Rabu, 23 Maret 2011

Tren Harga Minyak dan Ekonomi Global

Oleh Makmun Syadullah
Peneliti Utama Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank of America dan Merrill Lynch bertajuk "Revising Baseline Oil Forecasts and Decomposing Tail-Risk" edisi 7 Maret 2011 memperkirakan harga minyak untuk jenis WTI pada kuartal ke-2 akan naik menjadi 116 dolar AS per barel kemudian turun menjadi 88 dolar AS per barel pada kuartal ke-4.

Sepanjang tahun ini, harga minyak diperkirakan rata-rata adalah 101 dolar AS per barel, sedangkan untuk jenis Brent akan naik menjadi 122 dolar AS per barel dan turun menjadi 94 dolar per barel pada kuartal ke-4. Sepanjang tahun ini, harga minyak Brent diperkirakan rata-rata adalah 108 dolar per barel.

Proyeksi naiknya harga minyak di pasaran dunia ini kemungkinan besar karena dipicu oleh naiknya permintaan minyak global, sementara Libya kemungkinan akan menurunkan produksi minyaknya sebesar satu juta barel per hari akibat situasi politik yang belum juga reda. Dengan semakin ketatnya suplai minyak di pasar dunia, wajar kalau harga minyak diperkirakan pada kuartal ke-2 akan melambung tinggi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan harga minyak untuk jenis Brent akan menembus 140 dolar AS per barel dalam tiga bulan ke depan.

Proyeksi di atas juga didasarkan pada asumsi bahwa Libya akan tetap offline hingga enam bulan ke depan, kerusakan infrastruktur perminyakan secara terbatas, tidak ada gangguan suplai minyak di kawasan tersebut lebih jauh, dan destruksi permintaan global yang melunak. Apabila situasi di Libya tidak mengalami perubahan sampai akhir 2011, akan terjadi berbagai gangguan pasokan tambahan. Akibatnya, harga minyak dunia untuk jenis harga Brent pada tahun 2011 rata-rata dapat mencapai antara 125-160 dolar AS per barel.

Proyeksi ini bergantung pada pasokan kerugian, sedangkan apabila diasumsikan di Libya tidak terjadi kekacauan lebih lanjut, harga rata-rata minyak jenis Brent untuk tahun 2011 diperkirakan akan turun menjadi 100 dolar AS per barel.

Sementara itu, gangguan pasokan akan menjadi fokus utama bagi pasar. Tingginya harga minyak dunia diperkirakan akan berdampak negatif terhadap permintaan minyak tahun ini. Bank of America dan Merrill Lynch memproyeksikan pertumbuhan permintaan minyak untuk 2011 akan turun dari 1,5 juta barel per hari menjadi 1,1 juta barel per hari.

Penurunan permintaan minyak bukan saja terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, melainkan juga untuk Eropa, OECD Asia, dan negara-negara emerging. Amerika Utara adalah daerah yang terkena dampak paling parah dari kenaikan harga minyak yang lebih tinggi, sementara Cina diperkirakan juga akan menurunkan konsumsi minyak.Proyeksi harga minyak dunia yang dilakukan oleh berbagai lembaga dunia di atas dibuat sebelum Jepang terkena musibah gempa dan tsunami.

Diperkirakan musibah ini akan berdampak pada proyeksi harga minyak dunia, mengingat Jepang merupakan negara dengan tingkat perekonomian ketiga terbesar di dunia. Dengan posisi seperti ini, konsumen minyak juga besar. Gempa dan tsunami diperkirakan akan berdampak pada permintaan untuk minyak mentah sehingga akan mendorong harga minyak lebih rendah dalam jangka pendek.

Di sisi lain, dengan kapasitas nuklirnya yang hancur oleh ledakan pada reaktor setelah bencana alam, kemungkinan Jepang akan memerlukan kombinasi tambahan minyak dan gas untuk mengatasi kekurangannya sehingga akan mendorong harga minyak kembali melambung. Hal ini sejalan dengan proyeksi yang dilakukan Badan Energi Internasional bahwa konsumsi minyak Jepang mungkin meningkat sebesar 200 ribu barel per hari jika produksi listrik yang biasanya berasal dari 11 pembangkit listrik tenaga nuklir digantikan oleh produksi berbahan bakar minyak.

Implikasi ekonomi
Badan Energi Internasional memperingatkan sebuah "tanda perlambatan" dalam ekonomi global kecuali harga minyak turun. Apabila proyeksi harga yang dilakukan berbagai lembaga dunia terbukti, ekonomi global dapat dipastikan akan mengalami perlambatan. Pengaruh ini akan diperburuk oleh perkiraan pengetatan fiskal jika tekanan inflasi menjadi mengakar.

Sementara itu, Badan Energi Internasional mengestimasikan bahwa kenaikan harga minyak 10 persen akan memangkas pertumbuhan global antara 0,2 persen hingga 0,7 persen setelah satu tahun, bahkan pada tahun berikutnya dapat memangkas hingga dua kali lipatnya.

Bank of America dan Merrill Lynch dalam laporannya bertajuk "Strong Vigilance" yang dirilis pada 4 Maret 2011 memproyeksikan pada tahun 2011 ekonomi global akan tumbuh 4,4 persen lebih rendah dari capaian 2010 yang diperkirakan 4,9 persen. Apabila Amerika Serikat dikeluarkan dari perhitungan, perekonomian global diproyeksikan akan tumbuh 4,8 persen, sementara pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,5 persen.

Negara-negara di kawasan Asia, yakni Cina, India, dan Indonesia yang selama krisis memimpin pertumbuhan ekonomi, pada tahun 2011 ini, diperkirakan akan mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, ketiga negara ini tingkat pertumbuhannya akan lebih rendah dibandingkan tahun 2010.

Meski pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2011 diperkirakan akan mengalami perlambatan, sebaliknya tingkat inflasi diproyeksikan akan meningkat. Secara global, inflasi pada tahun ini diperkirakan akan mencapai 3,7 persen, jauh di atas pencapaian tahun 2010 yang diperkirakan 3,2 persen.

Apabila Amerika tidak ikut diperhitungkan, inflasi global diperkirakan mencapai 4,2 persen jauh di atas tahun sebelumnya 3,6 persen. Inflasi di Cina dan Indonesia diperkirakan juga masih akan tinggi, yakni masing-masing 4,5 persen dan 6,7 persen, sedangkan inflasi India diperkirakan akan mengalami perurunan dari 6,4 persen (2010) menjadi 5 persen (2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar