 2010 lalu penggunaan BBM mencapai 38,5 juta kl. Dan ia memperkirakan, kebutuhan BBM di 2011 ini akan meningkat menjadi 42 juta kl.

Anggota BPH Migas Ibrahim Hasyim menyampaikan, jika BPH Migas tidak melakukan apa-apa untuk mengendalikan penggunaan BBM, pada 2011 ini akan menjadi 42 juta kiloliter. “Upaya pengurangan subsidi sangat elementer,” ujarnya.

Anggota Komisi VII DPR RI yang membawahi bidang energi, Satya W Yudha, menilai sikap pemerintah dengan mengarahkan pengguna mobil pelat hitam mengonsumsi Pertamax bila Premium subsidi habis, merupakan tindakan sepihak. “UU APBN 2011 mengatur agar kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tetap 38,5 juta kiloliter.”

Ketua Bidang Ko mersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) Bambang Asmarabudi menyatakan, sebaiknya kebijakan penjatahan BBM bersubsidi ditunda. Sebab, kebijakan itu akan memberatkan masyarakat. “Tidak mungkin masyarakat harus mengurangi jatah untuk membeli susu, beras, minyak goreng, dan lainnya. Motor merupakan alat transportasi utama.”

Bambang menegaskan, secara industri kebijakan itu tidak berpengaruh. Namun, itu akan berdampak besar bagi masyarakat pengguna sepeda motor. Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), Eddy Sumedi, menyatakan, industri otomotif tidak terpengaruh dengan kebijakan pengendalian (penjatahan) BBM itu. Sebab, selama ini produksi mobil sudah mengarahkan konsumen untuk menggunakan bahan bakar beroktan tinggi.

Sejumlah pengendara sepeda motor juga mengeluhkan kebijakan itu. Reza dan Andre meng aku kebe ratan dengan pembatasan BBM bagi seluruh kendaraan bermotor. Kita akan semakin sulit mengatur keuangan rumah tangga, ujar mereka. c05/mg18/c42/antara ed: syahruddin el-fikri
(-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar