Selasa, 01 Maret 2011

Mimpi Reformasi Birokrasi

Marwan Ja'far
Ketua FPKB DPR RI

Pascaruntuhnya rezim Orde Baru dan lahirnya Orde Reformasi, masyarakat menuntut perlunya reformasi total di segala sektor kehidupan, tak terkecuali birokrasi. Dalam konteks kelembagaan, reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada lembaga-lembaga negara, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga peradilan, kementerian, imigrasi, bea cukai, pajak, pertanahan, sampai pemerintah daerah. Semua itu wajib dilakukan untuk menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima.

Faktanya, hingga kini agenda besar tersebut masih jauh dari harapan dan keinginan mayoritas masyarakat Indonesia. Lihat saja, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) masih ditemukan dalam mata rantai berbagai birokrasi pemerintahan, bahkan cenderung merajalela. Pelayanan publik yang efektif, efisien, responsif, dan akuntabel juga belum sepenuhnya terwujud. Wajar saja jika kemudian ada beberapa kalangan yang menyebut bahwa reformasi birokrasi yang selama ini berjalan dinilai belum berhasil.

Sebagai rujukan, turunnya indeks pelayanan publik di sejumlah instansi yang dipublikasikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2010 menjadi bukti konkret. Berdasar hasil survei KPK terhadap 353 unit layanan pemerintah, menunjukkan adanya penurunan kualitas pelayanan dalam setahun terakhir, baik di pusat maupun di daerah. Tahun lalu, rata-rata indeks integritas nasional sebesar 6,5. Kini, indeks yang sama merosot menjadi 5,42.

Di antara instansi yang nilainya jeblok adalah kepolisian dan lembaga peradilan. Kepolisian mendapat indeks rata-rata 5,21 lantaran masih adanya pungutan liar dalam layanan pembuatan dokumen, Surat Izin Mengemudi (SIM), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Sedangkan, lembaga peradilan menjadi instansi yang memiliki skor integritas terendah di bawah rata-rata 6,84. Salah satu penyebab melorotnya pelayanan publik lantaran banyak birokrat belum mengerti esensi Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Reformasi birokrasi memang sebuah keniscayaan. Agenda strategis reformasi birokrasi tentu saja diarahkan pada upaya-upaya untuk membangun aparatur negara yang efektif dan efisien, mencegah dan mempercepat pemberantasan korupsi secara berkelanjutan. Selain itu demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance), juga pemerintah yang bersih (clean government) dan bebas KKN.

Tujuan tersebut diwujudkan dalam perubahan secara signifikan melalui tindakan atau rangkaian kegiatan pembaruan secara konseptual, sistematis, dan berkesinambungan. Caranya dengan melakukan penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan, dan pembaruan sistem, kebijakan, dan peraturan perundangan bidang aparatur negara, termasuk moral aparatur negara, serta memantapkan komitmen melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal penataan, reformasi birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan, yakni dengan menata ulang kewenangan dan tugas pokok, serta fungsi organisasi atau instansi, baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menghilangkan tumpang tindih kewenangan.

Pada sisi pembenahan sumber daya manusia aparatur, birokrasi reformasi diarahkan pada perubahan mindset yang mencakup pola pikir, pola sikap, dan pola tindak, serta pengembangan budaya kerja. Mereka harus sadar diri bahwa mereka bukan lagi sebagai penguasa publik, tapi pelayan publik. Karena itu, yang pertama kali harus ditanamkan dalam benak mereka adalah mendahulukan peranan ketimbang wewenangnya.

Langkah selanjutnya dalam reformasi birokrasi adalah membuat mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang tidak berbelit-belit dengan cara memanfaatkan teknologi informasi, semisal menerapkan e-government, e-procurement, information technology, atau single identity number (SIN).

Menyederhanakan sistem dan prosedur kerja internal birokrasi dilakukan untuk memungkinkan proses perumusan kebijakan, koordinasi, dan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan dengan lebih cepat dan konkret.

Lebih dari itu, penyederhanaan sistem dan prosedur kerja dapat menutup celah-celah praktik KKN, serta menyederhanakan perizinan untuk mendorong pertumbuhan dunia usaha dan kelestarian bagi lingkungan hidup.

Reformasi birokrasi pajak
Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik, seperti imigrasi, bea cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah, dan institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN. Satu contoh, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang sejauh ini mengklaim berhasil melakukan reformasi birokrasi nyatanya kecolongan juga. Terbukti dari terbongkarnya kasus penggelapan pajak yang menyeret mantan pegawai pajak Gayus Tambunan.

Reformasi birokrasi di bidang perpajakan harus terus dilakukan demi mengembalikan kepercayaan publik dan meminimalkan kebocoran pendapatan negara. Karenanya, memodernisasi administrasi perpajakan yang berbasis teknologi informasi dengan standard operating procedure (SOP) yang canggih di seluruh kantor pajak menjadi pilar utama yang tidak bisa ditawar.

Bagaimanapun, reformasi birokrasi adalah pilihan sekaligus tuntutan zaman. Reformasi birokrasi menjadi kata kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia di dunia maupun di tingkat regional. Pemerintah sendiri sudah menargetkan pada 2025 reformasi birokrasi di pusat dan daerah bisa selesai semua. Political will dari pemerintah tentu sangat diharapkan demi keberhasilan reformasi birokrasi di semua sektor, selain kesadaran untuk bekerja sama dari berbagai elemen dan adanya partisipasi publik untuk mencapainya. Jika tidak demikian, reformasi birokrasi hanyalah mimpi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar