Jumat, 18 Maret 2011

Amankah PLTN?

Suharyo Widagdo
Peneliti di Puspiptek

Meskipun Indonesia kaya dengan sumber daya alam dan energi, jangan sampai melewatkan energi nuklir sebagai sumber daya energi alternatif, khususnya untuk listrik. Hal itu ditegaskan Wakil Presiden Boediono saat menjawab pertanyaan peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLIV Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (19/8/2010).

Harus kita akui bahwa sampai saat ini di kalangan masyarakat luas masih terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya bencana nuklir berkaitan dengan rencana pemerintah membangun PLTN di Semenanjung Muria meskipun perkembangan terakhir menunjukkan bahwa PLTN tidak akan dibangun dalam waktu dekat. Hal tersebut adalah wajar-wajar saja mengingat sebagian terbesar masyarakat kita belum mengerti dan memahami teknologi nuklir sehingga mereka mudah ditakut-takuti dengan istilah radiasi.

Pada 6-8 Juni 2007, Angela Merkel, kanselir Jerman, menjadi nyonya rumah pada pertemuan puncak G-8 yang didakan di Heligendam, sebuah resor di laut Baltik. Isu lingkungan dan perubahan iklim jadi prioritas pertemuan itu. Kanselir Jerman mengiginkan G-8 menyepakati langkah konkret penghentian pemanasan global.

Energi listrik yang dibangkitkan dari pembakaran bahan fosil (minyak, batubara) menyebabkan berbagai permasalahan. Pembicaraan mengenai masa depan bumi akibat efek rumah kaca pada saat ini adalah jauh lebih penting daripada menakut-nakuti masyarakat dengan bencana yang timbul (walau kemungkinannya sangat kecil) akibat PLTN.

Dr Michael ladwig, technical director plant business Alstom System, menyatakan bahwa Indonesia harus mulai mengembangkan energi alternatif selain batu bara dan minyak bumi untuk membangkitkan listrik karena jika terlalu bergantung pada dua energi itu Indonesia akan mendapat masalah besar dalam penyediaan listrik. "Di satu sisi, penggunaan energi nuklir memang punya risiko tinggi. Seperti halnya kalau kita mengendarai mobil di jalan raya, di sana ada bahaya. Namun, apakah kita akan berhenti naik mobil karena di jalan raya berbahaya?" kata Ludwig.

Pilihan bijaksana
Pembakaran bahan fosil dapat menyebabkan terjadinya pelepasan gas sulfur dioksida, nitrogen oksida, maupun karbon dioksida yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Hujan asam itu akan memengaruhi tingkat keasaman (pH) tanah dan akan memengaruhi zat nutrisi yang sangat dibutuhkan pepohonan. Daya rusak pepohonan ini juga memengaruhi pepohonan. Selain menyebabkan terjadinya hujan asam, pembakaran bahan fosil juga mengakibatkan timbulnya efek rumah kaca (greenhouse effect). Efek rumah kaca menimbulkan naiknya suhu di permukaan bumi.

Apabila efek rumah kaca tidak segera diatasi, akibat yang amat buruk akan dirasakan, terutama kehidupan liar di muka bumi ini. Pemilihan PLTN sebagai pembangkit listrik merupakan suatu pilihan bijaksana. Mengapa? Banyak sumbangan PLTN bagi pelestarian ling kungan. PLTN tidak menge mi sikan asap yang mengandung oksida sulfur maupun nitrogen serta logam berat dan zat-zat organik yang berakibat pada rusaknya ekologi. PLTN pun tidak menyita lahan yang luas.

Keselamatan reaktor
Berbagai usaha dilakukan guna melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat. Usaha ini dilakukan untuk menjamin agar zat radioaktif tidak lepas ke lingkungan, baik selama beroperasi normal maupun saat terjadi kecelakaan. Tindakan preventif ini dilakukan agar PLTN dapat dihentikan setiap saat diminta dan tetap dapat dipertahankan pada kondisi aman. Sistem keselamatan reaktor dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah netron yang di tangkap U-235, dengan kata lain, jumlah reaksi pembelahan akan berkurang. Akibatnya, panas yang dihasilkan juga akan berkurang.

Pada pertahanan berlapis, PLTN punya sistem pengaman/pertahanan berlapis-lapis. Pertahanan pertama adalah matriks bahan bakar itu sendiri. Lebih dari 99 persen zat hasil belah akan tetap berada dalam matriks bahan bakar itu. Selama operasi atau bila terjadi kecelakaan, kelongsong bahan bakar akan berfungsi sebagai penghalang kedua untuk mencegah keluarnya radioaktif. Seandainya zat radioaktif masih dapat lolos dari penghalang kedua, masih ada penghalang ketiga, yaitu sistem pendingin. Lepas dari sistem pendingin masih ada penghalang keempat berupa perisai biologis. Seandainya zat radioaktif itu masih tetap bisa lolos, masih ada penghalang kelima, yaitu sistem pengungkung berupa pelat baja dan beton setebal 2 m.

Isu limbah radioaktif
Selama operasi PLTN, pencemaran radioaktif pada lingkungan boleh dikatakan tidak ada. Air sungai atau air laut yang digunakan untuk mengangkut panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor. Gas radioaktif yang dapat keluar dari reaktor tetap terkungkung di dalam sistem pengkungkung PLTN. Setelah melalui sistem ventilasi berfilter berlapis-lapis, gas radioaktif dikeluarkan dari cerobong yang jumlahnya sangat kecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.

Limbah padatnya pun tidak dibuang, tetapi disimpan dalam suatu kolom penyimpanan elemen bakar bekas, yang terletak di dalam gedung reaktor. Selanjutnya, elemen bakar bekas ini dikirim ke instalasi olah ulang. Di sini, bagian yang masih dapat dimanfaatkan dipisahkan kembali, sedangkan bagian yang tidak dapat dimanfaatkan dicampur dengan gelas dan dipadatkan.

Setelah disimpan kira-kira 50 tahun dalam tempat penyimpanan sementara, limbah padat ini dipindahkan ke tempat penyimpanan akhir yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Maka, berdasarkan hal-hal tersebut, jelaslah bahwa selama operasi PLTN tidak ada zat radioaktif yang dilepaskan ke lingkungan. Dengan perkataan lain, kehadiran PLTN sebenarnya aman bagi manusia selama pengoperasiannya mengikuti disiplin prosedur teknis yang diharuskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar