Rabu, 02 Februari 2011

Imlek,Iklim,dan Keseimbangan Alam

Tidak terasa Tahun Baru Imlek kembali tiba, tepatnya Kamis (3 Februari 2011). Kalender China memasuki Tahun Kelinci 2562, meninggalkan Tahun Macan.Tahun Baru Imlek pertamatama bukanlah hari raya keagamaan, seperti Idul Fitri, Natal,Waisak danlain-lainnya.

Perayaaninisudah ada sebelum lahirnya agama-agama besar dunia (David Kwa,2004). Aslinya, Imlek merupakan perayaan para petani di China ketika menyambut musim semi. Tidak mengherankan jika banyak pernikpernik Imlek berasal dari khasanah dunia pertanian seperti buah atau petunjuk bintang,bulan atau matahari yang diandalkan para petani. Istilah Imlek berasal dari kata ‘Im’ yang artinya ‘bulan’ dan ‘lek’ yang berarti ‘kalender’. Imlek memang dikenal sebagai peringatan pergantian tahun atau masuknya musim tanam yang baru.

Dari Buah hingga Hewan

Salah satu buah yang menonjol dalam perayaan Imlek adalah jeruk. Kehadiran buah satu ini bukan hanya menyiratkan kekhasan pesta Imlek, tapi juga melahirkan anekdot lain. Di Amerika ada sindiran “Chinese likes Banana,Yellow outside but white inside,”. Artinya, berwajah oriental tapi “lebih bule dari bule”.Orang China atau Tionghoa seharusnya seperti jeruk,yang kulitnya kuning dan diharapkan isinya juga kuning. Jeruk merupakan lambang kekayaan dan kekayaan yang abadi itu seperti emas. Setiap Imlek orang saling memberikan jeruk, lengkap dengan daunnya, dengan harapan hoki atau rezeki sepanjang tahun.

Selain buah,hewan juga diangkat derajatnya sehingga dipakai dalam sistem kalender. Dalam budaya China, hewan atau binatang tidak dipandang dengan sebelah mata. Hewan adalah sahabat dekat manusia. Hewan juga bisa menjadi guru kebijaksanaan,seperti bisa kita baca dalam beragam fabel atau kisah binatang. Misalnya, mulai Imlek 2562 kita memasuki tahun kelinci.

Kelinci punya karakter hati-hati, pendiam,tidaksukahura-hura,serta gesitketikalari. Makapadatahunini orang yang bersikap hati-hati, pendiam serta gesit misalnya dipastikan lebih hoki atau beruntung dalam menghadapi pergulatan hidup dibanding orang yang ceroboh, suka hura-hura,dan tanpa perhitungan. Di atas semua itu, dimanfaatkannya perhitungan bulan, matahari, atau pergerakan bintang serta buah atau binatang dalam penanggalan China sebenarnya punya pesan penting betapa dalam hidup ini manusia tidak hidup sendiri.

Manusia harus berbagi dengan yang lain.Untuk itu manusia harus menjaga keseimbangan atau harmoni dengan apa yang ada di sekitarnya (baca: alam semesta). Sayang, keseimbangan atau harmoni itu tengah terganggu dalamtahun- tahunterakhirini,akibat terjadinya perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan global. Simak saja salju di atas pegunungan Himalaya sudah mencair dan menimbulkan ”danau gletser” yang rawan jebol di Nepal.

Publik juga cemas,atas mencairnya es di kutub Utara dan Selatan. Berbagai pulau kecil di Lautan Pasifik,termasuk di negeri ini,juga sudah tenggelam. Terbukti sudah di negeri kita banjir atau air bah dari sungai dan laut meluap, seakan tak kenal ampun menggenangi berbagai daerah. Berbagai bencana rob atau puting beliung kerap melanda.

Tak ketinggalan kaum petani dan nelayan menjadi semakin miskin karena musim seolah susah diprediksi akibat anomali cuaca. Sungguh persoalan perubahan iklim sekarang ini merupakan ancaman serius bagi kehidupan. Dituntut cara hidup nyata untuk menghindarkan bumi dari penghancuran yang menyeramkan. Setiap orang dari beragam profesi dan keahlian harus bersinergi membuat langkah nyata menyelamatkan bumi,tempat tinggal kita.

Cegah Malapetaka

Imlek, seperti kita tahu, biasanya dirayakan oleh siapa pun yang berlatar belakang budaya China dari agama apa pun.Kendati berbeda agama atau keyakinan,Imlek punya pesan tersirat agar keseimbangan alam itu tidak pernah dilupakan.Alam semesta memang tidak bisa pulih seperti sedia kala, seperti pada zaman dulu.Tapi bila mentalitas dan cara hidup kita selalu ingat pada pesan harmoni Imlek, kita bisa memiliki harapan bahwa segala bentuk eksploitasi dan destruksi terhadap alam bisa dicegah sehingga kerusakan yang lebih parah bisa dihindari.

Imlek punya pesan mendalam bahwa manusia sesungguhnya merupakan bagian dari alam semesta. Sebagai bagian,manusia tidak boleh seenaknya lagi melakukan eksploitasi atau destruksi. Kalau manusia terus melakukan eksploitasi atau destruksi terhadap alam, kelak manusia akan ikut hancur dengan sendirinya.

Apalagi jika praksis politik kebohongan begitu dominan, sehingga alam Indonesia ikut dikorbankan, pasti akan terjadi “ecolological suicide” atau bunuh diri lingkungan,yang berujung pada kehancuran kita semua.Tapi kita berharap semua tak terjadi. Imlek mengingatkan betapa kita harus berupaya menjaga kembali harmoni atau keseimbangan dengan alam,dengan demikian kita bisa dihindarkan dari malapetaka.Gong Xi Fa Cai 2562!(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar