Selasa, 22 Februari 2011

Bakteri Sakazakii

Abidar
Mantan Pegawai Kementerian Kesehatan.

Belakangan ini banyak orang tua yang sempat panik kare na susu formu la yang mengan dung bakteri Entero bacter (E) Sakazakii tidak segera di umumkan sesuai hasil penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB). Sampel susu yang diteliti IPB sebenarnya diambil pada 2003-2006. Meskipun demi kian, wajar saja jika keresahan itu juga dialami orang tua yang baru memiliki bayi.

Temuan dari IPB bahwa 13,5 persen di antara 74 sampel susu formula mengandung bak teri E Sakazakii tidak terla lu mengejutkan. Sebab, Food and Drug Administration (FDA) telah melansir sebuah penelitian prevalensi kontaminasi susu di sebuah negara; di antara 141 susu bubuk formula didapatkan 20 (14 persen) kultur positif E Sakazakii.

Berbagai pihak telah memperoleh informasi yang tidak lengkap. Bahkan, diperparah de ngan broadcast BlackBerry Messenger (BBM) yang menyebutkan nama-nama susu formu la yang disebut mengandung bakteri E Sakazakii. Dari mana asal mula berita berantai tersebut menjadi tidak pen ting, tapi dampak buruknya, yakni keresahan dalam ma sya rakat.

Timbulkan penyakit
Bakteri E Sakazakii memang merupakan salah satu jenis bakteri patogen yang bisa menimbulkan penyakit. Sesuai dengan namanya, enterobacter, bakteri ini juga ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan hewan.

Masyarakat perlu mewaspadai E Sakazakii karena bakte r i jenis ini berpotensi menyebab kan radang selaput otak (me ningitis). Masalahnya, bakteri ini bisa masuk dalam darah (bakteremia), penyebaran bakteri patogen dalam jaringan darah (sepsis), radang usus halus dan usus bear (enterokolitis), hingga kematian sel (nec rosis).

Meskipun bakteri ini dapat menyerang berbagai kelompok usia, bayi adalah kelompok paling rentan. Risiko makin besar pada bayi berumur kurang dari 28 hari, bayi lahir prematur, bayi dengan berat lahir kurang dari dua kilogram, atau ba yi berimunitas rendah. Publi kasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 13 Februari 2004 menyebutkan, sejak 1961-2003 hanya ditemukan 48 bayi yang sakit karena terinfeksi E Sakazakii.

E Sakazakii bukan mikroorga nisme normal pada saluran pen cernaan hewan dan manusia. Telah ditengarai bahwa tanah, air, sayuran, tikus, dan lalat merupakan sumber infeksi. E Sakazakii dapat ditemukan di lingkungan industri makanan (pabrik susu, cokelat, sereal, dan pasta), lingkungan ber air, serta sedimen tanah yang lembab. Pada sejumlah bahan makanan yang berpotensi terkontaminasi E Sakazakii, antara lain, keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.

Jarang
Walaupun berbahaya, ternyata kejadian infeksi E Sa kazakii sangat jarang. Di Amerika Serikat, angka kejadian infeksi E Sakazakii yang pernah dilaporkan adalah satu per 100 ribu bayi. Angka kejadian itu meningkat menjadi 9,4 per 100 ribu pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (

Berbagai temuan itulah yang mungkin menjelaskan mengapa di Indonesia belum ada laporan terjadinya korban terinfeksi E Sakazakii, meskipun sudah ditemukan banyak susu terkontaminasi. Para peneliti IPB mendapatkan 14 per sen, FDA menemukan 13,5 per sen produk susu yang mengandung bakteri E Sakazakii.

Namun, tidak satu pun anak Indonesia yang dilaporkan terinfeksi bakteri tersebut. Infeksi akibat E Sakazakii sangat jarang dan relatif tak mengganggu anak sehat. Tapi, terhadap kelompok anak tertentu dengan gangguan kekebalan tubuh, infeksi bakteri itu bisa mengakibatkan penyakit yang sangat berbahaya, bahkan dapat mengancam jiwa.

Tiga cara
Badan Kesehatan Sedunia (WHO) menjelaskan, ada tiga cara susu formula untuk bayi bi sa terkontaminasi E Saka zakii. Pertama, melalui materi mentah yang digunakan untuk memproduksi susu formula. Kedua, melalui kontaminasi dari lingkungan tidak bersih pada saat caregiver (baik ibu, sus ter, maupun lainnya) menyi apkan susu formula sebelum diberikan kepada bayi.

Ketiga, melalui kontaminasi setelah pasteurisasi. Karena keterbatasan pengawasan dan sistem pelaporan E Sakazakii di banyak negara, be saran masalah akibat bakteri ini pun tidak diketahui. Sebuah literatur di Inggris melaporkan bahwa pada 1961–2003 terdapat 48 kasus bayi sakit akibat E Sakazakii. Hasil survei The US FoodNet 2002 menunjukkan, angka invasi infeksi E Sakazakii pada bayi di bawah satu tahun sebesar satu per 100 ribu.

Saatnya pemerintah secara tegas mengeluarkan rekomendasi bahwa susu komersial memang bukan produk steril seperti yang direkomendasikan WHO dan FDA. Tindakan preventif ini pasti berisiko lebih ringan karena masyarakat akan lebih waspada dalam pen cegahannya. Rekomendasi itu merupakan hal yang wajar karena beberapa negara maju pun melakukan hal yang demikian. Sebaliknya, bila susu bubuk komersial tetap dianggap aman, masyarakat menjadi lengah dalam proses penyajiannya.

Rekomendasi lainnya adalah cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Dengan pemanasan air di atas 70 derajat Cel cius, bakteri yang ada dalam susu dipastikan akan mati. Kepada anak yang berisiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat, direkomendasikan memberi susu bayi formula cair siap saji. Susu siap saji dianggap sebagai produk komersial steril karena pro ses pemanasannya cukup.

Namun, dari berbagai penelitian seperti yang dilakukan WHO dan FDA, jelas bahwa susu bubuk formula bayi bukanlah produk komersial yang steril. Penelitian yang dilakukan BPOM menyebutkan, susu bu-buk komersial adalah aman, tetapi sebenarnya hal itu semata-mata disebabkan oleh perbedaan dalam sensitivitas dan spesifikasi alat serta metode identifikasinya.

Heboh temuan IPB tentang susu formula yang mengandung E Sakazakii, sekali lagi mengingat kan para ibu yang masih me miliki bayi agar kembali meng gunakan air susu ibu (ASI). ASI telah terbukti kehe-batannya sebagai anugerah Tuhan untuk menjaga kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar