Selasa, 01 Maret 2011

Cermin Pak Sjaf

AM Fatwa
Ketua Panitia Satu Abad
Mr Sjafruddin Prawiranegara (1911-2011)

Tak terasa, kini sudah seabad Mr Sjafruddin Prawiranegara (28 Februari 1911-28 Februari 2011), seorang sosok negawaran yang kritis dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada saat Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin Indonesia lainnya, ditangkap Belanda pada agresi II, 19 Desember 1948.

Selama satu abad kiprah Pak Sjaf (panggilan almarhum), Panitia Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara bersyukur dapat menerbitkan kembali biografi Pak Sjaf yang ditulis oleh Bung Ajip Rosidi berjudul Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut kepada Allah SWT.

Setidaknya ada tiga hal utama, yakni keberanian mengambil keputusan di saat kritis, keutuhan kepribadian, dan kejujuran. Keberanian mengambil keputusan di saat kritis dibuktikan Pak Sjaf dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada saat Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan para pemimpin lain ditangkap Belanda pada agresi II, 19 Desember 1948.

Keberanian mengambil keputusan itu dirangkum oleh Amrin Imran dkk dalam buku PDRI dalam Perang dan Damai (Jakarta, Citra Pendidikan, 2003, halaman 52-53). "Yogyakarta jatuh. Akan tetapi, nadi Republik tetap berdenyut. Pusat nadi itu pindah ke pedalaman Sumatra Barat dalam wujud PDRI dipimpin Sjafruddin Prawiranegara. Dari sana, denyut itu menjalar ke seluruh wilayah RI bahkan ke perwakilan RI di luar negeri, termasuk perwakilan RI di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), LN Palar. Denyut itu juga menggetarkan tubuh Angkatan Perang di bawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang melalui radiogram menyatakan mendukung dan berdiri di belakang PDRI pimpinan Sjafruddin Prawiranegara."

Keutuhan kepribadian dan kejujuran tergambar dalam salah satu bagian di biografi Pak Sjaf ini. Pada bagian itu, ditulis sebuah peristiwa sesudah Presiden Soekarno memberikan amnesti dan abolisi kepada semua yang terlibat dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Semesta (PRRI/Permesta).

Pak Sjaf yang turun gunung ditemui oleh utusan khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal AH Nasution, yang ternyata adik Sjafruddin sendiri, yaitu Kolonel Abdurrachman, saat menyerahkan emas yang disimpan sebagai bekal perjuangan yang jumlahnya ada 29 kilogram. Emas itu secara resmi kemudian diserahkan oleh Sjafruddin kepada Pejabat Presiden Djuanda pada Maret 1962, yang kemudian meneruskannya kepada Menteri/Gubernur Bank Indonesia Sumarno SH sebagai kekayaan negara."

Negeri yang kita cintai ini di masa lalu ternyata pernah melahirkan tokoh seperti Sjafruddin, yang memiliki kepribadian utuh dan kejujuran. Dua sifat utama yang dalam kehidupan masa kini terasa makin sulit ditemukan.

Membaca jejak hayat dan pemikiran Pak Sjaf, sangat jelas tergambar kesetiaannya kepada negara ini. Beliau tidak hanya menyatakan "ya" untuk hal-hal yang memang seyogianya harus didukung, tetapi juga tidak segan mengatakan "tidak" untuk hal yang memang harus dikoreksi. Inilah prinsip al amru bi al ma'ruf wa al nahy 'an al munkar (menyeru kepada perbuatan baik dan mencegah perbuatan tidak baik) yang menjadi pegangan Pak Sjaf.

Berpegang kepada prinsip ini, tidak heran jika pada usianya yang ke-69 Pak Sjaf bersama 49 orang lain, menandatangani Pernyataan Keprihatinan yang menyatakan "kekecewaan rakyat yang sedalam-dalamnya atas ucapan-ucapan Presiden Soeharto dalam pidatonya di muka Rapim ABRI di Pekanbaru 27 Maret 1980 dan pidato HUT Kopasus di Cijantung 16 April 1980."

Pernyataan Keprihatinan 5 Mei 1980 yang lebih populer dengan nama Petisi 50, karena ditandatangani oleh 50 warga negara, yang kemudian dikenal sebagai sebuah kelompok diskusi politik dalam mengemukakan pandangan-pandangan kritis secara terbuka kepada masyarakat dan pemerintah Orde Baru yang otoriter. Pandangan kritis itu terutama dalam upaya penyadaran terhadap kehidupan berkonstitusi, khususnya mengenai penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

Maka itu, dibentuklah panitia untuk menyelidiki insiden berdarah di Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 12 September 1984 itu, dan diketuai Letnan Jenderal TNI (Purn) HR Dharsono dengan para anggota Sjafruddin Prawiranegara, Slamet Bratanata, Anwar Harjono, dan AM Fatwa (penulis)- untuk mengumpulkan bahan di sekitar insiden berdarah Tanjung Priok, dan merumuskan sikap atas kejadian tersebut.

Dari Panitia Kecil, lahirlah "Lembaran Putih Peristiwa 12 September 1984 di Tanjung Priok" yang ditandatangani oleh 22 orang, termasuk Sjafruddin Prawiranegara. Tiga orang penanda tangan Lembaran Putih: HR Dharsono, HM Sanusi, dan AM Fatwa (penulis) ditangkap, diadili, kemudian divonis hukuman penjara masing-masing 8, 19, dan 18 tahun. Alhamdulillah, seiring datangnya era reformasi, ketiganya telah mendapat amnesti, dipulihkan hak dan martabatnya sebagai warga negara oleh Presiden BJ Habibie.

Dua puluh lima tahun yang lalu, ketika menulis untuk 75 tahun Pak Sjaf, Jenderal Nasution berkata: "Boleh saja kita setuju atau tidak setuju dengan pendirian dan jalan perjuangan Bapak Sjafruddin Prawiranegara, tapi kiranya antara kita, sama kita hargai beliau sebagai seorang pejuang, sesuai pula dengan arti namanya."

Dalam konteks pemikiran, Pak Sjaf memiliki pemikiran yang bisa disetarakan dengan pemikir Muslim lainnya. Hal ini karena keteguhannya dalam meyakini sebuah kebenaran. Pemikir Muslim dari Pakistan, Prof Fazlurrahman, harus meninggalkan negerinya antara lain karena menyatakan kehalalan bunga bank. Kejadian serupa, alhamdulillah tidak harus dialami oleh Pak Sjaf, walaupun pendiriannya mengenai bunga bank dekat-dekat dengan pemikiran Fazlurrahman. Kenyataan ini meneguhkan keyakinan kita, sesungguhnya arus utama (mainstream) kaum Muslim di Indonesia ini adalah moderat dan toleran.

Pikiran Pak Sjaf mengenai hal tersebut disampaikannya dalam ceramah di hadapan mahasiswa Akademi Bank Muhammadiyah pada 29 Juni 1970 berjudul "Uang dan Bank Ditinjau dari Segi Ekonomi dan Agama" dan telah diterbitkan oleh Pustaka Antara, kemudian dimuat ulang dalam Kumpulan Karangan Terpilih Jilid 2 Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam.

Sejak Pak Sjaf menyampaikan gagasannya, hingga beliau wafat, bahkan sepanjang empat dasawarsa ini, tidak pernah terdengar suara gemuruh menentang apalagi menghujat pemikiran-pemikiran ekonomi Pak Sjaf. Sampai akhir hayatnya, Pak Sjaf tetap didudukkan sebagai salah seorang patriot dan pemimpin terkemuka kaum Muslim Indonesia. Bangsa ini, perlu belajar dari sikap keberanian, integritas, dan kejujuran Pak Sjaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar