Selasa, 22 Februari 2011

Munculnya Politik ”Balance of Interest”

Wednesday, 23 February 2011
PASCA-Reformasi 1998 kondisi perpolitikan di Indonesia mengalami perubahan yang cukup memprihatinkan.


Kebebasan demokrasi yang berlebihan (overwhelming democracy) menyebabkan tarik ulur kepentingan semakin kuat terjadi di tingkatan elite politik.Fungsi checks and balancesDewan Perwakilan Rakyat pada akhirnya mengalami perubahan makna mendasar.DPR kini berfungsi sebagai arena jual beli kepentingan,pamer kekuasaan,bahkan perimbangan kesalahan (balance of failure). Untuk dua yang pertama—jual beli kepentingan dan pamer kekuasaan— kita pasti sudah tidak asing lagi,namun untuk yang terakhir, mungkin baru akhir-akhir ini saja muncul ke permukaan. Mega skandal Bank Century dan terbaru kasus mafia pajak adalah bukti nyata dari politik perimbangan kesalahan yang dilakukan para politikus Nusantara.

Seperti yang telah berkembang luas di media, dua kasus besar tersebut masing-masing melibatkan pihak atau kelompok penting negeri ini.Atas dasar itulah,pertanyaan mengapa kasus Century dan mafia pajak sangat sulit diselesaikan terjawab sudah. Kasus skandal Century disinyalir melibatkan pihak yang sedang berkuasa saat ini. Ada banyak argumentasi yang menjelaskan hal ini. Salah satu yang paling keras adalah dari George Junus Aditjondro dengan Gurita Cikeas-nya. Kasus Century ini tentu menjadi “senjata ampuh”bagi lawan politik partai yang berkuasa saat ini.Hal itu terbukti ketika partai terbesar kedua di negeri ini berubah haluan 180 derajat, dari pendukung paling giat hak angket Century menjadi pihak yang paling melempem dalam implementasinya.

Sekretariat Gabungan (Setgab) menjadi jawaban yang cukup jelas terhadap perilaku inkonsisten tersebut. Selain kasus Century,skandal mafia pajak juga menjadi bukti bahwa saat ini para politikus memainkan politik balance of failure. Kasus yang satu ini dinilai oleh banyak pengamat sebagai senjata utama partai penguasa karena melibatkan petinggi partai besar lain sebagai pelaku “pengemplang” pajak.Akibatnya, “ikan teri” macam Gayus Tambunan sajalah yang akan dijadikan bulan-bulanan aparat penegak hukum.Para pelaku utama (big fish) mafia pajak tidak akan tertangkap karena perimbangan kesalahan yang cukup kuat. Politik semacam ini akan sangat membahayakan negara jika terusmenerus dilakukan oleh para elite. Politik perimbangan kesalahan selain melanggengkan status quo,juga akan melanggengkan kebobrokan moral karena yang dijadikan penyeimbang adalah kesalahan lawan politik.

Jika hal ini terus-menerus dilakukan oleh para elit, dan terekspos oleh media,sangat besar kemungkinannya meracuni masyarakat Indonesia secara luas. Apa yang akan terjadi jika masyarakat kita menjadikan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya sebagai alat jual-beli kekuasaan? Para elite politik negeri ini harus segera sadar bahwa apa yang mereka lakukan saat ini sangat membahayakan masa depan NKRI. Jika tidak, satu-satunya harapan kita hanyalah dengan melakukan gerakan moral nasional seperti yang telah dilakukan para tokoh lintas agama dalam mengungkap kebohongan pemerintah baru-baru ini.(*)

Dion Maulana Prasetya
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar